WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 008
Dewi Siluman Bukit Tunggul
Dewi Siluman Bukit Tunggul
LIMA BELAS
Suasana di taman Istana yang indah itu kini diselimuti kesunyian yang menggidikkan.
Pendekar 212 Wiro Sableng duduk di atas batu rata, di hadapan sebuah arca. Di setiap sudut taman berdiri berkelompok-kelompok gadis-gadis berbaju biru. Mereka adalah bekas anak buah Dewi Siluman yang telah “dibersihkan” otaknya oleh Inani dengan obat yang diberikan Kiai Bangkalan.
Kalung tengkorak yang biasanya tergantung di leher mereka kini tak kelihatan lagi.
Kesunyian itu dipecahkan oleh suara siulan yang keluar dari mulut Pendekar 212. Inani geleng-gelengkan kepala. Di saat yang penuh ketegangan itu Wiro masih bisa bersiul seperti seorang yang tengah menunggu saat gembira. Dia melangkah mendekati arca di mana Wiro duduk.
“Apakah kau sudah berhasil memecahkan rahasia kelemahan Dewi Siluman dalam dua bait tulisan yang diberikan Kiai Bangkalan?” tanya Inani.
Wiro gelengkan kepala. Dia terus juga bersiul-siul.
“Kau belum tahu rahasia kelemahannya! Dan kau telah berani menantangnya di sini!” ujar Inani dengan paras tegang.
“Semuanya telah kasip Inani. Ini adalah saat penentuan. Kalau tidak dia, aku yang. bakal meregang nyawa. Mudah-mudahan saja itu perempuan bisa menyadari kejahatannya sebelum datang ke sini dan bertobat!”
“Jangan harapkan hal itu Wiro!” desis Inani.
“Kau bersiaplah Inani. Sesuai dengan rencana kau baru turun tangan dalam jurus ketiga….
Jika aku gagal, semua kawan-kawanmu harus menyerbu!”
Inani mengangguk. Dia hendak mengatakan sesuatu tapi mulutnya mendadak sontak terkancing. Matanya memandang ke arah tangga batu pualam yang menghubungi langkan Istana di hadapan taman dengan anjungan pertama. Sepasang kaki yang bagus kelihatan melangkah menuruni anak tangga demi anak tangga. Orang yang melangkah ini sampai ke langkan dan dia bukan lain dari Dewi Siluman.
Dewi Siluman telah berganti pakaian. Pakaian biru ringkas yang dikenakannya dihiasi dengan manik-manik bergemerlapan. Sikapnya melangkah begitu agung dan penuh wibawa.
Hidungnya naik ke atas dan Dewi Siluman hentikan langkahnya di tepi kolam.
Wiro Sableng hentikan suara siulannya.
Kedua manusia ini beradu pandang sesaat lalu Dewi Siluman memandang berkeliling, menyapu para anak buahnya satu demi satu. Kemudian sang Dewi menengadah ke langit. Dan dari mulutnya keluarlah suara.
Langit pagi begini cerah,
Sang surya bersinar terang
Udara segera melapangkan dada,
Tapi sungguh berubah,
Semua apa yang kupandang.
Dewi Siluman turunkan kepalanya lalu kembali memandangi anak buahnya satu demi satu.
“Anak-anakku,” katanya dengan suara lantang. “Aku perintahkan kalian untuk menangkap manusia yang duduk di depan arca itu!”
Tapi tak satu orang pun yang bergerak dari tempatnya.
Paras Dewi Siluman kini berubah.
“Apa semua kalian sudah tuli atau mulutku yang tak bisa bersuara lagi…?!” Dewi Siluman memerintah lagi dengan suara menggeledek. Tapi tetap saja tak ada yang bergerak.
“Apa yang telah terjadi dengan kalian?!” teriak Dewi Siluman. Suaranya bergetar dahsyat.
“Mana kalung tengkorak kalian?!”
“Dewi, mulai saat ini kami di sini bukan lagi anak-anak buahmu!” Yang bicara adalah Inani.
Dewi Siluman palingkan kepalanya.
“Kau yang bicara Inani? Alangkah bagusnya! Hebat!” Rahang Dewi Siluman menggembung.
Mukanya bermimik bengis. “Jadi semua kalian di sini bukan lagi anak buahku?!” Dewi Siluman tertawa panjang.
“Semua kalian akan menerima hukuman! Dan kau Inani! Kau yang bakal kupancung pertama kali!”
Pendekar 212 Wiro Sableng perlahan-lahan berdiri dan bergerak sejauh tiga langkah.
Kembali antara pendekar ini dan Dewi Siluman terjadi bentrokan pandangan.
“Dewi Siluman, apakah kau masih betum melihat jalan kebaikan? Apakah hatimu begitu kotor keras laksana gumpalan batu karang? Apakah pikiranmu begitu tumpul…?!”
Dewi Siluman mendengus.
“Delapan penjuru angin dunia persilatan negeri menyebut dan mendengar namaku! Apa aku musti takut terhadap manusia macammu?!”
Wiro Sableng tertawa pelahan.
Dewi Siluman berdiri berkacak pinggang tapi diam-diam dia salurkan seluruh tenaga dalamnya pada telapak tangan kiri kanan. Tiba-tiba, didahului oleh lengkingan dahsyat laksana mau membelah langit, Dewi Siluman membungkuk dan pukulkan kedua tangannya sekaligus ke muka.
Tanah yang dipinjaknya melesak lima senti.
Wiro yang sejak tadi juga telah siap waspada tidak terkejut melihat datangnya dua gelombang angin biru yang sangat panas menyerang ke arahnya. Pendekar ini sama sekali tidak mengelak dari tempatnya berdiri malah balas memukulkan kedua tangannya ke muka lepaskan dua pukulan Benteng Topan Melanda Samudera. Sekaligus dia hendak menjajaki sampai di mana ketinggian tenaga dalam lawannya. Dan terkejutlah Pendekar 212.
Begitu terdengar suara menggelegar akibat beradunya pukulan yang bertenaga dalam dahsyat itu maka tubuh Wiro Sableng terhuyung keras ke belakang. Dia hampir saja jatuh duduk di tanah kalau tidak lekas mengimbangi diri. Di hadapannya Dewi Siluman keluarkan suara tertawa panjang. Ternyata tenaga dalam Pendekar 212 lebih rendah dari Dewi Siluman. Diam-diam pemuda berambut gondrong ini tergetar hatinya tapi dia tidak takut.
“Kalau kehebatanmu cuma sebegitu, tak sukar bagiku untuk meringkusmu, pemuda tolol!”
kata Dewi Siluman. Dan segera dia loloskan kalung tengkorak di lehernya sedang tangan kiri keluarkan segulung benang sutera halus berwarna biru.
“Jurus kedua ini adalah jurus terakhirmu!” kata Dewi Siluman.
Dengan ilmu menyusupkan suara, Inani peringatkan Wiro Sableng. “Cepat keluarkan senjatamu. Kau tak bakal kuat menghadapinya dengan tangan kosong! Benang sutera itu lihai sekali!”
Di saat Wiro merasa ragu-ragu untuk keluarkan senjata maka Dewi Siluman melangkah sambil acungkan kalung tengkorak.
“Kau lihat tengkorak ini? Nasib tengkorak kepalamu tidak lebih baik dari ini! Tengkorakmu cukup bagus untuk diramu sampai kecil dan dijadikan kalung!”
Lalu dengan sebuah jurus bernama “Petir Menyambar Naga Berenang” Dewi Siluman menyerbu. Kalung tengkorak di tangan kanannya laksana bola baja menyambar ganas ke kepala Wiro sedang benang sutera biru di tangan kirinya melesat ke muka untuk melihat bagian tubuh Pendekar 212 yang menjadi sasaran.
“Wiro! Keluarkan senjatamu cepat!” teriak Inani.
Tapi Wiro menyambut serangan lawan dengan Pukulan Sinar Matahari.
Kalung tengkorak di tangan Dewi Siluman hancur lebur. Suaranya laksana letusan meriam sewaktu dihajar Pukulan Sinar Matahari Pendekar 212 tapi di lain pihak sang pendekar sendiri dibikin kaget karena pada detik itu benang sutera biru lawan telah melibat pergelangan tangan kanannya sampai ke ujung-ujung jari. Wiro coba menyentakkan tapi tiada guna, libatan benang sutra semakin ketat. Pendekar 212 lepaskan Pukulan Sinar Matahari ke arah Dewi Siluman, kali ini dengan tangan kiri, tapi sebelum kesampaian sang Dewi sudah hantam lengan kiri itu dengan lengan kanannya. Masing-masing merasa sakit namun Wiro lebih menderita sedang libatan benang di tangan kanannya belum terlepas.
Inani tak menunggu lebih lama. Segera gadis ini berkelebat dan laksana kilat lepaskan totokan jarak jauh yang lihai ke arah Dewi Siluman.
Dewi Siluman yang tengah hendak melibat sekujur tubuh Wiro dengan benang suteranya ternyata betul-betul luar biasa. Dia masih sempat merasakan datangnya bahaya yang mengancam.
Padahal kecepatan gerakan Inani tadi tidak seorang pun yang melihatnya.
Sang Dewi rundukkan tubuh untuk hindarkan sambaran angin yang dirasakannya menyerang ke urat lehernya. Tapi anehnya sambaran angin itu mengikuti gerakannya. Mau tak mau Dewi Siluman terpaksa lepaskan gulungan benang dan pergunakan tangan kirinya untuk menangkis angin serangan lawan.
Bukan saja angin totokan Inani buyar berantakan, tapi pukulan Dewi Siluman terus melanda tubuhnya. Karena tenaga dalam Inani jauh lebih rendah tak ampun lagi gadis ini mencelat sampai delapan tombak, terguling di tanah, masuk ke dalam kolam. Inani kelihatan seperti hendak berenang tapi tubuhnya kemudian tenggelam sedang air kolam tampak merah oleh darah yang muntah dari mulutnya.
Melihat ini Laruni segera melompat, ceburkan diri keadaan kolam lalu menyeret Inani keluar. Tubuh Inani dibaringkannya di satu tempat yang aman dan diberi pertolongan sedapatdapatnya.
Sebenarnya Dewi Siluman merasa terkejut akan kehebatan angin pukulan aneh yang tadi dilepaskan Inani. Namun kini terdengar suara tertawanya mengekeh.
“Itu contoh pertama buat manusia-manusia murtad yang berkhianat terhadap Dewi Siluman!” berkata sang Dewi dengan seringai bengis. Dia lalu cepat-cepat palingkan kepala ke arah Wiro Sableng. Kegusarannya tiada tara sewaktu melihat Pendekar 212 berhasil melepaskan benang sutra yang melibat sebagian tangan kanannya.
“Benangmu ini cukup lihai Dewi. Aku mau lihat apakah kau sendiri sanggup menghadapinya!” kata Wiro.
Dewi Siluman ganda mendengus. Dia mundur beberapa langkah lalu berlutut di atas rumput.
Mata dipejamkan sedangkan kedua tangan bersidekap di muka dada.
“Saudara!” seru Laruni terkejut. “Hati-hati! Dia hendak keluarkan Ilmu Seribu Siluman Mengamuk!”
Pendekar 212 yang memang sudah diberi tahu kehebatan Ilmu Seribu Siluman Mengamuk itu segera lesatkan benang sutera biru di tangannya. Laksana seekor ular, benang itu meluncur ke arah Dewi Siluman, tapi anehnya satu tombak dari hadapan sang Dewi, benang itu tak mau lagi meluncur, melainkan membelok-belok kian ke mari menjauhi sasarannya.
“Sialan!” maki Pendekar 212. Gulungan benang di tangannya dilemparkan ke kolam.
Sementara itu dari ubun-ubun Dewi Siluman Wiro melihat asap hitam mengempul bergulungscan gulung. Waktu dia memandang berkeliling, tak seorang gadis baju biru pun dilihatnya. Pasti mereka telah sembunyikan diri karena takut akan ilmu sang Dewi.
Sepasang mata Pendekar 212 tidak berkesip dan memandang ke arah Dewi Siluman penuh waspada. Kepulan asap semakin tebal. Seluruh tubuh Wiro Sableng sudah tergetar oleh aliran tenaga dalam kedua kaki merenggang. Hatinya tegang sekali menunggu detik demi detik.
Tiba-tiba dari mulut Dewi Siluman terdengar suara seperti orang menangis. Dan suara seperti tangisan ini kemudian berganti dengan lengking-lengking jeritan yang merobek langit mengerikan. Kepulan asap sudah menebar di mana-mana. Dewi Siluman ganti suara lengkingannya dengan teriakan macam lolongan serigala lapar. Anehnya, gumpalan-gumpalan asap kini kelihatan memecah cepat dalam ratusan gumpalan kecil yang kemudian mengembang tambah besar… tambah besar. Ketika Wiro memperhatikan gumpalan-gumpalan asap hitam ini terkejutlah dia. Setiap gumpalan telah berubah menjadi sosok-sosok tubuh makluk-makhluk yang mengerikan. Tubuhnya
hanya sebatas dada ke atas dan lima kali tubuh manusia besarnya. Makhluk-makhluk aneh ini bermuka sangat mengerikan, rambutnya awut-awutan, mata merah besar, lidah menjulur lebar keluar sedang taring dan gigi-giginya menjorok besar-besar.
Dewi Siluman menjerit.
Ratusan makhluk jadi-jadian itu balas menjerit dan masing-masing angkat tangan mereka.
Ternyata masing-masing mempunyai enam pasang tangan. Dan setiap tangan berkuku hitam.
“Bunuh manusia itu!” teriak Dewi Siluman. Matanya masih meram, tangan masih mendekap dada dan tubuhnya masih berlutut di rumput.
Ratusan makhluk siluman menjerit dahsyat dan menyerbu berserabutan ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng. Tak ayal lagi-Pendekar 212 segera cabut Kapak Naga Geni 212. Dari mulutnya keluar bentakan keras dan sekali kapak diputar terus melanda ke arah makhluk-makhluk siluman yang datang menyerbu. Belasan makhluk yang tersambar Kapak Naga Geni 212 menjerit, darah muncrat dari tubuh masing-masing. Tapi anehnya makhluk-makhluk ini tidak musnah malah dari setiap tetes muncratan darah berubah menjadi makhluk siluman baru sehingga dalam sekejap saja jumlahnya telah bertambah ratusan bahkan mungkin sudah ribuan kini.
Sewaktu makhluk-makhluk itu dengan ganasnya menyerang kembali Wiro Sableng tak berani menghantam dengan Kapak Naga Geni. Tubuhnya berkelebat dan lenyap. Untuk beberapa lamanya dengan gesit dia berhasil mengelakkah setiap serangan yang dilancarkan oleh ratusan makhluk siluman itu. Dari samping, dari atas dan dari bawah tiada kunjung hentinya datang serangan. Sampai berapa lamakah Pendekar 212 sanggup pertahankan diri? Sementara itu dalam keadaan yang mulai terjepit itu Wiro masih juga belum berhasil memecahkan rahasia kelemahan ilmu seribu siluman mengamuk yang tersembunyi di balik dua rangka kalimat: Ilmu Seribu Siluman mengamuk teramat sakti. Hanya suara yang sanggup mengalahkannya!
Telinga Pendekar 212 mulai sakit oleh kedahsyatan luar biasa jeritan-jeritan ratusan makhluk siluman yang datang menyerangnya. Meski dia sudah tutup indera pendengarannya tetap saja suara jerit lengking yang mengerikan itu masuk menerobos liang-liang telinga dan pada jurus pertempuran kedua belas kedua telinga Pendekar 212 mulai keluarkan darah.
“Mampuslah aku!” keluh Wiro dalam hati.
Baru saja dia mengeluh demikian, satu sambaran tangan lawan tak bisa dielakkannya.
“Breet!”
Robeklah pakaian Wiro Sableng. Dadanya tergurat luka disambar kuku dari makhluk siluman dan tubuhnya dengan serta merta menjadi panas. Wiro cepat telan sebutir pil lalu melompat enam tombak dan tekan gagang Kapak Naga Geni 212 di bagian leher kepala naga-nagaan. Ratusan jarum hitam menderu ke arah makhluk-makhluk siluman. Tapi laksana seseorang menepuk air hujan, makhluk-makhluk itu sekali kebutkan enam pasang tangan maka mentallah semua senjata rahasia yang dilepaskan Wiro.
Pendekar 212 sambil melayang turun kirimkan pukulan Benteng Topan melanda Samudera sedang kapak diputar dengan gerakan Orang Gila Mengebut Lalat! Dua gelombang angin yang dahsyat luar biasa melanda tubuh makhluk-makhluk siluman. Tapi tak ada gunanya serangan itu karena makhluk-makhluk ini seperti tiada merasakan apa-apa malah dengan cepat menyerbu tambah dekat. Sewaktu Wiro dalam keadaan yang sudah kepepet lepaskan pukulan sinar matahari dengan tangan kiri, makhluk-makhluk siluman itu meniup ke muka dan menjerit-jerit lebih dahsyat.
Pukulan sinar matahari membalik menyerang Pendekar 212 sendiri. Wiro menjerit keras.
Untuk melompat kembali ke atas tidak mungkin. Terpaksa dia buang diri ke samping dan bertabrakan dengan salah satu makhluk siluman. Untung saja Wiro masih sanggup jatuhkan diri dan berguling di tanah, kalau tidak pasti tubuhnya akan dihantam empat pasang tangan makhluk siluman. Ketika dia berdiri kembali, empat makhluk siluman menerjang ke arahnya. Tak ada jalan lain daripada hantamkan Kapak Naga Geni 212 ke muka. Empat makhluk meraung keras dan mandi darah. Muncratkan darah hanya menambah banyaknya jumlah makhluk siluman itu saja. Sedang empat makhluk yang tadi disambar kapak kembali menyerbu dengan lebih buas. Pendekar 212 bersiul nyaring lalu lancarkan satu tendangan pada makhluk yang terdekat. Makhluk ini mental tiga tombak yang lainnya, disusul puluhan kawan-kawannya berhamburan ke muka. Di saaat itu Wiro Sableng terkurung di tepi kolam. Darah dari kedua liang telinganya telah membasahi pipi.
Pakaiannya robek-robek sedang kulit tubuhnya berselomotan darah bekas cakaran makhluk makhluk siluman.
Satu-satunya tempat untuk selamatkan diri ialah patung perempuan telanjang yang terdapat di tengah kolam. Tanpa menunggu lebih lama Wiro melompat ke atas kepala patung itu. Ketika puluhan makhluk siluman melayang ke arahnya maka Pendekar 212 segera keluarkan batu api dari balik pakaian. Begitu makhluk-makhluk itu. menyerbu, Wiro adu batu api dengan mata kapak. Satu gelombang angin menggebu ke arah makhluk-makhluk siluman. Gerakan puluhan siluman itu terhenti sejenak. Api menyambar tubuh mereka tapi sedikitpun tak membawa akibat apa-apa, malah bersama puluhan kawan-kawannya makhluk-makhluk yang kena disambar api ini cepat teruskan serbuan mereka.
Wiro Sableng lompat dari atas patung, melesat ke bagian lain dari kolam. Boleh dikatakan seluruh taman telah dipenuhi oleh makhluk-makhluk siluman. Sebentar saja Wiro berdiri di tepi kolam itu maka puluhan makhluk kembali menyerbunya, memaksa dia berkelebat cepat kian kemari untuk hindarkan diri “Tamatlah riwayatku!” keluh Wiro Sableng sewaktu satu tangan makhluk siluman menghantam punggungnya dengan keras, membuat dia berguling di rumput dan bangun dengan megap-megap, bergerak lagi dengan cepat untuk hindarkan serangan makhluk-makhluk siluman yang kembali datang menyerbu.
Pendekar 212 merasa tiada perlu lagi dia memegang Kapak Naga Geni 212 karena tidak bisa digunakan. Segera dia selipkan batu hitam ke balik pakaian dan hendak simpan Kapak Naga Geni 212. Tapi dia ingat bahwa masih ada satu kehebatan Kapak itu yang belum dikeluarkannya. Dengan hati meragu apakah kehebatan terakhir ini akan sanggup selamatkan dirinya Pendekar 212 balikkan senjata itu dan tempelkan mulut kepala naga-nagaan ke bibirnya. Maka terdengarlah suara tiupan seruling. Mula-mula perlahan, kemudian melengking keras, tinggi dan tajam, bergema ke setiap penjuru.
Ratusan makhluk siluman tampak tertegun. Suara jeritan-jeritan mereka mulai pelahan dan semakin tinggi nyaring suara seruling, jeritan-jeritan makhluk itu semakin berkurang dan akhirnya lenyap sama sekali. Wiro kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Tiupan seruling laksana deru ribuan tawon. Makhluk-makhluk siluman kelihatan bingung dan mundur, lalu menjerit dan berteriak-teriak aneh. Sekelompok demi sekelompok tubuh mereka kembali menjadi kepulan asap hitam untuk kemudian sirna tiada bekas.
Ketika keseluruhan makhluk siluman itu lenyap menjadi asap dan asap lenyap pula dari pemandangan maka kelihatan Dewi Siluman di tengah taman. Mukanya pucat pasi, dari telinga, hidung, mata serta mulut keluar darah kental. Sekujur badannya tergetar hebat.
Sewaktu Pendekar 212 tiup suling Kapak Naga Geni. Dewi Siluman tersentak kaget.
Bagaimanapun dia kerahkan tenaga dalam dan tutup pendengarannya namun suara seruling tak berhasil ditolaknya, terus menyeruak ke dalam liang telinga, mengacaukan jalan pikirannya serta menyentak-nyentak pembuluh darah, membuat aliran darahnya tidak teratur lagi.
Dewi Siluman coba bertahan dengan sekuat tenaga dan kesaktian yang dimilikinya, tapi kini dia telah ketemu batunya. Tiupan seruling Pendekar 212 yang sangat dahsyat telah membongkar kelemahan ilmu siluman yang dimilikinya. Bukan saja ilmu siluman itu musnah berantakan tapi juga tiupan seruling terus membungkus dirinya tiada sanggup ditolak lagi.
Sambil terus tiup senjatanya Wiro Sableng memaki dalam hati. Sungguh tolol sekali dia.
Kiai Bangkalan telah menuliskan dua kalimat yang bisa membongkar rahasia kehebatan ilmu Dewi Siluman tapi dia tak berhasil memecahkannya. Masih untung dalam keadaan sangat terjepit dia tiup senjata itu, padahal itu pun tadi dilakukannya dengan hati bimbang karena khawatir akan sia-sia.
Tubuh Dewi Siluman makin lemah. Darah keluar semakin banyak. Kini di bawah tiupan seruling itu tampak tubuhnya terhuyung kian kemari dan kira-kira setengah peminuman teh kemudian tubuh itu tak sanggup lagi bertahan. Dewi Siluman meraung. Raungan yang keluar disertai muntahan darah berbuku-buku. Tubuhnya rebah menelungkup ke tanah, masih bergerak gerak beberapa ketika kemudian diam untuk selama-lamanya.
Pendekar 212 masukkan Kapak Maut Naga Geni ke balik pakaiannya lalu bersila dan meramkan mata. Luka di bagian luar serta dalam tubuhnya cukup parah. Sepeminuman teh baru Pendekar ini buka kedua matanya lalu telan sebutir pil dan berdiri. Gadis-gadis berbaju biru dilihatnya bermunculan kembali di sudut-sudut taman.
Wiro melangkah ke tempat di mana Inani duduk tersandar. Dia sudah sadar dari pingsannya dan memandang kepada pemuda itu sewaktu Wiro me langkah ke hadapannya.
Wiro tersenyum dan berlutut di hadapan gadis ini. Inani membalas senyumnya. Matanya yang tadi sayu kini kelihatan bersinar.
“Kau hebat Wiro….”
“Aku manusia tolol geblek!” sahut Wiro Sableng.
“Sudah hampir mau kojor baru bisa pecahkan rahasia yang diberikan Kiai Bangkalan. Itu pun secara tak sengaja!”
Inani tersenyum.
Wiro memegang tangan gadis ini. “Kau tak apa?”
Gadis itu menggeleng.
“Terima kasih atas pertolonganmu”, bisik Wiro. Dia memandang berkeliling lalu kembali berpaling pada gadis itu dan berkata. “Sudah saatnya kita meninggalkan tempat ini, Inani!”
Inani mengangguk. Dibantu oleh Wiro gadis ini berdiri. Mereka saling pandang sejenak, sama-sama mengulas senyum dan mulai melangkah ke arah langkan istana Dewi Siluman di mana kawan-kawan Inani menunggu. Di langit sang surya bersinar cerah. Satu kejahatan telah musnah tapi Pendekar 212 WiroSableng tahu bahwa masih banyak lagi manusia-manusia jahat yang musti ditumpas.
TAMAT
Episode Selanjutnya:
Rahasia Lukisan Telanjang
Suasana di taman Istana yang indah itu kini diselimuti kesunyian yang menggidikkan.
Pendekar 212 Wiro Sableng duduk di atas batu rata, di hadapan sebuah arca. Di setiap sudut taman berdiri berkelompok-kelompok gadis-gadis berbaju biru. Mereka adalah bekas anak buah Dewi Siluman yang telah “dibersihkan” otaknya oleh Inani dengan obat yang diberikan Kiai Bangkalan.
Kalung tengkorak yang biasanya tergantung di leher mereka kini tak kelihatan lagi.
Kesunyian itu dipecahkan oleh suara siulan yang keluar dari mulut Pendekar 212. Inani geleng-gelengkan kepala. Di saat yang penuh ketegangan itu Wiro masih bisa bersiul seperti seorang yang tengah menunggu saat gembira. Dia melangkah mendekati arca di mana Wiro duduk.
“Apakah kau sudah berhasil memecahkan rahasia kelemahan Dewi Siluman dalam dua bait tulisan yang diberikan Kiai Bangkalan?” tanya Inani.
Wiro gelengkan kepala. Dia terus juga bersiul-siul.
“Kau belum tahu rahasia kelemahannya! Dan kau telah berani menantangnya di sini!” ujar Inani dengan paras tegang.
“Semuanya telah kasip Inani. Ini adalah saat penentuan. Kalau tidak dia, aku yang. bakal meregang nyawa. Mudah-mudahan saja itu perempuan bisa menyadari kejahatannya sebelum datang ke sini dan bertobat!”
“Jangan harapkan hal itu Wiro!” desis Inani.
“Kau bersiaplah Inani. Sesuai dengan rencana kau baru turun tangan dalam jurus ketiga….
Jika aku gagal, semua kawan-kawanmu harus menyerbu!”
Inani mengangguk. Dia hendak mengatakan sesuatu tapi mulutnya mendadak sontak terkancing. Matanya memandang ke arah tangga batu pualam yang menghubungi langkan Istana di hadapan taman dengan anjungan pertama. Sepasang kaki yang bagus kelihatan melangkah menuruni anak tangga demi anak tangga. Orang yang melangkah ini sampai ke langkan dan dia bukan lain dari Dewi Siluman.
Dewi Siluman telah berganti pakaian. Pakaian biru ringkas yang dikenakannya dihiasi dengan manik-manik bergemerlapan. Sikapnya melangkah begitu agung dan penuh wibawa.
Hidungnya naik ke atas dan Dewi Siluman hentikan langkahnya di tepi kolam.
Wiro Sableng hentikan suara siulannya.
Kedua manusia ini beradu pandang sesaat lalu Dewi Siluman memandang berkeliling, menyapu para anak buahnya satu demi satu. Kemudian sang Dewi menengadah ke langit. Dan dari mulutnya keluarlah suara.
Langit pagi begini cerah,
Sang surya bersinar terang
Udara segera melapangkan dada,
Tapi sungguh berubah,
Semua apa yang kupandang.
Dewi Siluman turunkan kepalanya lalu kembali memandangi anak buahnya satu demi satu.
“Anak-anakku,” katanya dengan suara lantang. “Aku perintahkan kalian untuk menangkap manusia yang duduk di depan arca itu!”
Tapi tak satu orang pun yang bergerak dari tempatnya.
Paras Dewi Siluman kini berubah.
“Apa semua kalian sudah tuli atau mulutku yang tak bisa bersuara lagi…?!” Dewi Siluman memerintah lagi dengan suara menggeledek. Tapi tetap saja tak ada yang bergerak.
“Apa yang telah terjadi dengan kalian?!” teriak Dewi Siluman. Suaranya bergetar dahsyat.
“Mana kalung tengkorak kalian?!”
“Dewi, mulai saat ini kami di sini bukan lagi anak-anak buahmu!” Yang bicara adalah Inani.
Dewi Siluman palingkan kepalanya.
“Kau yang bicara Inani? Alangkah bagusnya! Hebat!” Rahang Dewi Siluman menggembung.
Mukanya bermimik bengis. “Jadi semua kalian di sini bukan lagi anak buahku?!” Dewi Siluman tertawa panjang.
“Semua kalian akan menerima hukuman! Dan kau Inani! Kau yang bakal kupancung pertama kali!”
Pendekar 212 Wiro Sableng perlahan-lahan berdiri dan bergerak sejauh tiga langkah.
Kembali antara pendekar ini dan Dewi Siluman terjadi bentrokan pandangan.
“Dewi Siluman, apakah kau masih betum melihat jalan kebaikan? Apakah hatimu begitu kotor keras laksana gumpalan batu karang? Apakah pikiranmu begitu tumpul…?!”
Dewi Siluman mendengus.
“Delapan penjuru angin dunia persilatan negeri menyebut dan mendengar namaku! Apa aku musti takut terhadap manusia macammu?!”
Wiro Sableng tertawa pelahan.
Dewi Siluman berdiri berkacak pinggang tapi diam-diam dia salurkan seluruh tenaga dalamnya pada telapak tangan kiri kanan. Tiba-tiba, didahului oleh lengkingan dahsyat laksana mau membelah langit, Dewi Siluman membungkuk dan pukulkan kedua tangannya sekaligus ke muka.
Tanah yang dipinjaknya melesak lima senti.
Wiro yang sejak tadi juga telah siap waspada tidak terkejut melihat datangnya dua gelombang angin biru yang sangat panas menyerang ke arahnya. Pendekar ini sama sekali tidak mengelak dari tempatnya berdiri malah balas memukulkan kedua tangannya ke muka lepaskan dua pukulan Benteng Topan Melanda Samudera. Sekaligus dia hendak menjajaki sampai di mana ketinggian tenaga dalam lawannya. Dan terkejutlah Pendekar 212.
Begitu terdengar suara menggelegar akibat beradunya pukulan yang bertenaga dalam dahsyat itu maka tubuh Wiro Sableng terhuyung keras ke belakang. Dia hampir saja jatuh duduk di tanah kalau tidak lekas mengimbangi diri. Di hadapannya Dewi Siluman keluarkan suara tertawa panjang. Ternyata tenaga dalam Pendekar 212 lebih rendah dari Dewi Siluman. Diam-diam pemuda berambut gondrong ini tergetar hatinya tapi dia tidak takut.
“Kalau kehebatanmu cuma sebegitu, tak sukar bagiku untuk meringkusmu, pemuda tolol!”
kata Dewi Siluman. Dan segera dia loloskan kalung tengkorak di lehernya sedang tangan kiri keluarkan segulung benang sutera halus berwarna biru.
“Jurus kedua ini adalah jurus terakhirmu!” kata Dewi Siluman.
Dengan ilmu menyusupkan suara, Inani peringatkan Wiro Sableng. “Cepat keluarkan senjatamu. Kau tak bakal kuat menghadapinya dengan tangan kosong! Benang sutera itu lihai sekali!”
Di saat Wiro merasa ragu-ragu untuk keluarkan senjata maka Dewi Siluman melangkah sambil acungkan kalung tengkorak.
“Kau lihat tengkorak ini? Nasib tengkorak kepalamu tidak lebih baik dari ini! Tengkorakmu cukup bagus untuk diramu sampai kecil dan dijadikan kalung!”
Lalu dengan sebuah jurus bernama “Petir Menyambar Naga Berenang” Dewi Siluman menyerbu. Kalung tengkorak di tangan kanannya laksana bola baja menyambar ganas ke kepala Wiro sedang benang sutera biru di tangan kirinya melesat ke muka untuk melihat bagian tubuh Pendekar 212 yang menjadi sasaran.
“Wiro! Keluarkan senjatamu cepat!” teriak Inani.
Tapi Wiro menyambut serangan lawan dengan Pukulan Sinar Matahari.
Kalung tengkorak di tangan Dewi Siluman hancur lebur. Suaranya laksana letusan meriam sewaktu dihajar Pukulan Sinar Matahari Pendekar 212 tapi di lain pihak sang pendekar sendiri dibikin kaget karena pada detik itu benang sutera biru lawan telah melibat pergelangan tangan kanannya sampai ke ujung-ujung jari. Wiro coba menyentakkan tapi tiada guna, libatan benang sutra semakin ketat. Pendekar 212 lepaskan Pukulan Sinar Matahari ke arah Dewi Siluman, kali ini dengan tangan kiri, tapi sebelum kesampaian sang Dewi sudah hantam lengan kiri itu dengan lengan kanannya. Masing-masing merasa sakit namun Wiro lebih menderita sedang libatan benang di tangan kanannya belum terlepas.
Inani tak menunggu lebih lama. Segera gadis ini berkelebat dan laksana kilat lepaskan totokan jarak jauh yang lihai ke arah Dewi Siluman.
Dewi Siluman yang tengah hendak melibat sekujur tubuh Wiro dengan benang suteranya ternyata betul-betul luar biasa. Dia masih sempat merasakan datangnya bahaya yang mengancam.
Padahal kecepatan gerakan Inani tadi tidak seorang pun yang melihatnya.
Sang Dewi rundukkan tubuh untuk hindarkan sambaran angin yang dirasakannya menyerang ke urat lehernya. Tapi anehnya sambaran angin itu mengikuti gerakannya. Mau tak mau Dewi Siluman terpaksa lepaskan gulungan benang dan pergunakan tangan kirinya untuk menangkis angin serangan lawan.
Bukan saja angin totokan Inani buyar berantakan, tapi pukulan Dewi Siluman terus melanda tubuhnya. Karena tenaga dalam Inani jauh lebih rendah tak ampun lagi gadis ini mencelat sampai delapan tombak, terguling di tanah, masuk ke dalam kolam. Inani kelihatan seperti hendak berenang tapi tubuhnya kemudian tenggelam sedang air kolam tampak merah oleh darah yang muntah dari mulutnya.
Melihat ini Laruni segera melompat, ceburkan diri keadaan kolam lalu menyeret Inani keluar. Tubuh Inani dibaringkannya di satu tempat yang aman dan diberi pertolongan sedapatdapatnya.
Sebenarnya Dewi Siluman merasa terkejut akan kehebatan angin pukulan aneh yang tadi dilepaskan Inani. Namun kini terdengar suara tertawanya mengekeh.
“Itu contoh pertama buat manusia-manusia murtad yang berkhianat terhadap Dewi Siluman!” berkata sang Dewi dengan seringai bengis. Dia lalu cepat-cepat palingkan kepala ke arah Wiro Sableng. Kegusarannya tiada tara sewaktu melihat Pendekar 212 berhasil melepaskan benang sutra yang melibat sebagian tangan kanannya.
“Benangmu ini cukup lihai Dewi. Aku mau lihat apakah kau sendiri sanggup menghadapinya!” kata Wiro.
Dewi Siluman ganda mendengus. Dia mundur beberapa langkah lalu berlutut di atas rumput.
Mata dipejamkan sedangkan kedua tangan bersidekap di muka dada.
“Saudara!” seru Laruni terkejut. “Hati-hati! Dia hendak keluarkan Ilmu Seribu Siluman Mengamuk!”
Pendekar 212 yang memang sudah diberi tahu kehebatan Ilmu Seribu Siluman Mengamuk itu segera lesatkan benang sutera biru di tangannya. Laksana seekor ular, benang itu meluncur ke arah Dewi Siluman, tapi anehnya satu tombak dari hadapan sang Dewi, benang itu tak mau lagi meluncur, melainkan membelok-belok kian ke mari menjauhi sasarannya.
“Sialan!” maki Pendekar 212. Gulungan benang di tangannya dilemparkan ke kolam.
Sementara itu dari ubun-ubun Dewi Siluman Wiro melihat asap hitam mengempul bergulungscan gulung. Waktu dia memandang berkeliling, tak seorang gadis baju biru pun dilihatnya. Pasti mereka telah sembunyikan diri karena takut akan ilmu sang Dewi.
Sepasang mata Pendekar 212 tidak berkesip dan memandang ke arah Dewi Siluman penuh waspada. Kepulan asap semakin tebal. Seluruh tubuh Wiro Sableng sudah tergetar oleh aliran tenaga dalam kedua kaki merenggang. Hatinya tegang sekali menunggu detik demi detik.
Tiba-tiba dari mulut Dewi Siluman terdengar suara seperti orang menangis. Dan suara seperti tangisan ini kemudian berganti dengan lengking-lengking jeritan yang merobek langit mengerikan. Kepulan asap sudah menebar di mana-mana. Dewi Siluman ganti suara lengkingannya dengan teriakan macam lolongan serigala lapar. Anehnya, gumpalan-gumpalan asap kini kelihatan memecah cepat dalam ratusan gumpalan kecil yang kemudian mengembang tambah besar… tambah besar. Ketika Wiro memperhatikan gumpalan-gumpalan asap hitam ini terkejutlah dia. Setiap gumpalan telah berubah menjadi sosok-sosok tubuh makluk-makhluk yang mengerikan. Tubuhnya
hanya sebatas dada ke atas dan lima kali tubuh manusia besarnya. Makhluk-makhluk aneh ini bermuka sangat mengerikan, rambutnya awut-awutan, mata merah besar, lidah menjulur lebar keluar sedang taring dan gigi-giginya menjorok besar-besar.
Dewi Siluman menjerit.
Ratusan makhluk jadi-jadian itu balas menjerit dan masing-masing angkat tangan mereka.
Ternyata masing-masing mempunyai enam pasang tangan. Dan setiap tangan berkuku hitam.
“Bunuh manusia itu!” teriak Dewi Siluman. Matanya masih meram, tangan masih mendekap dada dan tubuhnya masih berlutut di rumput.
Ratusan makhluk siluman menjerit dahsyat dan menyerbu berserabutan ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng. Tak ayal lagi-Pendekar 212 segera cabut Kapak Naga Geni 212. Dari mulutnya keluar bentakan keras dan sekali kapak diputar terus melanda ke arah makhluk-makhluk siluman yang datang menyerbu. Belasan makhluk yang tersambar Kapak Naga Geni 212 menjerit, darah muncrat dari tubuh masing-masing. Tapi anehnya makhluk-makhluk ini tidak musnah malah dari setiap tetes muncratan darah berubah menjadi makhluk siluman baru sehingga dalam sekejap saja jumlahnya telah bertambah ratusan bahkan mungkin sudah ribuan kini.
Sewaktu makhluk-makhluk itu dengan ganasnya menyerang kembali Wiro Sableng tak berani menghantam dengan Kapak Naga Geni. Tubuhnya berkelebat dan lenyap. Untuk beberapa lamanya dengan gesit dia berhasil mengelakkah setiap serangan yang dilancarkan oleh ratusan makhluk siluman itu. Dari samping, dari atas dan dari bawah tiada kunjung hentinya datang serangan. Sampai berapa lamakah Pendekar 212 sanggup pertahankan diri? Sementara itu dalam keadaan yang mulai terjepit itu Wiro masih juga belum berhasil memecahkan rahasia kelemahan ilmu seribu siluman mengamuk yang tersembunyi di balik dua rangka kalimat: Ilmu Seribu Siluman mengamuk teramat sakti. Hanya suara yang sanggup mengalahkannya!
Telinga Pendekar 212 mulai sakit oleh kedahsyatan luar biasa jeritan-jeritan ratusan makhluk siluman yang datang menyerangnya. Meski dia sudah tutup indera pendengarannya tetap saja suara jerit lengking yang mengerikan itu masuk menerobos liang-liang telinga dan pada jurus pertempuran kedua belas kedua telinga Pendekar 212 mulai keluarkan darah.
“Mampuslah aku!” keluh Wiro dalam hati.
Baru saja dia mengeluh demikian, satu sambaran tangan lawan tak bisa dielakkannya.
“Breet!”
Robeklah pakaian Wiro Sableng. Dadanya tergurat luka disambar kuku dari makhluk siluman dan tubuhnya dengan serta merta menjadi panas. Wiro cepat telan sebutir pil lalu melompat enam tombak dan tekan gagang Kapak Naga Geni 212 di bagian leher kepala naga-nagaan. Ratusan jarum hitam menderu ke arah makhluk-makhluk siluman. Tapi laksana seseorang menepuk air hujan, makhluk-makhluk itu sekali kebutkan enam pasang tangan maka mentallah semua senjata rahasia yang dilepaskan Wiro.
Pendekar 212 sambil melayang turun kirimkan pukulan Benteng Topan melanda Samudera sedang kapak diputar dengan gerakan Orang Gila Mengebut Lalat! Dua gelombang angin yang dahsyat luar biasa melanda tubuh makhluk-makhluk siluman. Tapi tak ada gunanya serangan itu karena makhluk-makhluk ini seperti tiada merasakan apa-apa malah dengan cepat menyerbu tambah dekat. Sewaktu Wiro dalam keadaan yang sudah kepepet lepaskan pukulan sinar matahari dengan tangan kiri, makhluk-makhluk siluman itu meniup ke muka dan menjerit-jerit lebih dahsyat.
Pukulan sinar matahari membalik menyerang Pendekar 212 sendiri. Wiro menjerit keras.
Untuk melompat kembali ke atas tidak mungkin. Terpaksa dia buang diri ke samping dan bertabrakan dengan salah satu makhluk siluman. Untung saja Wiro masih sanggup jatuhkan diri dan berguling di tanah, kalau tidak pasti tubuhnya akan dihantam empat pasang tangan makhluk siluman. Ketika dia berdiri kembali, empat makhluk siluman menerjang ke arahnya. Tak ada jalan lain daripada hantamkan Kapak Naga Geni 212 ke muka. Empat makhluk meraung keras dan mandi darah. Muncratkan darah hanya menambah banyaknya jumlah makhluk siluman itu saja. Sedang empat makhluk yang tadi disambar kapak kembali menyerbu dengan lebih buas. Pendekar 212 bersiul nyaring lalu lancarkan satu tendangan pada makhluk yang terdekat. Makhluk ini mental tiga tombak yang lainnya, disusul puluhan kawan-kawannya berhamburan ke muka. Di saaat itu Wiro Sableng terkurung di tepi kolam. Darah dari kedua liang telinganya telah membasahi pipi.
Pakaiannya robek-robek sedang kulit tubuhnya berselomotan darah bekas cakaran makhluk makhluk siluman.
Satu-satunya tempat untuk selamatkan diri ialah patung perempuan telanjang yang terdapat di tengah kolam. Tanpa menunggu lebih lama Wiro melompat ke atas kepala patung itu. Ketika puluhan makhluk siluman melayang ke arahnya maka Pendekar 212 segera keluarkan batu api dari balik pakaian. Begitu makhluk-makhluk itu. menyerbu, Wiro adu batu api dengan mata kapak. Satu gelombang angin menggebu ke arah makhluk-makhluk siluman. Gerakan puluhan siluman itu terhenti sejenak. Api menyambar tubuh mereka tapi sedikitpun tak membawa akibat apa-apa, malah bersama puluhan kawan-kawannya makhluk-makhluk yang kena disambar api ini cepat teruskan serbuan mereka.
Wiro Sableng lompat dari atas patung, melesat ke bagian lain dari kolam. Boleh dikatakan seluruh taman telah dipenuhi oleh makhluk-makhluk siluman. Sebentar saja Wiro berdiri di tepi kolam itu maka puluhan makhluk kembali menyerbunya, memaksa dia berkelebat cepat kian kemari untuk hindarkan diri “Tamatlah riwayatku!” keluh Wiro Sableng sewaktu satu tangan makhluk siluman menghantam punggungnya dengan keras, membuat dia berguling di rumput dan bangun dengan megap-megap, bergerak lagi dengan cepat untuk hindarkan serangan makhluk-makhluk siluman yang kembali datang menyerbu.
Pendekar 212 merasa tiada perlu lagi dia memegang Kapak Naga Geni 212 karena tidak bisa digunakan. Segera dia selipkan batu hitam ke balik pakaian dan hendak simpan Kapak Naga Geni 212. Tapi dia ingat bahwa masih ada satu kehebatan Kapak itu yang belum dikeluarkannya. Dengan hati meragu apakah kehebatan terakhir ini akan sanggup selamatkan dirinya Pendekar 212 balikkan senjata itu dan tempelkan mulut kepala naga-nagaan ke bibirnya. Maka terdengarlah suara tiupan seruling. Mula-mula perlahan, kemudian melengking keras, tinggi dan tajam, bergema ke setiap penjuru.
Ratusan makhluk siluman tampak tertegun. Suara jeritan-jeritan mereka mulai pelahan dan semakin tinggi nyaring suara seruling, jeritan-jeritan makhluk itu semakin berkurang dan akhirnya lenyap sama sekali. Wiro kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Tiupan seruling laksana deru ribuan tawon. Makhluk-makhluk siluman kelihatan bingung dan mundur, lalu menjerit dan berteriak-teriak aneh. Sekelompok demi sekelompok tubuh mereka kembali menjadi kepulan asap hitam untuk kemudian sirna tiada bekas.
Ketika keseluruhan makhluk siluman itu lenyap menjadi asap dan asap lenyap pula dari pemandangan maka kelihatan Dewi Siluman di tengah taman. Mukanya pucat pasi, dari telinga, hidung, mata serta mulut keluar darah kental. Sekujur badannya tergetar hebat.
Sewaktu Pendekar 212 tiup suling Kapak Naga Geni. Dewi Siluman tersentak kaget.
Bagaimanapun dia kerahkan tenaga dalam dan tutup pendengarannya namun suara seruling tak berhasil ditolaknya, terus menyeruak ke dalam liang telinga, mengacaukan jalan pikirannya serta menyentak-nyentak pembuluh darah, membuat aliran darahnya tidak teratur lagi.
Dewi Siluman coba bertahan dengan sekuat tenaga dan kesaktian yang dimilikinya, tapi kini dia telah ketemu batunya. Tiupan seruling Pendekar 212 yang sangat dahsyat telah membongkar kelemahan ilmu siluman yang dimilikinya. Bukan saja ilmu siluman itu musnah berantakan tapi juga tiupan seruling terus membungkus dirinya tiada sanggup ditolak lagi.
Sambil terus tiup senjatanya Wiro Sableng memaki dalam hati. Sungguh tolol sekali dia.
Kiai Bangkalan telah menuliskan dua kalimat yang bisa membongkar rahasia kehebatan ilmu Dewi Siluman tapi dia tak berhasil memecahkannya. Masih untung dalam keadaan sangat terjepit dia tiup senjata itu, padahal itu pun tadi dilakukannya dengan hati bimbang karena khawatir akan sia-sia.
Tubuh Dewi Siluman makin lemah. Darah keluar semakin banyak. Kini di bawah tiupan seruling itu tampak tubuhnya terhuyung kian kemari dan kira-kira setengah peminuman teh kemudian tubuh itu tak sanggup lagi bertahan. Dewi Siluman meraung. Raungan yang keluar disertai muntahan darah berbuku-buku. Tubuhnya rebah menelungkup ke tanah, masih bergerak gerak beberapa ketika kemudian diam untuk selama-lamanya.
Pendekar 212 masukkan Kapak Maut Naga Geni ke balik pakaiannya lalu bersila dan meramkan mata. Luka di bagian luar serta dalam tubuhnya cukup parah. Sepeminuman teh baru Pendekar ini buka kedua matanya lalu telan sebutir pil dan berdiri. Gadis-gadis berbaju biru dilihatnya bermunculan kembali di sudut-sudut taman.
Wiro melangkah ke tempat di mana Inani duduk tersandar. Dia sudah sadar dari pingsannya dan memandang kepada pemuda itu sewaktu Wiro me langkah ke hadapannya.
Wiro tersenyum dan berlutut di hadapan gadis ini. Inani membalas senyumnya. Matanya yang tadi sayu kini kelihatan bersinar.
“Kau hebat Wiro….”
“Aku manusia tolol geblek!” sahut Wiro Sableng.
“Sudah hampir mau kojor baru bisa pecahkan rahasia yang diberikan Kiai Bangkalan. Itu pun secara tak sengaja!”
Inani tersenyum.
Wiro memegang tangan gadis ini. “Kau tak apa?”
Gadis itu menggeleng.
“Terima kasih atas pertolonganmu”, bisik Wiro. Dia memandang berkeliling lalu kembali berpaling pada gadis itu dan berkata. “Sudah saatnya kita meninggalkan tempat ini, Inani!”
Inani mengangguk. Dibantu oleh Wiro gadis ini berdiri. Mereka saling pandang sejenak, sama-sama mengulas senyum dan mulai melangkah ke arah langkan istana Dewi Siluman di mana kawan-kawan Inani menunggu. Di langit sang surya bersinar cerah. Satu kejahatan telah musnah tapi Pendekar 212 WiroSableng tahu bahwa masih banyak lagi manusia-manusia jahat yang musti ditumpas.
TAMAT
Episode Selanjutnya:
Rahasia Lukisan Telanjang
0 Response to "Dewi Siluman Bukit Tunggul Bab 15"
Posting Komentar