Rahasia Lukisan Telanjang Bab 11

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 009
Rahasia Lukisan Telanjang
SEBELAS
DI PUNCAK Gunung Merapi. Sebuah panggung kayu jati yang diberi berukir-ukir serta hiasan gaba-gaba dikelilingi oleh sebuah panggung besar yang lebih rendah dan berbentuk lingkaran, mengelilingi panggung kayu jati tadi. Pada bagian sebeleh utara panggung berbentuk lingkaran terdapat sebuah podium. Di depan podium ini terletaklah sebuah pelaminan. Seorang pemuda berpakaian bagus duduk di pelaminan ini. Pakaiannya yang bagus, topi tingginya yang bertaburan berlian, segala apa yang dipakainya, semua itu tak dapat menyembunyikan parasnya yang buruk dan cekung. Dialah Sokananta, anak Ketua Perguruan Merapi, calon suami Permani! Tamu-tamu yang banyak hadir di situ rata-rata adalah orang-orang dunia persilatan dan beberapa di antara mereka merupakan tokoh-tokoh yang disegani! Sebentar lagi, pengantin perempuan akan dibawa naik ke atas podium dan upacara perkawinan segera akan dilangsungkan. Sementara menunggu munculnya sang pengantin maka Tunggul Manik bicara-bicara dengan calon besannya yaitu Bogananta, Ketua Perguruan Merapi. Bila upacara pernikahan selesai, para tamu akan dijamu makan minum dan sambil menyaksikan pertandingan-pertandingan silat yang sengaja diadakan sebagai kebiasaan di atas panggung besar kayu jati! Tiba-tiba terdengar suara tiupan seratus buah seruling. Dari sebuah bangunan keluarlah pengantin perempuan, diiringi oleh dayang-dayang. Semua mata yang memandang kepada sang pengantin ini tak satupun yang tak memuji kecantikan paras Permani! Dilihat kepada rupa memang ada juga di antara para tamu yang merasa kurang cocoknya kedua pengantin itu. Tapi memandang kepada nama besar Ketua Perguruan Merapi maka ketidakcocokan itu menjadi sirna. Siapa yang tak kenal dengan Bogananta? Siapa yang tak kenal dengan Sokananta yang berilmu tinggi?! Begitu pengantin perempuan menginjakkan kaki di atas panggung di depan podium maka pengantin laki-laki pun berdiri dan suara seruling berhenti. Serentak para hadirin pun berdiri pula. Upacara pernikahan segera akan dilangsungkan, dipimpin oleh seorang tua bernama Wararayan. Di kalangan dunia persilatan di masa itu Wararayan sangat terkenal dan telah puluhan kali memimpin upacara perkawinan. Siapa-siapa yang dinikahkan di bawah pimpinannya pastilah kedua mempelai akan hidup bahagia! Satu menit telah berlalu. Wararayan belum juga muncul. Para hadirin terutama Bogananta dan Manik Tunggul serta Sokananta kelihatan gelisah. Permani yang berdiri dengan menundukkan kepala juga tampak gelisah. Tapi apa yang digelisahkannya tidak sama dengan apa yang digelisahkan orang-orang di situ. Dia gelisah karena sampai saat itu orang yang hendak menolongnya belum juga kelihatan! Apakah pemuda itu tidak datang? Atau terlambat atau sesat di jalan? Atau mendapat celaka?! Telah lewat sepeminum teh. Para hadirin mulai berbisik-bisik. Rasa malu yang amat sangat membuat kulit muka Manik Tunggul merah laksana saga. Apalagi karena dialah yang bertanggung jawab mengatur kelancaran upacara pernikahan itu. Di lain pihak Bogananta juga kelihatan merah parasnya, tapi bukan karena malu melainkan merasa terhina! Dalam suasana tegang gelisah itu tiba-tiba dari balik sebuah batu karang besar di tepi kawah kelihatan muncul seorang berjubah biru. Manik Tunggul tersirap kaget. Jubah biru adalah pakaian yang biasa dikenakan oleh Wararayan! Apakah manusia ini Wararayan? Tapi kenapa dia muncul dari balik batu karang itu? Dan waktu diperhatikan langkah si jubah biru ini, terkejutlah Manik Tunggul serta para hadirin. Langkah si jubah biru demikian enteng, laksana kapas diterbangkan angin! Kemudian bila si jubah biru sudah berada dekat, maka tersiraplah darah Manik Tunggul dan semua orang. Si jubah biru ternyata bukan Wararayan! Tapi anehnya jubah yang dipakainya itu dikenali sekali oleh Manik Tunggul sebagai milik Wararayan? Apakah yang telah terjadi dengan Wararayan? Di mana orang tua itu berada dan siapa pula manusia yang datang ini?! Si jubah biru memiliki paras yang dilapisi dengan tanah liat. Rambutnya yang gondrong acak-acakkan diikat dengan robekan-robekan kain berbagai bentuk dan warna. Di tangan kirinya ada sebuah pecahan kaca rias bersudut runcing sedang di tangan kanannya menggenggam sebatang tombak pendek dari batu hitam yang banyak terdapat di sekitar kawah gunung. Si jubah biru langsung menuju ke podium. Anak-anak murid Perguruan Merapi dan Perguruan Garuda Sakti segera hendak turun tangan, tapi ketua masing-masing memberi isyarat. Semuanya mundur kembali namun dalam posisi mengurung si jubah biru. Akan tetapi Permani begitu dia melihat si jubah biru ini, meskipun parasnya kotor bercelemongan tanah liat dan rambut awut-awutan tak karuan, namun dia masih bisa mengenali. Si jubah biru ini bukan lain pemuda gagah yang dua hari lalu telah bicara dengan dia di dalam kamar penginapan, bukan lain orang yang diharapkannya sebagai tuan penolongnya! Hati dara ini lega sedikit. Tapi apaapaan dia berbuat macam orang gila begini rupa? Tiba-tiba si jubah biru alias Wiro Sableng alias Pendekar 212 keluarkan suara macam orang tua dan menggigil,
“Uh… uh… dinginnya! Dingin sekali!” Dan kedua tangannya didekapkan di dada sedang geraham-gerahamnya bergemeletukan persis macam orang kedinginan! Di samping itu karena suaranya sengaja dialiri tenaga dalam yang hebat, maka suaranya itu menggetarkan liang telinga para hadirin, menggetarkan lantai panggung yang mereka injak! Semua orang heran campur terkejut! Hari sepanas itu. Matahari bersinar terik. Bagaimana manusia satu ini menggigil begitu rupa dan bilang dingin?!
“Jubah biru!” bentak Manik Tunggul.
“Manusia atau setankah kau?!”
“Hai… aku bicara soal dinginnya hari. Apakah kau tidak merasa? Apakah kalian semua di sini tidak kedinginan? Uh.. uh…!” Semua orang saling pandang.
“Jubah biru, lekas terangkan siapa kau. Dan dari mana kau dapatkan jubah milik Wararayan itu?!” Kembali Manik Tunggul buka suara keras. Wiro Sableng dengan menahan geli di dalam hati purapura meneliti parasnya di dalam kaca di tangan kiri. Kemudian sambil tuding-tudingkan tombak batu hitam di tangan kanan dia berkata,
“Anak-anakku… kalian semua dengarlah!”
“Persetan manusia edan!” hardik Bogananta beringas.
“Kau kira kami ini apamu sampai memanggil kami anakanakmu?!” Si jubah biru tidak ambil perduli. Malah dia tudingkan tepat-tepat tongkat hitamnya ke hidung Ketua Perguruan Merapi itu.
“Kalian dengar dulu… jangan ganggu bicaraku. Siapa yang bertindak lancang akan celaka seumur hidup. Akan dirundung malang selama hayat! Akan dikutuk dewa-dewa di khayangan!” Lalu Wiro Sableng pura-pura menggigil kedinginan lagi!
“Dingin… uh… dingin sekali! Di dasar kawah udara hangat tapi di atas sini dingin bukan main! Uh…!”
“Manusia gila! Kalau kau tak segera angkat kaki dari sini kutekuk batang lehermu!” ancam Manik Tunggul.
“Aku bukan manusia… bukan manusia!” kata Wiro lantang keras hingga setiap orang yang mendengar tergetar dadanya!
“Aku adalah titisan dewa di khayangan! Aku penghuni Gunung Merapi ini. Segala sesuatu yang ada dan terjadi di gunung ini di bawah pengawasanku! Kalian tahu hai manusia-manusia ceroboh, pesta perkawinan yang kalian rayakan di sini tanpa meminta izin pada dewa-dewa di khayangan telah membuat dewa-dewa marah semua! Kalian hendak dikutuk! Hendak disapu dengan angin topan dari puncak Gunung Merapi ini. Tapi dengan memandang aku, dewa-dewa masih sanggup beri ampun pada kalian…”
“Keparat pendusta!” bentak Manik Tunggul.
“Kau kira kami bisa dikelabui oleh orang gila macammu?!” Wiro Sableng menyeringai dan keluarkan suara mengekeh. Dalam hatinya dia memaki!
“Aku pendusta katamu?! Aku orang gila bilangmu…?! Kau akan lihat… akan lihat!” kata Wiro pula dengan suara keras. Dia melangkah seringan kapas ke tepi kawah yang terletak dua puluh tombak dari panggung. Jarak yang duapuluh tombak itu dicapainya dengan beberapa kali gerakan kaki saja hingga semua orang menjadi tertegun! Di tepi kawah Wiro komat-kamitkan mulut. Dalam hati dia geli sekali. Kemudian tongkat pendek batu hitam di tangan kanannya di acung-acungkan ke udara dan pecahan kaca rias di putar-putarnya kian kemari! Kemudian terdengarlah kumandang suaranya yang menggelegar ke dasar kawah dan dipantulkan kembali ke atas.
“Wahai dewa-dewa di khayangan! Kalian telah menyaksi–kan sendiri bagaimana hari ini di hadapanku ada manusia-manusia yang hendak mengotori tempatmu yang ada di bawah pengawasanku. Kalian dengar sendiri bagaimana manusia-manusia itu mengatakan aku sebagai pendusta, sebagai tukang kelabuh, sebagai orang gila! Demi memandang mukaku, demi menjaga kesucian tempat ini dan demi kebesaran namamu, kuharap perlihatkanlah kekuatanmu! Hukumlah mereka…!” Wiro putar-putarkan kedua tangannya ke udara.
“Hukumlah mereka wahai dewa!” seru Wiro lagi dan seluruh tenaga dalamnya dialirkan ke ujung kedua tangan. Diam-diam Pendekar ini lepaskan pukulan Angin Puyuh. Maka mengaunglah suara angin makin keras. Para tamu yang bukan orang-orang persilatan tak ampun lagi jatuh berpelantingan. Bogananta, Manik Tunggul dan mereka yang mengerti silat segera kerahkan tenaga dalam agar tidak ikut terpelanting. Tapi makin lama deru angin semakin dahsyat dan keras! Hiasan-hiasan dan gaba-gaba di atas panggung serta podium tanggal beterbangan, tak ketinggalan kain penutup pelaminan. Topi tinggi yang dikenakan pengantin laki-laki tak urung mental dan kelihatanlah kepalanya yang berambut jarang!
“Tahan!” teriak Manik Tunggul seraya melompat ke muka dan lepaskan satu pukulan tangan kosong ke arah si jubah biru! Tapi terkejutnya bukan main dan melabrak dirinya sendiri! Dia melompat ke samping dan sesaat kemudian dia sudah berada di hadapan Wiro. Pakaiannya berkibar-kibar, tubuhnya tergetar dilanda angin puyuh yang keluar dari tangan sang Pendekar 212!
“Jubah biru, hentikan semua ini! Aku mau bicara padamu!” Berada sedemikian dekat Manik Tunggul melihat bagaimana gerakan kedua tangan dan posisi kedua kaki si jubah biru bukan lain daripada sikap seorang ahli silat! Maka hatinya yang tadi sedikit tergetar kini menjadi curiga. Walau bagaimanapun si jubah biru ini adalah manusia biasa seperti dia, bukan dewa atau titisan dewa!
“Tahan!” teriak Manik Tunggul sekali lagi.
“Aku mau bicara!” Wiro tertawa mengekeh dan mendongak ke langit.
“Dewa-dewa, aku mohon hentikanlah kemurkaanmu.” Maka sesaat kemudian deru angin yang dahsyat itu mengendur perlahan dan akhirnya sirna. Tanpa perdulikan Manik Tunggul yang ada di sampingnya Wiro melangkah kembali ke atas panggung di depan podium sambil tertawa mengekeh-ngekeh!
“Masih untung, masih untung dewa mau mengampuni kalian manusia-manusia sombong!” kata Wiro. Dia melirik ke samping. Manik Tunggul berada di dekatnya. Dan Wiro buka mulut kembali,
“Itu baru sepersepuluh dari kekuatan dewa. Kalau sampai seperlimanya saja pasti kalian semua sudah tak ada di sini! Sudah terbang laksana daun kering dan mampus!” Wiro komat-kamit dan acungkan pecahan kaca ke muka.
“Sekarang kalian dengar semua!” serunya menggeledek.
“Dewa telah mengampuni kalian orangorang sombong! Tapi dewa juga minta imbalan pengampunan itu. Telah lima ratus tahun lebih kawah Gunung Merapi tempat dewa yang suci ini tak pernah dibersihkan dengan darah suci seorang dara! Telah lima ratus tahun lebih khayangan tidak menerima korban suci! Maka hari ini dewa memerintahkan aku, dan aku memerintahkan kamu semua di sini untuk menyerahkan pengantin perempuan kepadaku!” Wiro memandang berkeliling. Semua orang dilihatnya terkejut. Bogananta, Manik Tunggul dan Sokananta mendelik memandang kepadanya. Cuma seorang yang kelihatan tenang dan berlega hati. Orang ini bukan lain Permani. Si gadis sudah maklum kini akan rencana pemuda yang menyamar itu.
“Kalian dengar? Pengantin perempuan harus diserahkan padaku…!” Wiro melangkah mendekati Permani. Tapi baru satu langkah, Manik Tunggul sudah memapasinya.
“Jubah biru! Aku tidak percaya kau titisannya dewa! Kau tidak bisa lain daripada manusia dajal keparat! Kalau kau maukan anakku, silahkan! Tapi makan dulu sepuluh kuku ini!” Habis berkata begitu Ketua Perguruan Garuda Sakti melompat ke muka. Kedua tangannya berkelebat cepat!
***
Next ...
Bab 12

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245


0 Response to "Rahasia Lukisan Telanjang Bab 11"

Posting Komentar