Rahasia Lukisan Telanjang 13

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 009
Rahasia Lukisan Telanjang
TIGA BELAS
INIKAH Goanya?” tanya Wiro seraya melompat turun dari punggung kuda. Dalam perjalanan melarikan diri bersama Permani mereka berhasil mendapatkan dua ekor kuda hitam milik anak-anak murid Perguruan Garuda Sakti. Permani anggukkan kepala lalu turun pula dari kudanya. Sebuah batu yang sangat besar menyumpal mulut goa. Wiro Sableng kerahkan tenaga dalam. Setelah bekerja keras beberapa lamanya baru batu besar itu bisa disingkirkan. Didahului oleh Permani keduanya masuk ke dalam.Ternyata goa itu cuma delapan tombak dalamnya.
“Kanda Panuluh!” Tiba-tiba mengumandang pekik Permani. Dara ini laksana diburu sctan lari ke depan dan meraung keras. Menangis sambil tiada hentinya menyebut nama tadi! Wiro Sableng berdiri termangu. Seorang pemuda yang berada dalam keadaan menyedihkan tersandar ke dinding goa. Tangan dan kakinya diikat dengan rantai besi yang dipakukan ke dinding kuat sekali. Dia hanya mengenakan sehelai cawat. Sekujur tubuhnya penuh oleh guratan-guratan merah yang dalam bekas cambukan. Mukanya babak belur. Bibir pecah, pipi lecet, sedang kedua mata bengkak menggembung. Pada bawah mata dan hidung kelihatan noda-noda darah yang telah membeku! Dan Permani menangis memeluki tubuh pemuda itu. Wiro menggigit bibir. Dia maklum kalau pemuda itu sudah tiada bernafas lagi. Tiba-tiba Wiro berteriak,
“Jangan!” Dan secepat kilat melompat ke muka menangkap tubuh Permani.
“Bunuh diri tak ada gunanya!” seru Wiro. Menyadari bahwa pemuda kekasihnya telah mati maka tadi Permani hendak benturkan kepalanya ke dinding goa. Untung Wiro masih sempat menghalanginya.
“Tenanglah Permani,” bisik Wiro coba menghibur.
“Tidak! Lepaskan aku Wiro! Lepaskan!” teriak sang dara keras dan meronta-ronta laksana orang gila!
“Jangan mengambil jalan sesat!”
“Tak perlu aku hidup lebih lama! Orang yang kukasihi telah tiada!” Lengking Permani.
“Lepaskan! Biar aku bunuh diri Wiro! Lepaskan!” Karena Permani adalah seorang gadis yang mendapat didikan ilmu silat dari ayahnya maka dengan susah payah baru Wiro berhasil menotok tubuhnya hingga dia lemas dan disandarkan ke dinding. Suara tangisnya menyayat hati. Wiro melepaskan dengan paksa rantai-rantai yang mengikat tangan serta kaki Panuluh lalu membaringkan pemuda itu di lantai goa. Permani tutupkan kedua matanya, tak tahan melihat keadaan kekasihnya itu.
“Apakah ayahmu yang melakukan kekejaman ini?” tanya Wiro.
“Sokananta! Dia dan orang-orangnyalah yang melakukan!”
“Bangsat itu akan dapat ganjaran dariku kelak!” desis Wiro Sableng. Dia memandang ke luar goa.
“Masih ada waktu untuk menguburkan jenazahnya petang ini sebelum senja datang. Apakah kau bisa menahan hati? Kalau tidak, aku tak bisa melepaskan totokanmu…” Permani tak menjawab. Suara tangisnya memenuhi seluruh goa. Wiro Sableng memanggul mayat Panuluh dan membawanya ke luar goa. Satu jam kemudian ketika dia masuk, Permani masih juga menangis meskipun kedua matanya yang seperti bintang timur itu kini telah menjadi bengkak. Wiro duduk bersandar di hadapannya, tak berkata apa-apa. Kalau sudah letih tentu dia akan hentikan sendiri tangisnya, pikir Wiro. Senja telah turun dan malampun tiba. Di luar angin malam yang dingin merambas masuk ke dalam goa. Wiro merasakan perutnya yang sudah lapar menjadi tambah perih oleh hembusan angin dingin itu. Bila tangis Permani sudah mereda maka Wiro berkata,
“Aku akan cari makanan buat kita. Kau tunggulah di sini! Berteriak keras-keras kalau ada apa-apa!” Kemudian Wiro berdiri dan melangkah. Belum lagi dia mencapai mulut goa mendadak di luar sana, dalam kegelapan malam didengarnya suara semak belukar bergesekan dan suara langkah-langkah kaki yang banyak sekali. Sesaat kemudian kelihatanlah beberapa sosok manusia bergerak ke arah goa. Wiro yang maklum akan datangnya bahaya segera menyongsong ke luar goa. Jika terjadi pertempuran satu lawan banyak di dalam goa dia bisa kepepet! Yang datang berjumlah lima belas orang. Orang pertama dikenali Wiro adalah bukan lain dari Sokananta, kemudian Bogananta, menyusul Manik Tunggul. Yang lainlainnya adalah anak-anak murid Perguruan Merapi dan Perguruan Garuda Sakti. Semuanya mencekal pedang! Ketika Wiro Sableng memandang ke ujung kanan, samarsamar di kegelapan malam dilihatnya orang yang keenam belas! Orang ini tak dikenal dan tak dilihat sebelumnya waktu di puncak Gunung Merapi. Tubuhnya gemuk luar biasa seperli bola api, lucunya celana panjang dan bajunya sangat kecil sekali, hampir-hampir tak dapat menutupi tubuhnya yang macam kerbau buntak itu. Manusia berkepala botak ini memegang seuntai tasbih di tangan kirinya dan mulutnya senantiasa komat-kamit tak bisa diam! Tiba-tiba Manik Tunggul melangkah besar-besar ke hadapan Wiro dan membentak nyaring,
“Mana anakku?!” Wiro sunggingkan senyum sinis lalu menunjuk pada kuburan baru yang tanahnya masih merah.
“Tanyakanlah pada makam baru itu!” Terkejutlah Manik Tunggul serta yang lain-lainnya.
“Bangsat rendah! Anakku kau bunuh?!” Manik Tunggul menggeram dan sepuluh kuku-kuku tangannya menyambar ke muka tapi dielakkan dengan gesit oleh Wiro.
“Mari kita satai beramai-ramai jahanam ini!” teriak Bogananta seraya kiblatkan pedang dan kirimkan satu tusukan ke leher Wiro. Sokananta dan dua belas orang lainnya segera menyerbu! Empat belas batang pedang berserabutan dan sepuluh jari berkuku panjang mencakar dengan ganas! Satu-satunya orang yang tak ikut menyerang ialah si gemuk pendek yang memegang tasbih. Dia memperhatikan saja sambil mulutnya terus berkomatkamit!
“Tahan!” teriak Wiro sambil melompat mundur ke pintu goa. Tapi yang menyerangnya terus memburu!
“Sialan! Kalau kalian tak mau hentikan serangan ini jangan menyesal!” Bogananta dan yang lain-lainnya tak ambil perduli. Wiro cabut Kapak Maut Naga Geni 212 dari pinggangnya. Wuut! Sinar putih menyilaukan menderu, suara laksana ribuan tawon menggerung dan empat anak buah Perguruan Merapi menjerit roboh mandi darah. Yang lain-lainnya tersurut mundur sampai lima langkah! Mereka menjadi kecut dan bimbang untuk menyerbu kembali!
“Manik Tunggul!” kata Wiro dengan suara keras sehingga semua orang mendengar.
“Anakmu masih hidup. Tapi kehancuran hati yang dideritanya membuat nasibnya lebih buruk daripada seseorang yang telah mendahuluinya!”
“Kalau masih hidup di mana dia sekarang?” tanya Sokananta lantang.
“Durjana cacingan tak usah buka mulut! Aku tidak bicara pada kau!” tukas Wiro. Kelamlah paras Sokananta ditelan kemarahan!
“Lalu ini kuburan siapa?!” tanya Manik Tunggul.
“Jangan pura-pura tidak tahu, Manik Tunggul! Masa kau lupa pada seorang pemuda bernama Panuluh, yang ditawan dan disiksa setengah mati oleh durjana cacingan itu lalu disekap di goa ini sampai akhirnya menemui kematian dalam cara yang mengerikan?!” Kagetlah Manik Tunggul. Dia berpaling pada Sokananta. Tapi saat itu Sokananta sudah membentak Wiro kembali,
“Lekas katakan di mana calon istriku!” Wiro tertawa gelak-gelak.
“Kekasihnya kau tawan, kau siksa sampai mati! Apakah kau masih punya muka untuk mengawini gadis itu?!” Rahang Sokananta kelihatan terkatup rapat-rapat. Manik Tunggul masih memandang pada Sokananta, lalu bertanya,
“Calon menantuku, apakah yang diucapkan bedebah ini betul?!” Sokananta tertawa.
“Namanya saja manusia bedebah. Masa bicaranya bisa dianggap betul? Setelah dia melarikan Permani di depan hidung kita apakah bangsat ini masih bisa dipercaya?! Dia hendak mengelabuhi kita dan mengadu domba kita satu sama lain!” Wiro menggerendeng.
“Keparat, dosamu sudah lewat takaran! Lekas kau dan kambrat-kambratmu angkat kaki dari sini! Kalau tidak kau bakal menjadi manusia pertama yang bakal kubelah kepalanya sesudah empat krocomu itu!”
“Bangsat rendah! Jangan kira kali ini kau bisa lolos dari liang kubur yang telah kau gali sendiri!” Sokananta palingkan kepala ke arah laki-laki gemuk yang memegang tasbih.
“Tasbih Kumala, kau tunggu apalagi?!” Manusia gemuk pendek kepala botak menyeringai. Mulutnya dalam menyeringai itu masih terus juga berkomat-kamit! Sekali dia bergerak, tubuhnya sudah berada di samping Sokananta.
“Inikah tampang manusianya yang kau minta aku untuk membereskannya, Soka?” tanya Tasbih Kumala dengan mata menyelidik dari atas ke bawah. Sokananta mengangguk. Tasbih Kumala tertawa gelak-gelak. Hebat sekali suara tertawanya, laksana merobek langit di malam hari itu! Tasbih Kumala melirik pada senjata yang di tangan Wiro lalu membentak,
“Pemuda bau pupuk! Betul kau orangnya yang bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212?!”
“Sobat,” sahut Wiro,
“melihat kepada gelarmu pastilah kau seorang tokoh silat yang ternama. Aku hormati kau. Tapi harap jangan ikut campur urusan orang! Karena kau tak kuundang untuk datang ke sini, sebaiknya segera angkat kaki!”
“Bapak moyangmu!” bentak Tasbih Kumala, dia melangkah ke muka.
“Tunggu dulu!” seru Manik Tunggul.
“Sebelum kita mengeremus budak keparat ini, aku harus tahu dulu beberapa hal!”
“Ah, kau hanya menambah panjang umurnya beberapa detik saja, Manik Tunggul!” kata Bogananta.
“Sokananta, betul kau yang menangkap dan menyiksa Panuluh, lalu menyekapnya sampai mati di dalam goa ini?!” Sokananta jadi beringasan!
“Kenapa antara kita musti berprasangka yang bukan-bukan?!” Wiro menengahi,
“Manik Tunggul, kau juga ikut bertanggung jawab atas kematian Panuluh! Kau yang memaksa anak gadismu untuk kawin dengan jahanam cacingan ini! Kau gila nama besar! Kau pengecut kelas satu yang mau menjual anak sendiri karena ditekan oleh Ketua Perguruan Merapi…”
“Tutup mulutmu!” teriak Manik Tunggul marah. Tiba-tiba Sokananta berteriak beri komando. Maka Bogananta, Tasbih Kumala dan anak-anak murid Perguruan Merapi segera menyerbu. Manik Tunggul tetap berdiri dengan bimbang. Dua orang anak buahnya karena melihat Ketua mereka berdiam diri, tidak berani masuk ke dalam pertempuran! Mendadak dari dalam goa terdengar seruan perempuan,
“Wiro! Wiro! Kaukah yang bertempur itu? Wiro…!” Mengenali bahwa itu adalah suara anaknya yang ternyata masih hidup, legalah hati Manik Tunggul dan pikiran jernih menyeruak di dalam kepalanya kini. Tiba-tiba dia melompat ke muka dan berteriak,
“Sokananta bajingan! Kaulah yang jadi biang racun! Kau harus mampus di tanganku!” Sepuluh kuku-kuku jari dengan ganas menyambar Sokananta! Karena tak diduga akan diserang sehebat itu dan secara tiba-tiba oleh calon mertuanya sendiri maka Sokananta yang mengeroyok Wiro Sableng tak punya kesempatan untuk mengelak!
***
Next ...
Bab 14

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245


0 Response to "Rahasia Lukisan Telanjang 13"

Posting Komentar