WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 014
Sepasang Iblis Betina
DUA
HUTAN Bintaran terkenal sebagai hutan yang banyak binatang perburuannya. Mulai dari kelinci sampai pada rusa-rusa muda yang amat jinak. Karena itulah Adipati-adipati di Jawa Tengah dan setiap orang yang gemar berburu, kerap kali melakukan perburuan di hutan tersebut. Sekali waktu putera Adipati Muntilan bersama dua orang pembantunya berangkat ke hutan Bintaran untuk berburu. Menjelang tengah hari mereka telah berhasil membunuh tiga ekor kelinci, menjebak hidup-hidup seekor tupai berbulu merah. Tepat sewaktu matahari mencapai titik tertingginya, putera Adipati itu duduk melepaskan lelahnya di tepi sebuah telaga.
"Sejuk sekali air telaga ini," kata putera Adipati itu sambil merendamkan kedua kakinya ke dalam air telaga. "Telaga apakah ini namanya paman?"
Salah seorang pembantu yang sudah agak lanjut usianya menjawab, "Kalau saya tidak salah, ini Telaga Puteri Intan Dewi." Lalu dituturkannya sedikit cerita tentang sampai bagaimana telaga itu diberi nama demikian.
Baru saja pembantu itu menyelesaikan ceritanya, di tepi telaga yang terletak di seberang mereka muncullah seekor anak rusa. Binatang ini memandang kian kemari lalu melangkah lebih dekat ke tepi telaga dan mencelupkan mulutnya ke dalam air.
Cepat-cepat Aryo Darmo, putera Adipati Muntilan itu, mengambil busurnya. Ketika anak panah hendak dilepaskannya, selintas pikiran timbul dalam hatinya. Anak rusa itu bagus sekali bulunya. Coklat berbintik-bintik putih besar-besar. Hatinya pun tak tega untuk membunuh binatang itu. Karena kelihatannya anak rusa ini cukup jinak, maka Aryo Damar akhirnya memutuskan untuk menangkapnya hidup-hidup.
Aryo Darmo berdiri dan mengambil jalan memutar. Sesaat kemudian dia sudah mengendapendap di belakang anak rusa itu. Pemuda ini pernah belajar ilmu silat dari ayahnya. Karenanya dia bisa bergerak cepat. Begitulah, ketika tinggal beberapa langkah lagi, Aryo Darmo laksana seekor harimau melompat menerkam anak rusa itu.
Tapi si anak rusa lebih cepat lagi. Dengan gesit dia melompat ke samping hingga Aryo Darmo menangkap angin. Kalau dia tidak mempergunakan kedua tangannya untuk jungkir balik pasti tubuhnya akan terjun ke dalam telaga!
Yang membuat Aryo Darmo menjadi penasaran ialah anak rusa itu tidak lari jauh, tapi berdiri sekitar enam tujuh langkah dari hadapannya, memandang kepadanya dengan mengendipendipkan sepasang matanya, seolah-olah menantang putera Adipati Muntilan itu untuk menangkapnya. Untuk kedua kalinya Aryo Darmo melompat. Hampir pemuda ini berhasil menangkap tengkuk binatang itu, si anak rusa melompat binal dan lari ke dekat serumpun semak belukar yang terletak sepuluh langkah dari si pemuda.
"Sialan!" maki Aryo Darmo dengan kesal. "Kau mau lari ke mana hah?! Kau musti dapat kutangkap hidup-hidup!" Maka dikejarnya binatang itu.
Demikianlah kejar mengejar terjadi hingga tanpa disadari Aryo Darmo telah berada jauh dalam rimba belantara yang lebat. Penuh lelah dan juga kesal pemuda ini akhirnya mendudukkan dirinya di satu akar pohon. Sewaktu dia memandang ke kiri dilihatnya anak rusa tadi berdiri pula tak berapa jauh darinya dan mengedip-ngedipkan sepasang matanya. Ini membuat hati Aryo Darmo tambah kesal.
"Binatang celaka! Kalau tak dapat kutangkap hidup-hidup bangkaimupun tak jadi apa!" Lalu dicabutnya kerisnya dan dilemparkannya ke arah binatang itu.
Si anak rusa yang rupanya tahu bahaya, siang-siang sudah melompat berpindah tempat hingga keris yang dilemparkan luput dan menancap di sebatang pohon.
Benar-benar kini Aryo Darmo menjadi naik darah. "Binatang celaka! Ke manapun akan kukejar kau!" Setelah mengambil kerisnya dikejarnya kembali anak rusa itu. Dengan demikian semakin jauhlah dia masuk ke dalam rimba belantara yang lebat. Sementara itu tanpa setahu Aryo Darmo, dua pasang rata sejak tadi mengikuti gerak geriknya.
Di satu tempat yang agak gelap karena rapatnya pohon-pohon dan semak belukar yang tumbuh tiba-tiba anak rusa yang dikejar Aryo Darmo lenyap dari pemandangan. Pemuda ini menghentikan larinya dan memandang berkeliling. Kemudian didengarnya suara lengking binatang itu. Di lain kejap pemuda ini menjadi terkejut sewaktu di hadapannya muncul dua orang dara jelita berpakaian kuning. Salah seorang dari mereka memegang anak rusa yang sejak tadi di kejar-kejarnya.
"Saudara, apakah kau menginginkan binatang ini?" tanya dara yang memegang rusa. Di bibirnya terlukis sekuntum senyum.
"Betul," jawab Aryo Darmo. Lalu tanyanya, "Kalian berdua siapa? Kenapa berada dalam rimba belantara begini rupa?"
"Aku Nilamaharani dan ini adikku Nilamahadewi," jawab sang dara masih dengan senyumnya yang memikat, "Kalau kami berikan anak rusa ini padamu, sebagai gantinya kau mau berikan apa?"
"Ah, kau baik sekali saudari. Beri tahu di mana rumahmu, kelak akan kusuruh orangorangku untuk mengantarkan baju-baju bagus dan perhiasan-perhiasan indah kepada kalian berdua, Eh, kalian ini kakak beradik, bukan?"
Nilamaharani mengangguk. "Tempat kediaman kami mungkin sukar dicari oleh orang-orang suruhanmu. Kecuali kalau kau tak berkeberatan ikut bersama kami untuk mengetahuinya."
"Tentu saja aku tidak keberatan," jawab Aryo Darmo. Sudah barang tentu mana ada pemuda yang ; menolak begitu saja ajakan dara berparas secantik ‘ Nilamaharani itu?
"Tapi", kata Nilamahadewi, "tempat kami buruk, hanya sebuah goa batu".
"Itu bukan soal", sahut Aryo Darmo.
"Kalau begitu kau peganglah anak rusa ini dan mari kita berangkat", kata Nilamaharani pula.
Aryo Darmo menerima anak rusa yang diberikan Nilamaharani lalu ketiganyapun meninggalkan tempat itu. Sepanjang jalan mereka tak hentinya bercakapcakap. Demikian gernbiranya Aryo Darmo dapat berkenalan dengan dua dara jelita itu hingga boleh dikatakan dia hampir tak perduli dengan si anak rusa. Kalau saja anak rusa itu bukan ditangkap dan diberikan oleh Nilamaharani, mungkin sudah sejak tadi-tadi dilepas dilemparkannya.
Mereka tiba di luar rimba belantara. Di hadapan mereka kini terbentang satu daerah berbukit-bukit. Kedua dara itu berlari menuju ke sebuah bukit di sebelah barat, diikuti oleh Aryo Darmo. Memperhatikan cara lari kedua dara kakak beradik itu maklumlah si pemuda bahwa keduanya orang-orang berilmu. Dengan mengandalkan ilmu lari yang diajarkan ayahnya, dicobanya menyamai lari keduanya, namun siasia belaka. Dan diam-diam Aryo Darmo jadi tambah tertarik pada dara-dara ini.
Setibanya di lereng bukit yang di tuju. Nilamaharani menyibakkan serumpun semak belukar lebat. Maka kelihatanlah sebuah goa batu yang amat, bersih dan luas.
"Inilah tempat kediaman kami. Harap kau jangan . . . ".
"Ah, tempat kalian bersih dan bagus", kata
Aryo Darmo memotong. Lalu setelah dipersilahkan dia pun masuk. Ruangan yang dimasukinya harum semerbak, diterangi oleh sebuah pelita aheh yaitu sepotong kayu yang ujungnya berapi dan memancarkan sinar kehijauan, tertancap kedinding. Ternyata di situ ada dua buah ruangan dan keduanya sama sekali tidak seperti ruangan dalam goa.
"Silahkan duduk", kata Nilamaharani. Ketika Aryo Darmo duduk membelakanginya, dara ini mengedipkan matanya pada adiknya.
Melihat isyarat ini Nilamahadewi berkata, "Saudara kau duduklah terus. Aku hendak keluar sebentar"
Aryo Darmo mengangguk. Belum sempat dia bertanyakan mau ke mana gadis itu, Nilamahadewi sudah lenyap di mulut goa. Aryo Darmo tinggal sendirian di ruangan itu karena sebelumnya Nilamaharani sudah masuk ke ruangan yang satu lagi.
Pemuda ini memandang berkeliling. Kemudian pandangannya di tujukan pada pelita kayu aneh yang tertancap di dinding. Dia tak habis mengerti bagaimana ada sepotong kayu yang dibakar terang begitu rupa tanpa habis-habisnya yang apinya mengeluarkan sinar kehijauan dan berbau harum pula. Selagi dia memperhatikan begitu rupa dilihatnya sinar api tiba-tiba mengecil. Sebaliknya bau harum bertambah-tambah, membuat pemuda ini merasa adanya aliran hawa aneh di dalam darah di sekujur tubuhnya. Semakin lama semakin santar juga bau harum itu dan detik demi detik Aryo Darmo semakin terangsang dibuatnya.
Dari ruangan dalam Nilamaharani muncul. Aryo Darmo berpaling dan… Untuk beberapa saat lamanya nafasnya terasa terhenti. Kedua matanya menyipit. Lalu cepat-cepat dipalingkannya kepalanya. Terdengar suara tertawa kecil. Dan Nilamaharani melangkah ke hadapan pemuda itu. Aryo Darmo masih memandang ke jurusan lain, tak berani melihat kepada dara ini.
Sewaktu Nilamaharani muncul tadi, bukan saja nafas pemuda itu serasa terhenti tapi dadanya ikut berdebar dan darahnya bergejolak. Betapakan tidak! Dara itu telah berganti pakaian dengan sehelai pakaian sutera kuning yang amat tipis hingga jelas kelihatan potongan tubuh dan pakaian dalamnya. Senyum yang dilayangkannyapun lain dan aneh. Ini dirasakan betul oleh Aryo Darmo, membuat rangsangan aneh yang menjalari tubuh pemuda itu semakin menjadi-jadi.
"Kau melamun agaknya, saudara Aryo," ujar Nilamaharani.
Pemuda itu memalingkan kepalanya sedikit. "Adikmu pergi ke manakah?" tanya putera Adipati Muntilan itu.
"Ah, dia kenapa dipikirkan? Biar saja dia pergi ke manapun tak usah kita ributkan."
Aryo Darmo terdiam. Dia tak mengerti mengapa si dara harus bicara begitu.
"Aku telah menyediakan minuman untukmu di ruangan dalam," kata Nilamaharani.
"Terima kasih. Kenapa musti susah??"
"Jangan pakai peradatan segala. Mari kita masuk ke dalam," ajak Nilamaharani.
Aryo Darmo hendak menjawab agar minuman itu dibawa saja ke tempat itu. Namun sebelum itu terucapkan Nilamaharani telah menarik lengannya dan membawanya masuk ke ruangan dalam. Di ruangan ini ada pelita kayu yang aneh yang sinarnya lebih suram dari ruangan sebelumnya. Segala sesuatunya kelihatan samar-samar. Dan dalam kesamar-samaran itu Aryo Darmo masih dapat melihat kalau saat itu dirinya dibawa ke arah sebuah pembaringan.
"Maharani, apakah maksudmu membawaku ke sini?" tanya Aryo Darmo dengan suara bergetar.
"Aryo, kau tahu apa maksudku", jawab Nilamaharani berbisik ke telinga si pemuda hingga hembusan nafasnya terasa hangat di pipi Aryo Darmo. Kemudian pemuda ini merasakan lengan kiri sang dara melingkar di pinggangnya.
"Maharani kau …"
Ucapan itu tidak terteruskan oleh Aryo Darmo karena saat itu Nilamaharani mendekatkan parasnya ke wajahnya dengan amat berani. Kemudian dirasakannya bibir gadis itu menempel di atas bibirnya.
"Maharani, aku …"
Lagi-lagi Aryo Darmo tak bisa meneruskan kalimatnya. Kedua lututnya goyah,karena diberati tubuh gadis itu. Akhimya keduanya terguling ke atas pembaringan.
"Kau tahu apa maksudku, Aryo. Kau laki-laki, aku perempuan. Jangan jadi orang bodoh!"
"Tapi …"
"Tidak ada tapi-tapian Aryo."
Dan sikap malu serta pikir panjang Aryo Darmo cukup cuma sampai di situ. Laksana seekor ular besar yang kelaparan pemudaa itu menggeliat atas pembaringan dan nmerangkul tubuh Nilamaharani sekeras-kerasnya seperti mau melunyahkan dara itu sampai ke tulang-tulangnya. Desau nafas panas dan tertawa berguman Nilamaharani membakar darah Aryo Darmo, membuat dia berlaku lebih berani lagi. Pada puncak keberanian yang dilakukan Aryo Darmo, tiba-tiba terdengarlah suara teriakan pemuda itu laksana geledek.
"Maharani, kau … !"
Teriakan yang menggetarkan empat dinding ruangan itu dibarengi pula dengan pekik Nilamaharani.
Aryo Darmo tidak menunggu lebih lama. Disambamya pakaiannya lalu melompat dari pembaringan.
"Aryo! Kembali!" teriak Nilamaharani.
Mana pemuda itu mau kembali! Apa yang dilihat dan diketahuinya tak akan membuat dia kembali meski didepannya saat itu, menghadang setan kepala sepuluh sekalipun! Malah pemuda ini memaki beringas.
"Manusia keparat! Terkutuklah kau jadi puntung neraka!" Dia terus menghambur ke pintu goa.
Tapi baru saja dia berada di luar, di sampingnya terdengar satu suara bentakan,
"Pemuda bangsat! Kau berani bermulut kotor terhadap saudaraku. Terimalah kematianmu!"’
"Wuuut"!
Selarik angin deras menyambar ke arah Arya Darmo!
***
Next ...
Bab 3
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 00424
0 Response to "Sepasang Iblis Betina Bab 2"
Posting Komentar