Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga Bab 13

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 006
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
TIGA BELAS
Gadis berbaju kuning ringkas itu menghentikan larinya di tepi kali berair jernih dengan batu-batu besar di tengah-tengahnya bertebaran laksana pulau-pulau kecil. Disibakkannya rambutnya yang mengurai di kening dan disekanya keringat yang membasahi kuduknya. Dihelanya nafas dalam, nafas yang ditarik dengan disertai rasa keputusasaan dan kegemasan!

Dua hari yang lalu dia sudah berhasil menemui jejak manusia yang dicarinya. Kemarin dia bahkan telah menguntit manusia itu tapi hari ini sesampainya di tepi kali itu, bayangan manusia yang dikejarnya kembali lenyap laksana ditelan bumi, laksana amblas masuk ke dalam kali!
Penuh letih akhirnya gadis ini dudukkan diri di tepi kali, di atas sebuah batu hitam. Dia memandang ke hulu sungai. Satu pemandangan yang indah untuk disaksikan. Sementara itu angin bertiup pula sepoi-sepoi basah. Di luar sepengetahuan gadis berbaju kuning ini, menyelam antara kelihatan dan tidak, berenang seekor ular kali sebesar lengan. Kaki-kaki si gadis yang berkulit putih mulus dan bagus, yang sebagiannya masuk ke dalam air, itulah yang telah menarik perhatian sang ular dan membuatnya segera berenang ke arah mangsanya ini!
Setengah langkah ular itu berada dari kedua kakinya, barulah si gadis sadar. Cepat dia tarik kedua kaki dari dalam air. Sang ular dengan ganas terus mengejar naik ke atas batu. Tapi nasibnya malang. Kali ini gadis baju kuning pergunakan kaki kirinya untuk menendang!
Binatang itu mencelat mental. Kepalanya hancur. Tubuhnya menggelepar-gelepar seketika lalu mati dan dihanyutkan arus sungai.
Gadis baju kuning itu berumur sekitar 19 tahun. Sepasang matanya bening dan jeli. Parasnya bujur telur dan ayu, tak membosankan untuk dipandang. Di atas sepasang matanya yang bening jeli itu berpeta dua buah alis laksana bulan sabit bagusnya!
Namun di balik keayunan paras itu, di belakang kejelitaan wajah itu samar-samar kelihatan satu rasa duka derita yang berpaut dengan rasa dendam kesumat!
Lima hari yang lalu dia masih berada di Goa Blabakan. Dan hari itu dia berhadap-hadapan dengan gurunya. “Empu, murid minta diizinkan untuk meninggalkan pertapaan untuk beberapa waktu…”
Empu Tumapel memandangi paras muridnya beberapa lama.
“Pelajaran yang kuberikan padamu masih belum selesai, Sekar,” berkata sang guru, “Kau ingat bahwa lima tahun lagi baru kau boleh meninggalkan Goa Blabakan ini?”
“Murid ingat, guru. Murid tidak lupa,” sahut Sekar. “Tapi kabar yang murid terima dari orang desa yang datang kemarin siang…. Guru tentu dapat memakluminya.”
Dan gadis itu menyeka air mata yang meleleh dipipinya. “Aku tidak mengajarkan kau menangis, Sekar! Aku mengajarkan kau ilmu silat, Ilmu kesaktian, ilmu bathin, Ilmu menguatkan jiwa, lahir dan bathin! Bukan Ilmu menangis!” Sekar seka lagi sisa-sisa air matanya dan hentikan tangis.
“Murid tahu, guru. Tapi guru juga musti maklum. Ayahku dibunuh. Ibuku dan adik perempuanku diperkosa lalu dibunuh! Dapatkah hati seorang perempuan menghadapi semua ini tanpa air mata? Dan karena peristiwa itulah murid minta izin kepada guru untuk meninggalkan pertapaan ini beberapa lamanya guna mencari manusia terkutuk itu!”
Empu Tumapel merenung dan setelah menghela nafas dalam diapun berkata, “Sekalipun kuizinkan padamu pergi, sekalipun kau bertemu dengan manusia itu, belum tentu kau berhasil menghadapinya Sekar. Belum tentu kau dapat membalaskan sakit hati dan dendam kesumatmu!”
‘°Murid tahu, manusia itu sakti luar biasa! Tapi demi menuntut kebenaran, demi arwah orang tua dan adikku, dengan doa restu guru serta pertolongan Tuhan, murid yakin murid akan sanggup menghadapinya! Tapi guru, apakah ilmu meskipun sakti luar biasa jika dipergunakan untuk kejahatan akan sanggup menghadapi kebenaran dan kekuatannya Tuhan?!”
Empu Tumapel yang berumur enam puluh tahun terdiam oleh ucapan muridnya itu.
“Kau akan mati percuma di tangan manusia itu, Sekar,” katanya setelah berdiam diri beberapa lama.
“Tidak, guru. Sekalipun aku mati, aku akan mati dengan puas. Puas karena aku telah membela keadilan, menghancurkan kejahatan. Aku akan mati syahid guru!”
“Baik… baiklah muridku,” kata Empu Tumapel. Dibelainya kepala muridnya itu. Dan dalam jubahnya dikeluarkan seuntai rantai baja yang panjangnya dua meter. Pada ujung rantai baja ini terdapat sebuah bola baja berduri. Keseluruhan senjata ini memancarkan sinar putih dan hawa dingin tanda senjata itu bukan senjata sembarangan.
“Kuizinkan kua pergi, Sekar. Dan bawalah senjata Rantai Petaka Bumi ini. Mudah-mudahan kau berhasil…”
Sekar berlutut di hadapan gurunya.
“Terima kasih guru… Terima kasih guru juga mempercayakan dan meminjamkan senjata ini padaku….”
Lamunan tentang saat lima hari itu serta merta buyar sewaktu dari hulu sungai Sekar, si gadis berbaju kuning, melihat sesosok bayangan putih berlari cepat di atas kali, hanya sekali-sekali kakinya menjejak batu-batu yang banyak bertebaran di atas kali.
Cepat Sekar berdiri dan menunggu penuh waspada. Orang yang berlari hentikan larinya dan berdiri di atas sebuah batu besar sejarak satu-dua meter di hadapan gadis itu.
“Eh, saudari, kau berada sendiri di tepi kali ini, ada apakah?!” Sekar menatap paras pemuda yang tampan itu. Sewaktu dia memperhatikan rambut gondrong yang menjela sampai ke bahu si pemuda, berdetak hatinya! Bukan tidak mustahil manusia ini adalah Pendekar Pemetik Bunga yang tengah dicarinya dan kini telah bertukar pakaian. Dia sendiri memang tidak pernah melihat jelas tampang Pendekar Terkutuk itu!
Menimbang begini. Sekar segera keluarkan “Rantai Petaka Bum!” dari balik pakaiannya, terus menyerang dengan ganas! Si pemuda terkejut!
“Gila betul! Ditanya baik-baik dijawab dengan serangan!” Cepat-cepat dia menghindar. Angin dingin menyambar tubuhnya sewaktu Rantai Petaka Bumi lewat di depan dadanya!
“Saudari, itu senjata sakti! Jangan dibuat main-main!”
“Tutup mulut! Justru dengan senjata inilah akan kuhancurkan kepalamu pemuda bejat!”
Si pemuda keluarkan siulan dan tertawa gelak-gelak. Inilah ciri-ciri khas dari pendekar yang tak asing lagi yaitu Wiro Sableng si Pendekar 212!
“Kenal belum, ketemupun baru kali ini sudah bisa menyumpahiku pemuda bejat! Kau mimpi atau apa?!”
“Keparat, terima kematianmu dalam tiga jurus!”
Sekar menyerang dengan dahsyat. Rantai Petaka Bumi menyapu dengan mengeluarkan suara dahsyat laksana halilintar, menebarkan angin laksana topan hingga air kali bermuncratan dan batu-batu kali yang tersambar bola baja berduri itu hancur berantakan!
“Saudari!” seru Wiro Sableng. “Kau ini main-main atau bagaimana?” Pemuda ini terpaksa jungkir balik di atas kali menghindari serangan senjata lawan yang dahsyat. Dan sebelum kedua kakinya menjejak disalah satu batu kali. Rantai Petaka Bumi itu sudah menyapu lagi ke arah kakinya!
“Hebat!” seru Wiro Sableng benar-benar kagum.
“Ya, hebat! Memang hebat! Sebentar lagi kepalamu akan dibikin hebat oleh bola baja berduri ini!” tukas Sekar.
Wiro Sableng terpaksa jungkir balik sekali lagi. Seorang yang memiliki ilmu mengentengi tubuh sempurna biasa saja pasti tak akan sanggup melakukan dua kali jungkir balik itu. Tapi Pendekar 212 ilmu mengentengi tubuhnya sudah lebih tinggi dari kesempurnaan!
Si gadis melihat serangannya melanda angin kosong jadi penasaran sekali. Saat itu jurus kedua. Tanpa tedeng aling-aling dia melompat ke muka lebih dekat pada si pemuda dan putar Rantai Petaka Bumi dengan jurus “Bumi Dilanda Lindu!”
Jurus ini memang hebat luar biasa, padahal si gadis baru mewarisi setengahnya saja dari gurunya! Karena tak ingin melawan dan karena tak mau membuat si gadis cilaka, lagi pula merasa tidak ada permusuhan apa-apa, maka Wiro Sableng sejak tadi hanya mengelak, sekalipun tak balas menyerang. Gesit sekali Pendekar dari Gunung Gede ini melompat ke tepi kali.
“Saudari harap tahan dulu seranganmu!”
“Jangan banyak rewel Pendekar Terkutuk Pemetik Bungai Kau tetap musti kubunuh! Arwah orang tua dan adikku tak akan tenang di alam baka sebelum nyawa anjingmu kurenggut dari tubuh keparatmu!” Lantas si gadis melompat pula ke tepi kali.
“Hai! Kalau begitu kau salah duga, gadis baju kuning!” kata Wiro Sableng pula. “Aku bukannya Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga!”
“Tak perlu dusta! Kau kira bisa selamat dengan jual mutut begitu rupa?!”
“Aku tidak dusta! Apa kau pernah lihat aku memetik bunga dan bunga apa? Bunga matahari atau bunga mawar atau….”
“Bunga bola baja kematianmu ini, laknat!” sentak Sekar. Dan kembali dia menyerang secara ganas.
Pendekar kita terpaksa mengelak lagi dan lompat ke cabang sebatang pohon.
“Kalau keliwat kesusu bisa tidak beres saudari. Aku masih belum habis bicara! Kuharap kau suka simpan itu senjata dan mari kita bicara baik-baik…”
Bukannya si gadis baju kuning simpan senjata meiainkan bola baja berduri itu diluncurkannya ke batang pohon di atas mana Wiro Sableng berada.
“Kraak!”
Batang pohon hancur dan tumbang. Pendekar 212 sendiri sudah lompat ke pohon yang lain!
Gemas sekali Sekar segera melompat ke pohon itu! Dan di atas cabang pohon yang tak seberapa besar itu maka kini terjadilah pertempuran yang seru! Namun Wiro Sableng tetap tidak mengadakan perlawanan atau balas menyerang. Ini membuat si gadis jadi penasaran.
“Ayo, pemuda keparat! Kenapa diam saja?! Apa nyalimu sudah lumer?! Keluarkan senjatamu!”
Lama-lama diserang gencar demikian rupa Wiro Sableng kewalahan juga. Dia Iompat ke bawah. Sekar sebatkan rantai baja ke pinggang si pemuda. Dengan gesit Wiro Sabieng mengelak kesamping lalu gerakkan tangan kanannya!
Sekar terpelanting dari cabang pohon akibat betotan Wiro Sableng pada rantai bajanya. Ketika dia turun ke tanah dengan jungkir balik, Rantai Petaka Bumi sudah berada di tangan Wiro Sableng!
“Kembalikan senjataku!” teriak Sekar.
Wiro Sableng tertawa dan bersiul-siul. Rantai baja yang panjangnya dua meter itu dililitkannya di pinggangnya. Lalu dengan bertolak pinggang dia berkata. “Silahkan ambil sendiri, nona manis!”
Tiada terkirakan geramnya murid Empu Tumapel itu. Tapi dasar bernyali besar, dengan tangan kosong dis menerkam ke muka dan lancarkan satu jurus aneh bernama “Kabut Pagi Menelan Embun.”
Jurus ini dilakukan dengan gerakan yang sangat cepat hingga waktu menyerang itu tubuh Sekar lenyap laksana kabut tipis! Tapi mata Pendekar Sakti 212 tak dapat ditipu. Betapapun cepatnya gerakan lawan namun dalam kelebatan itu masih sanggup dilihatnya bagaimana kedua tangan lawan terkembang hendak mencengkeram muka sedang sepasang kaki menendang ke dada dan ke selangkangan!
Murid Eyang Sinto Gendeng dari Gunung Gede itu dengan gerakan kilat miringkan tubuhnya ke samping. Sewaktu tumit lawan masih akan menyerempet pinggulnya dengan cepat di tangkapnya ujung kaki si gadis dan dibantingkan ke atas! Sekar jungkir balik di udara! tapi jatuhnya tetap berdiri! Hidung gadis ini kembang kempis. Mukanya merah kelam karena marah! Hatinya geram karena sadar tiada akan sanggup menghadapi pemuda yang sangat tinggi ilmu silatnya itu!
“Kau letih eh?!”
“Diam!” lengking Sekar.
“Saudari, dalam hidup ini, dalam segala hal manusia itu tidak boleh serba kesusu….”
“Jangan jual kentut!”
“Juga jangan suka lekas marah penasaran….”
“Diam!” teriak Sekar hingga suaranya menggema diseantero kali.
Si pemuda tertawa dan geleng-gelengkan kepala. Dia berpikir bagaimana caranya menghadapi gadis galak macam yang satu ini.
Tiba-tiba dia dapat akal.
“Saudari, kalau kau tetap keras kepala tak bisa bicara baik-baik aku akan pergi dari sini dan larikan senjatamu!”
“Ke ujung bumipun kau lari aku akan kejar!”
Wiro Sableng angkat bahu dan garuk-garuk kepala!
“Tak pernah aku ketemu gadis yang keras kepala dan tak mau mengerti macammu ini, saudari!”
“Kembalikan senjataku”
“Aku akan kembalikan. Tapi kalau kau pergunakan lagi untuk menyerangku…?”
“Kau tahu itu senjata milik, siapa?”
“Aku tidak tanya!”
Sekar memaki-maki!
“Kalau guruku Empu Tumapel tahu senjatanya dibuat main dan dihina, pasti nyawamu yang cuma selembar tak akan aman’“
“Heh… jadi kau muridnya Empu Tumapel?! Akh… orang tua itu adalah kawan main kelerengku sewaktu masih kecil. Dan kau tahu, dia suka main curang. He…. He… he…!”
Marahlah Sekar. Dia menyerbu dengan kerahkan seluruh bagian tenaga dalamnya ke lengan. Tapi kali ini Wiro Sableng tidak tinggal diam. Lebih cepat dari serangan si gadis baju kuning, lebih cepat pula sepasang jari telunjuknya menotok jalan darah di tubuh si gadis! Maka mematunglah Sekar, tapi telinga masih bisa mendengar dan mulut masih bisa bicara! Wiro Sablang tertawa cengar cengir.
“Sebetulnya aku tidak punya waktu banyak, tapi kau bikin perjalananku terhalang! Menyerang membabi buta tanpa alasan….”
“Diam! Lekas lepaskan totokan ini!”
“Sabar gadis manis! Kalau kau marah dan membentak begitu parasmu makin cantik, tahu…?!”
Wajah Sekar bersemu merah.
“Kau menyangka bahkan menuduh aku tetah membunuh orang tua serta adikmu! Apakah kau punya alasan? Punya bukti!”
Sekar diam.
“Kau bilang aku Pendekar Pemetik Bunga! Kau yakin betul?!”
Sekar tetap diam Wiro Sableng tertawa.
“Dengar saudari, semua tuduhanmu salah belaka! Justru aku tengah dalam perjalanan mencari manusia yang bergelar Pendekar Pemetik Bunga itu.”
“Kau dusta!” tukas Sekar.
“Terserah. Tapi aku tak punya waktu lama melayanimu! Pertumpahan darah akan segera terjadi di Biara Pensuci Jagat! Aku tak boleh terlambat!”
“Kembalikan dulu senjataku dan lepaskan totokan ini!” Wiro Sableng buka lilitan Rentai Petaka Bumi dari pinggangnya. Dilepaskannya totokan di tubuh Sekar lalu diserahkan rantai baja itu kepada si gadis kemudian segera balikkan tubuh.
“Tunggu!” seru Sekar.
Wiro Sableng hentikan langkah.
“Tadi kau bilang bahwa kau dalam perjalanan mencari Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga. Apa kau tahu di mana manusia itu berada…?”
“Tahu atau tidak tahu memangnya kenapa?!”
“Aku juga punya urusan yang harus diselesaikan dengan manusia bejat itu….”
“Ya, kau sudah bilang tadi. Jadi maksudmu mau sama-sama seperjalanan dengan aku heh?!”
Untuk kesekian kalinya paras si gadis jadi bersemu merah. “Kuharap kau jangan bicara keliwat kurang ajar, saudara!” bentak Sekar.
“Sudahlah, kita tak banyak waktu! Kalau mau sama-sama memburu itu manusia biang racun penimbul bahala, lekaslah!”
“Kau jalan duluan,” kata Sekar yang hatinya masih bimbang dan bercuriga terhadap si pemuda. Dia khawatir kalau Wiro Sableng adalah benar-benar Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga yang hendak menipunya.
“Tak perlu tanya! Jalanlah!”
Pendekar 212 bersiul dan pencongkan hidungnya. Sekali dia berkelebat maka tubuhnya sudah melompat lima tombak ke muka. Sekar tidak tinggal diam, segera pula dia kerahkan ilmu larinya untuk mengikuti Wiro Sableng.
***
Next ...
Bab 14

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245


 

0 Response to "Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga Bab 13"

Posting Komentar