WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 008
Dewi Siluman Bukit Tunggul
Dewi Siluman Bukit Tunggul
TUJUH
Begitu lima jari menjentik maka lima larik sinar hitam yang menggidikkan menderu dengan amat panasnya ke arah lima bagian tubuh Dewi Siluman.
Yang diserang keluarkan suara mendengus yang disusul dengan bentakan nyaring. “Tua bangka edan! Apakah tidak tahu tingginya gunung dalamnya lautan?!”
Tubuh Dewi Siluman kelihatan bergerak. Gerakan yang dibuatnya ini cepat luar biasa, benar-benar laksana siluman berkelebat. Detik itu pula tubuhnya lenyap dari hadapan Sepuluh Jari Kematian. Lima larik sinar hitam yang menyerangnya menderu menghantam dinding ruangan.
Ruangan itu bergoncang seperti dilanda lindu. Dinding yang putih di sebelah sana kelihatan hitam hangus dan mengeluarkan kepulan asap.
Dua orang pengiring Dewi Siluman yang ada di ruangan itu berseru nyaring dan berkelebat cepat.
“Dewi!” teriak salah seorang dari mereka. “Bangsat tua hina dina ini biar kami yang bereskan!”
“Kalian tetap di tempat!” perintah Dewi Siluman. Tubuhnya melesat laksana kilat dan tahutahu dua jari tangan kanannya menotok ke urat besar di pangkal leher sebelah kiri Sepuluh Jari Kematian. Demikian cepatnya totokan ini sehingga tokoh silat tua itu tak sempat menangkis atau pun menghindar selamatkan lehernya. Satu-satunya jalan ialah mengalirkan dengan cepat seluruh tenaga dalamnya ke bagian pangkal leher itu untuk menolak totokan. Namun karena tenaga dalam Sepuluh Jari Kematian berada jauh di bawah Dewi Siluman, maka ketika totokan itu mendarat di pangkal lehernya, dengan serta merta sekujur tubuhnya menjadi kaku tegang tak bisa lagi digerakkan. Tapi mulut Sepuluh Jari Kematian masih bisa bersuara. Maka memakilah tokoh silat kawakan ini.
“Gadis keparat! Lekas bebaskan totokan ini! Kalau tidak kau akan menyesal seumur hidup!”
Dewi Siluman tertawa mengekeh.
“Tikus tua! Sudah tak ada daya masih bisa besarkan mulut! Kau minta dilepaskan totokan?
Baik! Tapi rasakan dulu ini!”
Tangan kanan Dewi Siluman bergerak.
“Plaaak!”
Tamparan yang keras mendarat di pipi Sepuluh Jari Kematian. Tokoh silat itu meraung kesakitan. Dua buah giginya tanggal dan melompat dari mulutnya. Bibirnya pecah berdarah.
Pemandangannya gelap. Sesaat kemudian tubuhnya limbung dan tergelimpang ke lantai.
Dewi Siluman menyeringai. Dia berpaling pada kedua orang anak buahnya dan memerintah.
“Seret babi tua ini ke Ruang Penyiksaan!”
Dua gadis baju biru segera bergerak untuk laksanakan tugas sang Dewi. Namun belum lagi keduanya menyentuh tubuh Sepuluh Jari kematian tiba-tiba pintu Ruangan Putih terpentang lebar dan dua manusia aneh menerobos ke dalam.
Terkejutlah Dewi Siluman dan kedua anak buahnya.
Begitu sang Dewi kenali dua manusia aneh ini dia segera membentak. “Tiga Aneh Gila!
Bagaimana kalian bisa sampai ke sini?! Apakah sudah bosan hidup?!”
Kedua manusia itu saling pandang satu sama lain lalu tertawa gelak-gelak sambil melompat lompat seperti anak kecil.
“Manusia-manusia gila keblinger! Nama besarmu memang pernah kudengar! Setahuku kalian berjumlah tiga orang? Mana kambratmu yang satu lagi, biar aku sekaligus dengan lekas mengirim kalian menghadap penunggu neraka!”
Dua manusia aneh itu jingkrat-jingkratan lagi dan tertawa gelak-gelak hingga mata mereka menjadi berair. Yang satu tiba-tiba hentikan tertawanya dan menepuk bahu kawannya, lalu berkata.
“Baju Gombrong! Diamlah! Apa kau tidak dengar si jelita itu tanyakan kawan kita yang satu lagi?!”
“Ah… ah… ah!” kata manusia aneh yang dipanggilkan Baju Gombrong itu, “Biar aku panggilkan dia. Dewi Siluman, kau tunggulah sebentar, kambratku yang kau tanyakan itu ada membawa oleh-oleh untukmu!”
Habis berkata begitu Baju Gombrong keluarkan suara bersiul. Maka dari pintu yang terpentang lebar itu masuklah seorang aneh yang berpakaian cabik-cabik. Yang mengejutkan Dewi Siluman serta anak-anak buahnya ialah ketika menyaksikan bagaimana pada bahunya manusia ini membawa dua orang anak buahnya yang saat itu tidak bernyawa lagi karena leher mereka terkulai patah akibat dipelintir kepalanya.
Manusia aneh yang ketiga ini tertawa gelak-gelak sewaktu melihat Dewi Siluman.
“Dewi Siluman, rupanya kau begitu tak sabar tanyakan aku! Ini aku datang dan bawa oleh oleh buatmu!” Serentak dengan itu manusia ini gerakkan tubuhnya dengan perlahan dan tahu-tahu dua orang anak buah Dewi Siluman yang berada di bahunya berpelantingan ke kiri kanan, menghantam dinding dan mental kembali, jatuh tepat di hadapan Dewi Siluman.
Jelas terdengar suara geraham-geraham Dewi Siluman bergemelatukan karena amarah yang amat sangat.
“Dewi Cantik!” kata Baju Rombeng, “Menyesal sekali kami terpaksa lepaskan tangan jahat pada dua orang anak buahmu. Kami tengah keluyuran di kaki bukit sana, tahu-tahu mereka menyerang. Kawan-kawan, bukankah begitu ceritanya?!”
Ketiga manusia aneh itu kemudian tertawa gelak-gelak ramai sekali dan tak lupa mereka dalam tertawa itu melonjak-lonjak seperti tadi.
“Dua anak buahmu itu inginkan nyawa kami! Padahal mereka cukup pantas untuk jadi….” Si Baju Rombeng tak teruskan ucapannya karena saat itu kembali dia tertawa lagi.
“Dan sewaktu kami sampai di sini, nyatanya kejahatanmu tiada beda dengan kami….” Si Baju Rombeng memandang pada sosok tubuh Sepuluh Jari Kematian yang menggeletak pingsan, lalu geleng-gelengkan kepala. “Tamparan yang hebat,” katanya.
Dua orang anak buah Dewi Siluman yang ada di ruangan itu mula-mula terkesiap saksikan dua kawan mereka yang dilemparkan tanpa nyawa, tapi kini tak dapat lagi menahan kemarahan mereka dan melompat ke muka.
“Dewi! Izinkan kami merampas nyawa anjing-anjing buruk ini!”
“Tangkap mereka hidup-hidup! Sebelum mampus mereka musti disiksa dulu!” teriak Dewi Siluman.
Maka dua orang gadis baju biru itu segera menyerbu ke muka. Tiga manusia yang diserang anehnya melihat serangan ini malah tertawa gelak-gelak dan jingkrat-jingkratan. Dan lebih aneh lagi begitu mereka gerakkan tangan kiri mereka maka tegang kakulah kedua anak buah Dewi Siluman itu. Ternyata ketiganya telah lepaskan totokan jarak jauh yang lihai luar biasa. Dan ini membuat sang Dewi terkejut bukan main. Melihat kelihaian ketiga manusia ini Dewi Siluman tidak mau bertindak sembrono. Jika dua orang anak buahnya sanggup ditamatkan riwayat mereka dan dua orang lagi dibuat tak berdaya di muka hidungnya maka tiga manusia itu sudah tentu mengandalkan ilmu yang tinggi sekali.
Siapakah ketiga manusia itu?
Orang yang masuk pertama ke dalam Ruangan Putih itu ialah seorang yang bermata besar juling berbadan katai. Bajunya sangat besar hingga kegombrangan di badannya yang pendek kecil itu. Karena pakaiannya yang gombrong inilah maka di duia persilatan dia dikenal dengan julukan Baju Gombrong.
Yang kedua juga bertubuh kecil pendek. Kepalanya botak penuh kudis yang baunya busuk.
Pakaiannya penuh tambalan-tambalan. Karena itulah di dunia persilatan dia dikenal dengan gelar Baju Tambalan.
Manusia aneh ketiga yang masuk paling akhir dengan membawa mayat dua orang anak buah Dewi Siluman juga berbadan katai. Rambutnya yang hitam berkilat diikat kuncir ke atas. Karena seumur hidupnya dia selalu mengenakan pakaian robek-robek dan cabik tak karuan maka di rimba persilatan dia dikenal dengan julukan Baju Rombeng.
Sejak lima tahun yang lalu ketiga manusia ini telah bergabung dalam satu kelompok. Karena kesemua mereka mempunyai penyakit kurang ingatan alias gila maka kelompok mereka itu dinamakan Tiga Aneh Gila. Meski mereka gila namun hati mereka polos jujur dan suka berbuat baik di mana-mana. Ketiganya pernah melabrak beberapa tokoh-tokoh silat golongan hitam.
Dengan sendirinya dimusuhi oleh golongan hitam. Beberapa tokoh silat dan satu perguruan silat golongan hitam pernah coba membuat perhitungan dengan mereka. Namun Tiga Aneh Gila menyapu lawan-lawan mereka itu.
Satu bulan yang lewat dalam petualangan mereka ketiganya telah mendengar tentang keganasan Dewi Siluman di Pulau Madura. Sebagai tiga tokoh silat yang tak suka melihat kejahatan dan kekejaman maka Tiga Aneh Gila segera berangkat ke Pulau Madura. Dalam mencari-cari di mana letak sarangnya Dewi Siluman, dua orang anak buah Dewi Siluman memergoki mereka.
Tiga Aneh Gila mulanya menegur dengan baik-baik dan menanya di mana letak tempat Dewi Siluman pada kedua gadis itu. Anak-anak buah Dewi Siluman tentu saja merasa curiga. Tanpa banyak cerita keduanya segera menyerang Tiga Aneh Gila dengan jurus-jurus yang mematikan.
Ketiga manusia aneh itu jadi penasaran sekali. Setelah bertempur delapan jurus maka dua orang anak buah Dewi Siluman berhasil mereka tangkap hidup-hidup. Namun salah seorang dari mereka yaitu Baju Rombeng merasa kasihan dan atas perintahnya kedua gadis itu dilepaskan kembali. Tapi apa lacur, begitu dilepas segera dua orang anak buah Dewi Siluman ini menyerang lagi dengan lebih ganas. Maka Tiga Aneh Gila kali ini tak memberi hati lagi. Dalam empat jurus saja maka kedua orang anak buah Dewi Siluman terpaksa pasrahkan jiwa kepada mereka.
Dengan muka membesi menahan kegeraman. Dewi Siluman memandang ketiga manusia katai di depannya lalu buka mulut. Ucapannya setengah mendesis. “Dengan datang kemari dan pembunuhan atas kedua orang anak buahku, berarti kalian telah menentukan kematian sendiri Tiga Aneh Gila!”
Tiga Aneh Gila kembali tertawa gelak-gelak. Tidak lupa pula mereka berloncat-loncatan.
“Namun demikian,” melanjutkan Dewi Siluman. “Masih ada keampunan bagi kalian jika kalian bersedia menjadi pembantu-pembantuku dan ikut segala perintah!”
“Ah!” menyahuti Baju Gombrong.”Kedatangan kami ke sini justru untuk meminta kau menjadi pembantu kami bertiga!” Dan Baju Gombrong bersama dua kawannya kemudian tertawa kembali.
Dengan menekan kemarahannya Dewi Siluman bertanya. “Apa maksud kalian sebenarnya?!”
“Masakan kau tidak tahu,” jawab Baju Rombeng. “Kau cocok sekali untuk menjadi utusan kami ke neraka!”
“Dan sekalian tolong menyampaikan salam kami bertiga pada setan-setan neraka!”
menimpali Baju Tambalan. Tiga Aneh Gila lalu tertawa lagi.
Dewi Siluman menggerendeng. “Kalian bertiga memang pantas untuk jadi puntung neraka!”
Serentak dengan itu Dewi Siluman bersuit nyaring. Maka empat buah dinding membuka dan sepuluh gadis berbaju biru membanjiri Ruangan Putih itu.
“Tangkap tiga orang gila kesasar ini?” perintah Dewi Siluman.
Maka kesepuluh gadis baju biru itu segera keluarkan jala sutera mereka kemudian dengan serentak menyerbu Tiga Aneh Gila. Sepuluh jala mengembang mengurung mereka. Tiga Aneh Gila hentikan tertawa mereka dan ganti dengan suara berteriak-teriak tak karuan memekakkan telinga sedang tubuh mereka berlompatan kian kemari. Lompatan-lompatan ini kelihatannya juga tidak karuan, acak-acakan. Tapi anehnya gerakan mereka menimbulkan angin yang luar biasa dahsyatnya.
Demikian dahsyatnya sehingga tebaran jala sutera biru sepuluh anak buah Dewi Siluman laksana terbendung. Kesepuluh gadis itu amat terkejut. Selama ini tak pernah mereka mengeroyok sepuluh seorang atau beberapa orang lawan. Selama ini tak satu kehebatan pun yang dapat melepaskan diri dari jala-jala sutera mereka. Tapi sekali ini benar-benar mereka dibikin bingung oleh jurus-jurus aneh yang acak-acakan yang dikeluarkan tiga orang manusia katai itu. Lima jurus berlalu, sepuluh anak buah Dewi Siluman malah kini kena didesak Tiga Aneh Gila.
Melihat ini Dewi Siluman segera berseru.
“Bentuk Barisan Seratus Siluman Keluar Dari Sarangnya!”
Mendengar seruan sang Dewi, sepuluh gadis baju biru itu undurkan diri ke tepi kalangan.
Kemudian dengan tiba-tiba sekali kesepuluhnya menyerbu ke muka. Masing-masing keluarkan suara berteriak mengerikan. Jala sutera biru kini digulung dan dibuat sebagai senjata penggebuk.
Serangan mereka ini benar-benar tak ubahnya seperti seratus siluman ke luar dari sarangnya. Dalam waktu yang sangat singkat kesepuluh gadis baju biru sudah mengurung Tiga Aneh Gila dengan rapat dan dalam satu jurus di muka mereka mendesak ketiga manusia katai itu dengan hebat.
Tiga Aneh Gila yang melihat bahaya besar ini tidak tinggal diam. Mereka berkelebat cepat dan rubah permainan silat mereka. Dari mulut mereka tidak pula henti-hentinya terdengar suara teriakan yang sekali-sekali diselingi oleh tertawa haha-hihi sehingga Ruangan Putih itu menjadi hiruk pikuk dan laksana dilanda lindu.
Lima jurus berlalu. Seorang anak buah Dewi Siluman menjerit dan mental ke luar kalangan pertempuran, rubuh muntah darah. Kemudian menyusul lagi korban yang kedua. Marahlah Dewi Siluman melihat hal ini.
“Anak-anak, kalian semua mundurlah!” seru Dewi Siluman.
Maka delapan gadis baju biru segera turut perintah dan keluar dari kalangan pertempuran.
Tiga Aneh Gila tertawa gelak-gelak dan jingkrat-jingkratan.
“Kadal-kadal betina beginikah yang hendak merajai dunia persilatan?!” ejek Baju Gombrong yang bermata juling.
“Bagusnya biangnya saja yang maju!” menimpali Baju Tambalan seraya garuk-garuk kepalanya yang gatal penuh kudis busuk.
Dewi Siluman kertakkan geraham. Dia berpaling pada delapan muridnya yang masih hidup.
“Kurung yang rapat! Setan-setan buruk ini tidak boleh satu pun yang lepas!”
Tiga Aneh Gila tertawa berkakakkan.
“Siluman berteriak setan!” ujar Baju Rombeng. “Aku jadi ingat pada pencuri yang berteriak maling!”
“Cukup!” bentak Dewi Siluman menggeledek. Air mukanya yang jelita benar-benar menunjukkan kebengisan dan kekejaman yang mengerikan kini. “Kalian boleh keluarkan seluruh ilmu simpanan! Tapi dalam tiga jurus kalian akan kutangkap hidup-hidup!”
“Kecap!” teriak Baju Tambalan dan bersama dua kawannya dia tertawa kembali gelak-gelak.
Dewi Siluman loloskan kalung tengkorak kecil dari lehernya dan memegang benda itu di tangan kanan.
“Kalian lihat tengkorak ini?!”
“Kami masih belum buta!” jawab Baju Rombeng
“Tentu saja! Kalian memang belum buta! Tapi apa kalian tahu bahwa jika kalian sudah mampus, tengkorak-tengkorak kalian akan dimasukkan ke dalam dapur penggodok, dibikin kecil ciut macam begini untuk jadi kalung anak-anak buahku?!”
“Ah, hebat sekali!” seru Baju Gombrong. “Tapi apakah kau juga tahu kalau kau mampus daging tubuhmu akan kami suruh gerogoti oleh anak-anak buahmu sendiri agar kau dan mereka benar-benar jadi siluman?!”
Tiga Aneh Gila tertawa membahak.
Dewi Siluman tak dapat menahan diri lagi. Tangan kirinya menyelinap ke balik jubah untuk mengeluarkan sebuah jala biru yang terbuat dari sutera yang sangat halus laksana jaring laba-laba.
Sambil putar-putar kalung bermata tengkorak di tangan kanannya Dewi Siluman maju mendekati Tiga Aneh Gila. Tiga Aneh Gila sambil terus tertawa-tawa, secara acuh tak acuh melangkah berpencar dan diam-diam sudah mengurung sang Dewi dari tiga jurusan.
***
Begitu lima jari menjentik maka lima larik sinar hitam yang menggidikkan menderu dengan amat panasnya ke arah lima bagian tubuh Dewi Siluman.
Yang diserang keluarkan suara mendengus yang disusul dengan bentakan nyaring. “Tua bangka edan! Apakah tidak tahu tingginya gunung dalamnya lautan?!”
Tubuh Dewi Siluman kelihatan bergerak. Gerakan yang dibuatnya ini cepat luar biasa, benar-benar laksana siluman berkelebat. Detik itu pula tubuhnya lenyap dari hadapan Sepuluh Jari Kematian. Lima larik sinar hitam yang menyerangnya menderu menghantam dinding ruangan.
Ruangan itu bergoncang seperti dilanda lindu. Dinding yang putih di sebelah sana kelihatan hitam hangus dan mengeluarkan kepulan asap.
Dua orang pengiring Dewi Siluman yang ada di ruangan itu berseru nyaring dan berkelebat cepat.
“Dewi!” teriak salah seorang dari mereka. “Bangsat tua hina dina ini biar kami yang bereskan!”
“Kalian tetap di tempat!” perintah Dewi Siluman. Tubuhnya melesat laksana kilat dan tahutahu dua jari tangan kanannya menotok ke urat besar di pangkal leher sebelah kiri Sepuluh Jari Kematian. Demikian cepatnya totokan ini sehingga tokoh silat tua itu tak sempat menangkis atau pun menghindar selamatkan lehernya. Satu-satunya jalan ialah mengalirkan dengan cepat seluruh tenaga dalamnya ke bagian pangkal leher itu untuk menolak totokan. Namun karena tenaga dalam Sepuluh Jari Kematian berada jauh di bawah Dewi Siluman, maka ketika totokan itu mendarat di pangkal lehernya, dengan serta merta sekujur tubuhnya menjadi kaku tegang tak bisa lagi digerakkan. Tapi mulut Sepuluh Jari Kematian masih bisa bersuara. Maka memakilah tokoh silat kawakan ini.
“Gadis keparat! Lekas bebaskan totokan ini! Kalau tidak kau akan menyesal seumur hidup!”
Dewi Siluman tertawa mengekeh.
“Tikus tua! Sudah tak ada daya masih bisa besarkan mulut! Kau minta dilepaskan totokan?
Baik! Tapi rasakan dulu ini!”
Tangan kanan Dewi Siluman bergerak.
“Plaaak!”
Tamparan yang keras mendarat di pipi Sepuluh Jari Kematian. Tokoh silat itu meraung kesakitan. Dua buah giginya tanggal dan melompat dari mulutnya. Bibirnya pecah berdarah.
Pemandangannya gelap. Sesaat kemudian tubuhnya limbung dan tergelimpang ke lantai.
Dewi Siluman menyeringai. Dia berpaling pada kedua orang anak buahnya dan memerintah.
“Seret babi tua ini ke Ruang Penyiksaan!”
Dua gadis baju biru segera bergerak untuk laksanakan tugas sang Dewi. Namun belum lagi keduanya menyentuh tubuh Sepuluh Jari kematian tiba-tiba pintu Ruangan Putih terpentang lebar dan dua manusia aneh menerobos ke dalam.
Terkejutlah Dewi Siluman dan kedua anak buahnya.
Begitu sang Dewi kenali dua manusia aneh ini dia segera membentak. “Tiga Aneh Gila!
Bagaimana kalian bisa sampai ke sini?! Apakah sudah bosan hidup?!”
Kedua manusia itu saling pandang satu sama lain lalu tertawa gelak-gelak sambil melompat lompat seperti anak kecil.
“Manusia-manusia gila keblinger! Nama besarmu memang pernah kudengar! Setahuku kalian berjumlah tiga orang? Mana kambratmu yang satu lagi, biar aku sekaligus dengan lekas mengirim kalian menghadap penunggu neraka!”
Dua manusia aneh itu jingkrat-jingkratan lagi dan tertawa gelak-gelak hingga mata mereka menjadi berair. Yang satu tiba-tiba hentikan tertawanya dan menepuk bahu kawannya, lalu berkata.
“Baju Gombrong! Diamlah! Apa kau tidak dengar si jelita itu tanyakan kawan kita yang satu lagi?!”
“Ah… ah… ah!” kata manusia aneh yang dipanggilkan Baju Gombrong itu, “Biar aku panggilkan dia. Dewi Siluman, kau tunggulah sebentar, kambratku yang kau tanyakan itu ada membawa oleh-oleh untukmu!”
Habis berkata begitu Baju Gombrong keluarkan suara bersiul. Maka dari pintu yang terpentang lebar itu masuklah seorang aneh yang berpakaian cabik-cabik. Yang mengejutkan Dewi Siluman serta anak-anak buahnya ialah ketika menyaksikan bagaimana pada bahunya manusia ini membawa dua orang anak buahnya yang saat itu tidak bernyawa lagi karena leher mereka terkulai patah akibat dipelintir kepalanya.
Manusia aneh yang ketiga ini tertawa gelak-gelak sewaktu melihat Dewi Siluman.
“Dewi Siluman, rupanya kau begitu tak sabar tanyakan aku! Ini aku datang dan bawa oleh oleh buatmu!” Serentak dengan itu manusia ini gerakkan tubuhnya dengan perlahan dan tahu-tahu dua orang anak buah Dewi Siluman yang berada di bahunya berpelantingan ke kiri kanan, menghantam dinding dan mental kembali, jatuh tepat di hadapan Dewi Siluman.
Jelas terdengar suara geraham-geraham Dewi Siluman bergemelatukan karena amarah yang amat sangat.
“Dewi Cantik!” kata Baju Rombeng, “Menyesal sekali kami terpaksa lepaskan tangan jahat pada dua orang anak buahmu. Kami tengah keluyuran di kaki bukit sana, tahu-tahu mereka menyerang. Kawan-kawan, bukankah begitu ceritanya?!”
Ketiga manusia aneh itu kemudian tertawa gelak-gelak ramai sekali dan tak lupa mereka dalam tertawa itu melonjak-lonjak seperti tadi.
“Dua anak buahmu itu inginkan nyawa kami! Padahal mereka cukup pantas untuk jadi….” Si Baju Rombeng tak teruskan ucapannya karena saat itu kembali dia tertawa lagi.
“Dan sewaktu kami sampai di sini, nyatanya kejahatanmu tiada beda dengan kami….” Si Baju Rombeng memandang pada sosok tubuh Sepuluh Jari Kematian yang menggeletak pingsan, lalu geleng-gelengkan kepala. “Tamparan yang hebat,” katanya.
Dua orang anak buah Dewi Siluman yang ada di ruangan itu mula-mula terkesiap saksikan dua kawan mereka yang dilemparkan tanpa nyawa, tapi kini tak dapat lagi menahan kemarahan mereka dan melompat ke muka.
“Dewi! Izinkan kami merampas nyawa anjing-anjing buruk ini!”
“Tangkap mereka hidup-hidup! Sebelum mampus mereka musti disiksa dulu!” teriak Dewi Siluman.
Maka dua orang gadis baju biru itu segera menyerbu ke muka. Tiga manusia yang diserang anehnya melihat serangan ini malah tertawa gelak-gelak dan jingkrat-jingkratan. Dan lebih aneh lagi begitu mereka gerakkan tangan kiri mereka maka tegang kakulah kedua anak buah Dewi Siluman itu. Ternyata ketiganya telah lepaskan totokan jarak jauh yang lihai luar biasa. Dan ini membuat sang Dewi terkejut bukan main. Melihat kelihaian ketiga manusia ini Dewi Siluman tidak mau bertindak sembrono. Jika dua orang anak buahnya sanggup ditamatkan riwayat mereka dan dua orang lagi dibuat tak berdaya di muka hidungnya maka tiga manusia itu sudah tentu mengandalkan ilmu yang tinggi sekali.
Siapakah ketiga manusia itu?
Orang yang masuk pertama ke dalam Ruangan Putih itu ialah seorang yang bermata besar juling berbadan katai. Bajunya sangat besar hingga kegombrangan di badannya yang pendek kecil itu. Karena pakaiannya yang gombrong inilah maka di duia persilatan dia dikenal dengan julukan Baju Gombrong.
Yang kedua juga bertubuh kecil pendek. Kepalanya botak penuh kudis yang baunya busuk.
Pakaiannya penuh tambalan-tambalan. Karena itulah di dunia persilatan dia dikenal dengan gelar Baju Tambalan.
Manusia aneh ketiga yang masuk paling akhir dengan membawa mayat dua orang anak buah Dewi Siluman juga berbadan katai. Rambutnya yang hitam berkilat diikat kuncir ke atas. Karena seumur hidupnya dia selalu mengenakan pakaian robek-robek dan cabik tak karuan maka di rimba persilatan dia dikenal dengan julukan Baju Rombeng.
Sejak lima tahun yang lalu ketiga manusia ini telah bergabung dalam satu kelompok. Karena kesemua mereka mempunyai penyakit kurang ingatan alias gila maka kelompok mereka itu dinamakan Tiga Aneh Gila. Meski mereka gila namun hati mereka polos jujur dan suka berbuat baik di mana-mana. Ketiganya pernah melabrak beberapa tokoh-tokoh silat golongan hitam.
Dengan sendirinya dimusuhi oleh golongan hitam. Beberapa tokoh silat dan satu perguruan silat golongan hitam pernah coba membuat perhitungan dengan mereka. Namun Tiga Aneh Gila menyapu lawan-lawan mereka itu.
Satu bulan yang lewat dalam petualangan mereka ketiganya telah mendengar tentang keganasan Dewi Siluman di Pulau Madura. Sebagai tiga tokoh silat yang tak suka melihat kejahatan dan kekejaman maka Tiga Aneh Gila segera berangkat ke Pulau Madura. Dalam mencari-cari di mana letak sarangnya Dewi Siluman, dua orang anak buah Dewi Siluman memergoki mereka.
Tiga Aneh Gila mulanya menegur dengan baik-baik dan menanya di mana letak tempat Dewi Siluman pada kedua gadis itu. Anak-anak buah Dewi Siluman tentu saja merasa curiga. Tanpa banyak cerita keduanya segera menyerang Tiga Aneh Gila dengan jurus-jurus yang mematikan.
Ketiga manusia aneh itu jadi penasaran sekali. Setelah bertempur delapan jurus maka dua orang anak buah Dewi Siluman berhasil mereka tangkap hidup-hidup. Namun salah seorang dari mereka yaitu Baju Rombeng merasa kasihan dan atas perintahnya kedua gadis itu dilepaskan kembali. Tapi apa lacur, begitu dilepas segera dua orang anak buah Dewi Siluman ini menyerang lagi dengan lebih ganas. Maka Tiga Aneh Gila kali ini tak memberi hati lagi. Dalam empat jurus saja maka kedua orang anak buah Dewi Siluman terpaksa pasrahkan jiwa kepada mereka.
Dengan muka membesi menahan kegeraman. Dewi Siluman memandang ketiga manusia katai di depannya lalu buka mulut. Ucapannya setengah mendesis. “Dengan datang kemari dan pembunuhan atas kedua orang anak buahku, berarti kalian telah menentukan kematian sendiri Tiga Aneh Gila!”
Tiga Aneh Gila kembali tertawa gelak-gelak. Tidak lupa pula mereka berloncat-loncatan.
“Namun demikian,” melanjutkan Dewi Siluman. “Masih ada keampunan bagi kalian jika kalian bersedia menjadi pembantu-pembantuku dan ikut segala perintah!”
“Ah!” menyahuti Baju Gombrong.”Kedatangan kami ke sini justru untuk meminta kau menjadi pembantu kami bertiga!” Dan Baju Gombrong bersama dua kawannya kemudian tertawa kembali.
Dengan menekan kemarahannya Dewi Siluman bertanya. “Apa maksud kalian sebenarnya?!”
“Masakan kau tidak tahu,” jawab Baju Rombeng. “Kau cocok sekali untuk menjadi utusan kami ke neraka!”
“Dan sekalian tolong menyampaikan salam kami bertiga pada setan-setan neraka!”
menimpali Baju Tambalan. Tiga Aneh Gila lalu tertawa lagi.
Dewi Siluman menggerendeng. “Kalian bertiga memang pantas untuk jadi puntung neraka!”
Serentak dengan itu Dewi Siluman bersuit nyaring. Maka empat buah dinding membuka dan sepuluh gadis berbaju biru membanjiri Ruangan Putih itu.
“Tangkap tiga orang gila kesasar ini?” perintah Dewi Siluman.
Maka kesepuluh gadis baju biru itu segera keluarkan jala sutera mereka kemudian dengan serentak menyerbu Tiga Aneh Gila. Sepuluh jala mengembang mengurung mereka. Tiga Aneh Gila hentikan tertawa mereka dan ganti dengan suara berteriak-teriak tak karuan memekakkan telinga sedang tubuh mereka berlompatan kian kemari. Lompatan-lompatan ini kelihatannya juga tidak karuan, acak-acakan. Tapi anehnya gerakan mereka menimbulkan angin yang luar biasa dahsyatnya.
Demikian dahsyatnya sehingga tebaran jala sutera biru sepuluh anak buah Dewi Siluman laksana terbendung. Kesepuluh gadis itu amat terkejut. Selama ini tak pernah mereka mengeroyok sepuluh seorang atau beberapa orang lawan. Selama ini tak satu kehebatan pun yang dapat melepaskan diri dari jala-jala sutera mereka. Tapi sekali ini benar-benar mereka dibikin bingung oleh jurus-jurus aneh yang acak-acakan yang dikeluarkan tiga orang manusia katai itu. Lima jurus berlalu, sepuluh anak buah Dewi Siluman malah kini kena didesak Tiga Aneh Gila.
Melihat ini Dewi Siluman segera berseru.
“Bentuk Barisan Seratus Siluman Keluar Dari Sarangnya!”
Mendengar seruan sang Dewi, sepuluh gadis baju biru itu undurkan diri ke tepi kalangan.
Kemudian dengan tiba-tiba sekali kesepuluhnya menyerbu ke muka. Masing-masing keluarkan suara berteriak mengerikan. Jala sutera biru kini digulung dan dibuat sebagai senjata penggebuk.
Serangan mereka ini benar-benar tak ubahnya seperti seratus siluman ke luar dari sarangnya. Dalam waktu yang sangat singkat kesepuluh gadis baju biru sudah mengurung Tiga Aneh Gila dengan rapat dan dalam satu jurus di muka mereka mendesak ketiga manusia katai itu dengan hebat.
Tiga Aneh Gila yang melihat bahaya besar ini tidak tinggal diam. Mereka berkelebat cepat dan rubah permainan silat mereka. Dari mulut mereka tidak pula henti-hentinya terdengar suara teriakan yang sekali-sekali diselingi oleh tertawa haha-hihi sehingga Ruangan Putih itu menjadi hiruk pikuk dan laksana dilanda lindu.
Lima jurus berlalu. Seorang anak buah Dewi Siluman menjerit dan mental ke luar kalangan pertempuran, rubuh muntah darah. Kemudian menyusul lagi korban yang kedua. Marahlah Dewi Siluman melihat hal ini.
“Anak-anak, kalian semua mundurlah!” seru Dewi Siluman.
Maka delapan gadis baju biru segera turut perintah dan keluar dari kalangan pertempuran.
Tiga Aneh Gila tertawa gelak-gelak dan jingkrat-jingkratan.
“Kadal-kadal betina beginikah yang hendak merajai dunia persilatan?!” ejek Baju Gombrong yang bermata juling.
“Bagusnya biangnya saja yang maju!” menimpali Baju Tambalan seraya garuk-garuk kepalanya yang gatal penuh kudis busuk.
Dewi Siluman kertakkan geraham. Dia berpaling pada delapan muridnya yang masih hidup.
“Kurung yang rapat! Setan-setan buruk ini tidak boleh satu pun yang lepas!”
Tiga Aneh Gila tertawa berkakakkan.
“Siluman berteriak setan!” ujar Baju Rombeng. “Aku jadi ingat pada pencuri yang berteriak maling!”
“Cukup!” bentak Dewi Siluman menggeledek. Air mukanya yang jelita benar-benar menunjukkan kebengisan dan kekejaman yang mengerikan kini. “Kalian boleh keluarkan seluruh ilmu simpanan! Tapi dalam tiga jurus kalian akan kutangkap hidup-hidup!”
“Kecap!” teriak Baju Tambalan dan bersama dua kawannya dia tertawa kembali gelak-gelak.
Dewi Siluman loloskan kalung tengkorak kecil dari lehernya dan memegang benda itu di tangan kanan.
“Kalian lihat tengkorak ini?!”
“Kami masih belum buta!” jawab Baju Rombeng
“Tentu saja! Kalian memang belum buta! Tapi apa kalian tahu bahwa jika kalian sudah mampus, tengkorak-tengkorak kalian akan dimasukkan ke dalam dapur penggodok, dibikin kecil ciut macam begini untuk jadi kalung anak-anak buahku?!”
“Ah, hebat sekali!” seru Baju Gombrong. “Tapi apakah kau juga tahu kalau kau mampus daging tubuhmu akan kami suruh gerogoti oleh anak-anak buahmu sendiri agar kau dan mereka benar-benar jadi siluman?!”
Tiga Aneh Gila tertawa membahak.
Dewi Siluman tak dapat menahan diri lagi. Tangan kirinya menyelinap ke balik jubah untuk mengeluarkan sebuah jala biru yang terbuat dari sutera yang sangat halus laksana jaring laba-laba.
Sambil putar-putar kalung bermata tengkorak di tangan kanannya Dewi Siluman maju mendekati Tiga Aneh Gila. Tiga Aneh Gila sambil terus tertawa-tawa, secara acuh tak acuh melangkah berpencar dan diam-diam sudah mengurung sang Dewi dari tiga jurusan.
***
Next ...
Bab 8
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245
Bab 8
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245
0 Response to "Dewi Siluman Bukit Tunggul Bab 7"
Posting Komentar