Rahasia Lukisan Telanjang Bab 2

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 009
Rahasia Lukisan Telanjang
DUA
SI GEMUK terkesiap karena tiada menyana kalau orang tua kurus kering itu mengetahui dirinya. Menurut taksirannya, pastilah si orang tua itu bukan manusia sembarangan.
“Bagus sekali kau kenali aku!” kata si gemuk.
“Ini membuat aku tak banyak cerewet untuk meminta lukisan itu padamu!” Si orang tua tertawa panjang. Siapakah manusia gemuk itu? Dalam dunia persilatan di daerah selatan pada masa itu dikenal dua orang sakti bersaudara yang berkepandaian tinggi. Yang seorang berbadan kurus kerempeng bermuka jelek menyeramkan. Dia berjuluk Iblis Kurus. Yang kedua berbadan gemuk pendek juga bermuka buruk seram dan bergelar Iblis Gemuk. Dan Iblis Gemuk inilah yang tengah berhadapan dengan si orang tua itu! Iblis Gemuk dan Iblis Kurus keduaduanya lebih dikenal dengan sebutan Dua Iblis Dari Selatan. Di mana ada Iblis Kurus biasanya di situ juga hadir Iblis Gemuk. Entah mengapa sekali ini cuma seorang yang muncul. Dan dalam dunia persilatan keduanya adalah tokoh-tokoh golongan hitam yang berhati jahat sehingga pantas sekali julukan ‘Iblis’ itu bagi keduanya! Di samping berhati jahat, Iblis Gemuk mempunyai kesukaan mengumpulkan barang-barang antik seperti senjata-senjata kuno, patung-patung dan lukisan. Pada waktu dia melihat lukisan yang dibuat si orang tua maka hatinyapun tertariklah dan dia musti mendapatkan lukisan itu. Tentu saja bukan dengan jalan membeli, tapi menurut caranya sendiri yaitu kekerasan.
Setelah meneliti paras Iblis Gemuk sebentar, maka menjawablah si orang tua,
“Lukisan ini tak bisa kuberikan padamu, atau pada siapapun.”
“Setelah tahu siapa aku apakah kau berani menolak?!” ujar Iblis Gemuk.
“Ah sudahlah pekerjaanku masih belum selesai. Kuharap kau jangan ganggu aku, Iblis Gemuk.” Si orang tua memutar kepalanya kembali dan hendak meneruskan pekerjaannya. Tapi Iblis Gemuk segera membentak keras.
“Suka atau tidak suka lukisan itu musti kau serahkan padaku! Kalau tidak kau akan menyesal orang tua…!” Si orang tua menarik nafas dalam. Lalu tanpa mengacuhkan Iblis Gemuk lagi dia hendak meneruskan kembali pekerjaannya. Marahlah Iblis Gemuk. Dengan tumit kaki kirinya hendak didorongnya orang tua itu ke samping. Tapi belum lagi tumit itu sampai, si orang tua sudah berkelit dan berdiri. Iblis Gemuk terkejut Meski acuh tak acuh tapi gerakannya untuk mengenyampingkan orang tua tadi adalah salah satu jurus yang dinamakan Menggeser Bukit yang tidak mudah untuk dikelit. Ini membuat Iblis Gemuk tambah marah dan serta merta pukulkan tangan kirinya ke arah dada orang tua yang kurus kering macam jerangkong itu!
“Manusia tidak tahu diri!” bentak si orang tua mulai marah,
“Lekas kau pergi dari sini…!”
“Aku akan pergi tapi sesudahnya menghadiahkan satu pukulan padamu dan mendapatkan lukisan itu!” Si orang tua menggerendeng lalu papasi jotosan lawan dengan lambaikan tangan kanannya ke muka! Iblis Gemuk menjadi kaget sewaktu merasakan bagaimana sambaran angin yang keluar dari tangan si orang tua membuat bukan saja pukulannya membelok ke samping tapi sekaligus membuat tubuhnya terhuyung-huyung sampai empat lahgkah ke belakang!
“Orang tua badan tengkorak! Cepat terangkan siapa kau sesungguhnya?!” bentak Iblis Gemuk. Si orang tua tertawa pendek.
“Tak perlu kau tahu namaku. Lekas tinggalkan tempat ini sebelum aku betul-betul marah!”
“Manusia jerangkong sialan! Terpaksa tulang-tulang di badanmu kubikin berantakan!” Habis berkata begitu Iblis Gemuk segera menyerbu ke muka dan kirimkan serangan yang ganas. Dalam tempo yang singkat maka terjadilah pertempuran yang hebat di tikungan jalan yang sempit itu. Di samping mereka, menunggu jurang batu yang luas dan dalam. Salah saja membuat gerakan atau terpukul oleh lawan atau terpeleset, tak ampun lagi pasti akan jatuh ke dalam jurang! Pertempuran telah berjalan delapan jurus. Wiro geleng-gelengkan kepala. Tak dinyana si orang tua yang kurus kering itu memiliki gerakan yang demikian sebat dan entengnya. Beberapa kali dia melihat bahwa orang tua ini mempunyai peluang untuk menjatuhkan tangan jahat terhadap lawannya, namun tiada dipergunakan. Nyatalah bahwa orang tua ini berhati demikian polosnya sehingga menghadapi lawan yang terangterangan hendak bermaksud buruk kepadanya, dia masih belum mau lepaskan tangan keras!
“Iblis Gemuk! Apakah kau masih belum mau angkat kaki dari sini?!”
“Kunyuk kurus kering! Terima jurus Memukul Gunung Menentang Bukit ini!” teriak Iblis Gemuk. Tinju kanannya menderu ke arah batok kepala lawan sedang kaki kanan serentak dengan itu menendang ke arah dada! Belum lagi pukulan dan tendangan itu sampai, anginnya saja sudah menderu dahsyat! Buukk! Terdengar menyusul suara keluhan tinggi. Tubuh Iblis Gemuk terbanting ke belakang, punggungnya menghantam gundukan batu di atas mana Wiro Sableng duduk, kemudian melosong jatuh duduk di tanah. Nafasnya megapmegap ketika berdiri. Masih untung dia terbanting ke samping kanan, kalau ke samping kiri pastilah akan terlempar masuk jurang dan tamat riwayatnya.
“Masih belum cukup peringatan yang kuberikan padamu Iblis Gemuk?!” tanya si orang tua. Iblis Gemuk berkemak kemik. Mukanya pucat. Nyatalah dia telah menderita luka di dalam yang cukup parah akibat pukulan lawan yang tadi menghantam dada kirinya!
“Bangsat tua! Kau tunggu di sini! Hari ini juga Dua Iblis Dari Selatan akan menunjukkan jalan ke akhirat padamu!” Si orang tua tertawa mengekeh.
“Kau mau panggil kambratmu si Iblis Kurus…? Silahkan… silahkan! Masa ada tamu yang bakal datang aku hendak pergi tinggalkan tempat ini? Pekerjaankupun belum selesai!” Iblis Gemuk meludah ke tanah lalu berkelebat tinggalkan tempat itu, sedang si orang tua seperti tiada terjadi apa-apa kembali meneruskan pekerjaannya! Di atas batu yang tinggi Wiro Sableng memutar otaknya berusaha mengingat-ingat siapa adanya orang tua yang berkepandaian tinggi itu. Belum lagi berhasil mendadak entah dari mana datangnya, tahu-tahu Wiro Sableng melihat di bawahnya telah berdiri seorang nenek-nenek berbadan bungkuk berambut putih yang mukanya buruk sekali. Karena Wiro sama sekali tiada mendengar kedatangan perempuan ini nyata sekali dia memiliki ilmu kepandaian yang tinggi luar biasa! Setelah memperhatikan sejenak lukisan yang tersandar di atas batu maka perempuan tua renta ini menegur bertanya,
“Orang tua, apakah kau melihat dua orang kawanku lewat di sini…?” Tidak seperti biasanya, sekali ini begitu ditegur maka orang tua itu hentikan pekerjaannya dan berpaling. Matanya yang sudah dimakan umur itu meneliti dengan seksama sedang keningnya berkerenyit.
“Hanya ada seorang yang lewat di sini barusan,” jawab si orang tua.
“Iblis Gemuk, apakah dia yang kau maksudkan?”
“Bukan!” jawab perempuan tua itu. Dia melirik pada lukisan yang tersandar di batu.
“Itu kau yang membuatnya?”
“Betul.”
“Bagus sekali! Kuharap pada tanggal satu bulan muka lukisan itu harus kau bawa ke Gunung Sumpang dan menyerahkannya padaku! Kau dengar?”
“Tentu saja dengar. Tapi menyesal sobat, lukisan ini tak bisa kuberikan pada siapa-siapa!”
“Aku tak perduli!” sentak si perempuan bongkok.
“Umurmu memang kulihat sudah lanjut! Tapi tentu kau tak ingin buru-buru mampus! Karenanya jangan banyak mulut! Lukisan ini harus kau bawa ke Gunung Sumpang pada tanggal satu bulan di muka!”
“Tidak mungkin!”
“Kau membantah?!” Orang tua berbadan kurus gelengkan kepala.
“Jangankan diminta, dibeli pun aku tidak sudi!”
“Kalau begitu kau ingin cepat-cepat mati!”
“Sobat, Iblis Gemuk meminta lukisan ini. Aku tidak berikan. Adipati Pamekasan berniat membelinya dua ratus ringgit, aku tidak jual. Sekarang kau juga menghendakinya. Tetap saja aku tak bisa memberikan!”
“Kalau begitu kau berikanlah nyawamu!” sahut si perempuan tua seraya mundur satu langkah dan siap-siap untuk kirimkan satu pukulan.
“Tahan dulu sobat!” ujar si orang tua berbadan kurus.
“Sesungguhnya ada apakah hingga kau begitu menginginkan lukisan itu?!”
“Itu kau tak perlu tanya! Aku mau lukisanmu habis perkara! Ayo, kau mau serahkan apa tidak?!”
“Lucu! Sungguh lucu!”
“Apa yang lucu?!” sentak si perempuan bungkuk bermuka keriput.
“Lukisan begini rupa banyak orang yang menginginkannya, apa itu bukan lucu?!”
“Orang tua, jangan kau banyak cingcong. Lekas serahkan lukisan itu kalau tidak nasibmu akan seperti ini!” Habis berkata begitu perempuan tersebut pukulkan tangan kirinya ke arah batu di atas mana Wiro Sableng duduk sembunyi sejak tadi! Byur! Sekali pukul saja maka hancurlah bagian dasar batu besar yang tinggi itu. Bagian atasnya laksana pohon tumbang, rubuh ke bawah dan menggelinding ke dalam jurang dengan suara menggemuruh. Wiro sendiri begitu merasa bagian bawah batu hancur segera melesat dan berpindah ke puncak batu yang lain! Si orang tua tarik nafas panjang-panjang dan gelenggelengkan kepala.
“Pukulan yang bagus luar biasa! Pukulan yang hebat!” katanya memuji. Kemudian dipandanginya paras perempuan di hadapannya.
“Sungguh mataku yang telah tua ini tidak bisa mengenali orang! Mulanya aku masih bersangsi, tapi melihat pukulan Penghancur Baja yang kau lepaskan itu tadi kini aku yakin bahwa aku betulbetul berhadapan dengan Nenek Rambut Putih yang terkenal itu!” Jika si orang tua kenali nama gelarannya ini tidak mengherankan si perempuan bungkuk berambut putih. Tapi adalah membuat dia diam-diam merasa kaget sewakZtu si orang tua mengetahui nama pukulan yang tadi dilepaskannya!
“Kalau kau sudah tahu tingginya langit luasnya lautan, apakah kau masih banyak cerewet tak mau serahkan lukisan itu?!”
“Langit memang tinggi, laut memang luas! Tapi apakah semua itu dapat melebihi tinggi dan luasnya budi manusia yang berhati luhur?” Terkejut Nenek Rambut Putih mendengar ucapan itu.
“Lekas beri tahu siapa kau!” sentaknya. Si orang tua geleng-gelengkan kepala.
“Manusia tetap manusia sekalipun dia punya seribu nama! Manusia tak perlu agul-agulkan nama terhadap sesama manusia. Karena dia dilahirkan tiada bernama…!”
“Cacing kurus! Aku tak punya waktu lama! Terpaksa lukisan itu kuambil sekarang juga!” kata Nenek Rambut Putih. Habis berkata demikian laksana kilat dia melompat menyambar lukisan perempuan telanjang yang tersandar di batu. Namun mendadak sontak perempuan tua itu merasakan lengan kanannya nyeri seperti orang kesemutan! Ternyata si orang tua telah melepaskan satu sentilan ujung jari ke arahnya!
“Jadi kau punya ilmu yang diandalkan hah?!” lengking Nenek Rambut Putih. Tanpa sungkan-sungkan lagi dia segera menyerang. Maka untuk kesekian kalinya di jalan menikung yang sempit itu terjadi lagi pertempuran. Kini lebih seru dari pertempuran antara si orang tua dengan Iblis Gemuk sebelumnya. Sepuluh jurus berlalu sangat cepat. Tubuh kedua orang yang bertempur boleh dikatakan lenyap berubah menjadi bayang-bayang. Batu-batu kerikil berhamburan, debu jalanan beterbangan. Wiro Sableng memperhatikan dengan mata tak berkedip. Nenek Rambut Putih gerakannya sangat gesit. Setiap pukulan atau tendangan yang dilancarkannya hebat luar biasa serta mendatangkan angin yang bersiuran. Tapi lawannya juga tak kalah hebat, malah sesudah lewat sepuluh jurus Nenek Rambut Putih berhasil didesaknya ke tepi jurang!
“Perempuan tua, jika kau tak mau tinggalkan tempat ini secara baik-baik pasti riwayatmu akan tamat di dasar jurang sana!” Nenek Rambut Putih kertakan rahang-rahangnya. Dia melompat ke sebuah batu datar dan dari sini lancarkan satu tendangan ganas. Lawannya berkelit gesit ke samping. Akibatnya tendangan itu melanda sebuah batu di hadapan Nenek Rambut Putih. Batu itu hancur berkepingkeping! Si orang tua badan jerangkong terkejut melihat hal ini. Rupa-rupanya lawan benar-benar inginkan jiwanya. Maka segera dirubah permainan silatnya. Dalam sekejap saja tubuhnya lenyap dan membuat Nenek Rambut Putih kebingungan sendiri! Bret! Si nenek tersurut mundur. Pakaiannya di pinggang robek besar dan kulit badannya terasa dingin sedang di hadapannya manusia yang menjadi lawannya tertawa-tawa dan menegur,
“Kita tak ada permusuhan. Sebaiknya lekas tinggalkan tempat ini!” Tenggorokan Nenek Rambut Putih kelihatan turun naik. Kegemasan nyata sekali terlihat pada parasnya yang tua keriputan. Dia menyadari bahwa manusia itu bukan tandingannya. Meski demikian untuk menutupi rasa malunya, Nenek Rambut Putih berkata,
“Sayang aku tengah mencari dua orang sahabatku. Kalau tidak, sampai seribu jurus pun aku akan ladeni kau.” Si orang tua ganda tertawa.
“Permusuhan tanpa alasan bisa dicari,” sahutnya
“Berlalulah…!”
“Tanggal satu di bulan muka lukisan itu harus sudah kau sampaikan ke Gunung Sumpang! Kalau tidak aku dan kawan-kawan tak akan memberi ampun padamu, orang tua!”
“Aku tidak punya kesalahan apa-apa padamu. Perlu apa minta-minta ampun segala?!” menyahuti si orang tua. Tapi Nenek Rambut Putih telah berkelebat dan menghilang dari tempat itu! Baru saja Nenek Rambut Putih lenyap di balik tikungan sebelah kanan, maka dari tikungan sebelah kiri terdengar seruan nyaring,
“Orang tua keparat! Aku datang untuk menagih jiwamu!”
***
Next ...
Bab 3

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245



  

Related Posts :

0 Response to "Rahasia Lukisan Telanjang Bab 2"

Posting Komentar