Jabang Bayi Dalam Guci Bab 15

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 185
Jabang Bayi Dalam Guci


LIMA BELAS
"DESS! desss!" Anjing merah meraung keras.
Dua kakinya nyaris leleh dan mengepulkan asap, membuatnya tidak mampu lagi meneruskan berlari. Akibat sentakan yang keras dan tiba-tiba guci putih berisi jabang bayi yang terbungkus kain hitam robek telepas dari pegangan dua kaki depan yang menyerupai tangan. Anjing merah sendiri kemudian jatuh tergelimpang di tanah, hanya mampu menggonggong dan menggeliat-geliat.
Melihat apa yang terjadi, Resi Kali Jagat yang masih tertelungkup di tanah kerahkan seluruh kekuatan lalu melesat coba menangkap guci putih agar tidak terhempas jatuh ke tanah. Kalau guci sampai pecah, jabang bayi yang ada di dalamnya tak akan tertolong.
Namun karena jarak antara dirinya dan guci yang jatuh cukup jauh, walau berhasil melesat namun sang Resi tidak mampu menangkap guci putih berselubung robekan kain hitam.
Hanya sekejapan lagi guci akan jatuh dan hancur berkeping-keping di tanah, tiba-tiba mahluk yang memiliki dua tangan menyala melesat keluar dari dalam tanah. Ternyata ujudnya adalah berupa jerangkong putih. Sambil melesat keluar dari dalam tanah mahluk ini yang dua tangannya tidak lagi berwarna merah membara, dengan cepat menangkap guci putih.
Resi Kali Jagat jatuhkan diri berlutut di depan jerangkong. Meski mahluk tulang belulang putih itu telah menyelamatkan guci putih berisi jabang bayi namun si orang tua tetap saja menaruh kawatir. Bukan mustahil mahluk jerangkong ini bukan menolong tapi sebenarnya Ingin merampas guci putih!
Ki Sanak berujud jerangkong putih, apakah… apakah kau Roh Putih yang selama ini menjadi pelindung dan memberi petunjuk pada diriku?"
Mahluk jerangkong menatap sang Resi dengan matanya yang bolong lalu gelengkan kepala.
"Bukan, aku bukan mahluk Roh Putih yang kau maskudkan." Astaga! Ternyata mahluk jerangkong ini bisa bicara seperti manusia.
"Ki Sanak, saya berterima kasih kau telah menyelamatkan benda dalam bungkusan kain hitam hingga tidak jatuh ke tanah."
Jerangkong putih rundukkan kepala. Mata yang hanya merupakan rongga bolong kembali menatap ke arah Resi Kali Jagat.
"Benda di dalam bungkusan kain putih ini, benda apa gerangan adanya?"
"Satu benda titipan yang nilainya sama dengan nyawa saya." Jawab Resi Kali Jagat.
"Luar biasa. Apa kau mau mengatakan benda apa itu adanya?"
"Saya percaya padamu. Silahkan menyibak kain hitam dan melihat sendiri apa isinya." Jawab Resi Kali Jagat pula lalu bangkit berdiri.
Jari-jari tangan yang hanya berupa tulang belulang putih bergerak membuka bungkusan kain hitam. Begitu guci putih tersembul dan mahluk jerangkong dapat melihat isinya, untuk beberapa lama mahluk jerangkong ini berdiri tidak bergerak.
Lalu terdengar mulutnya berucap.
"Yang Maha Kuasa mampu berbuat segala-galanya.
Namun hari ini aku baru pertama kali melihat janin di simpan di dalam guci. Bagaimana ceritanya…?"
"Maafkan saya Ki Sanak. Saya tidak bisa menceritakan asai usui jabang bayi itu."
"Tidak mengapa. Kalau boleh tahu siapakah sahabat ini?"
"Saya Resi Kali Jagat Ampusena."
Kepala berupa tengkorak manggut-manggut beberapa kali. Bungkusan kain hitam ditutup kembali.
Tangan diulur.
"Resi Kali Jagat, sllahkan kau mengambil guci Ini berikut benda yang ada di dalamnya."
Dengan cepat Resi Kali Jagat Ampusena mengambil guci putih yang diserahkan. Sambil menunduk dalam dia berkata. "Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih.
Dengan segala kerendahan hati saya ingin bertanya. Siapa Ki Sanak ini sebenarnya?"
"Namaku Lor Pengging Jumena. Banyak orang yang memanggilku dengan sebutan Embah Buyut…"
Resi Kali Jagat tersentak kaget Dia tundukkan kepala berulang kali. "Tidak menduga hari ini saya bisa bertemu dengan seorang tokoh yang selama ini hanya saya dengar nama dan kehebatannya. Tapi harap Ki Sanak jangan tersinggung. Lor Pengging Jumena yang saya ketahui berujud manusia biasa, seorang kakek sakti yang memang sudah sepuh. Lalu mengapa kini yang saya lihat Ki Sanak berujud seperti ini? Sekali lagi maaf kalau saya menyinggung perasaan Ki Sanak." (Mengenai riwayat Embah Sepuh atau Lor Pengging Jumena dapat dibaca dalam serial Wiro Sableng sebelumnya berjudul "Selir Pamungkas")
Mahluk Jerangkong keluarkan suara tertawa.
"Perjalanan dan hidup manusia semua ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Para Dewa telah menetapkan diriku berujud seperti ini. Aku menerima dengan segala keikhlasan. Bukankah kita semua miiikNya?" Resi Kali Jagat anggukkan kepala.
"Resi, aku merasa senang bisa bertemu denganmu.
Aku harus segera kembali ke alamku. Berhati-hatilah, tempat yang jadi tujuanmu jauh dari aman dan tenteram.
Lihatlah berkeliling. Perhatikan lima ekor anjing merah yang berkaparan di tanah. Ujud mereka telah berubah."
Resi Kali Jagat berpaling ke arah empat anjing merah yang telah menemui ajal dan bertebaran di sebelah sana. Astaga. Tengkuk orang tua berusia hampir seratus tahun ini merinding. Guci putih dikepit erat-erat.
Empat anjing merah yang telah menemui ajal itu kini ujudnya telah berubah menjadi manusia. Yang dua tewas dengan kepala pecah. Yang ketiga tewas dengan perut jebol. Anjing ke empat tidak tahu bagaimana ujudnya karena amblas masuk ke dalam tanah. Sang Resi ingat apa yang telah terjadi. Dia tadi melihat sekilas satu mahtuk berupa Kelelawar raksasa. Mahluk itulah yang menghantam salah satu dari lima anjing merah yang menyerangnya hingga melesak masuk ke dalam tanah.
"Mahluk luar biasa besar dan mengerikan itu, mengapa dia menolong diriku?" Resi Kali Jagat bertanya-tanya sendiri dalam hati. Tiba-tiba dia mendengar suara orang mengerang. Dia cepat berpaling. Di samping kiri terbujur mahluk yang sebelumnya adalah anjing kelima. Kini ujudnya telah berubah menjadi manusia. Dua kaki hancur akibat cekalan sepasang tangan merah panas mahluk jerangkong mengaku bernama Lor Pengging Jumena.
Resi Kali Jagat segera mendatangi orang ini.
Ternyata dia adalah seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahun.
"Anak muda, apa yang terjadi dengan dirimu.
Ketika masih dalam ujud seekor anjing merah kau dan empat kawanmu menyerangku. Siapa dirimu sebenarnya? Apakah aku pernah berbuat kesalahan hingga kau dan kawanmu ingin membunuhku?"
Orang yang ditanya memutar mata memandang ke arah sang Resi. Mulut masih mengeluarkan suara mengerang dan dia tidak menjawab pertanyaan orang.
"Aku tahu, kau bukan cuma ingin membunuhku.
Tapi ingin merampas guci putih ini! Aku yakin semua itu bukan maumu sendiri. Katakan siapa yang menyuruhmu?"
Sepasang mata pemuda yang dua kakinya hancur itu melirik kian kemari.
"Tidak ada orang lain di sini. Mengapa kau seperti ketakutan hendak bicara?" Ucap Resi Kali Jagat Si pemuda buka mulutnya sedikit Tapi tak ada suara yang keluar.
"Bicara saja, tidak perlu takuti" Resi Kali Jagat lalu tempelkan tangan kanannya di dada si pemuda, alirkan hawa sakti dan tenaga dalam untuk memberi kekuatan. "Nah sekarang bicaralah. Kau pasti bisa bicara."
"Jen…Jenazah Sim…Simpanan…." Si pemuda akhirnya keluarkan ucapan.
"Jenazah Simpanan? Mahluk apa itu? Dimana beradanya?"
Mulut si pemuda terbuka kembali. Tapi kali ini bukan untuk bicara melainkan yang terlihat adalah lidah yang terjulur serta mata yang mencelet.
Resi Kali Jagat terkejut. "Ada apa?!"
Tiba-tiba ada sambaran angin dan kraaakkk!
Leher si pemuda putus seperti ditebas benda tajam.
Darah menyembur. Kepala menggelinding. Resi Kali Jagat berseru kaget dan melompat mundur. Sebagian pakaiannya masih sempat terkena cipratan darah!
Tiba-tiba sambaran angin seperti tadi menyapu ke arah sang resi. Dengan cepat Resi Kali Jagat mundur dua langkah sambil tangan kanan melepas satu pukulan sakti ke arah depan dari mana arah datangnya sambaran angin.
Selarik sinar biru menerpa keluar dari telapak tangan Resi Kali Jagat
"Braakkk!"
Terdengar suara seolah ada batu besar jatuh atau tembok tebal rubuh. Lalu menyusul suara ringkikan kuda dan brukkk! Sesosok tubuh berpakaian hitam jatuh bergedebuk di tanah. Ujudnya adalah seorang manusia berkepala kuda! Di tangan kanannya tergenggam sebilah golok besar bernoda darah.
"Pasti mahluk Ini yang tadi membabat putus leher pemuda itu. Dewa Agung! Malapetaka apa sebenarnya yang ada di tempat ini? Saya mohon perlindungan. Tugas yang harus saya laksanakan masih belum rampung."
Baru saja sang Resi berucap seperti itu mendadak terdengar enam kali suara letupan disertai kepulan asap. Lima sosok pemuda yang tadinya berujud anjing merah disusul sosok manusia berkepala kuda berubah jadi kepulan asap merah lalu lenyap dari pandangan mata. Anehnya noda darah yang mengotori pakaian Resi Kali Jagat Ampusena ikut hilang tak berbekas.
***

Jabang Bayi Dalam Guci Bab 16

Pustaka Ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245

0 Response to "Jabang Bayi Dalam Guci Bab 15"

Posting Komentar