Jabang Bayi Dalam Guci Bab 11

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 185
Jabang Bayi Dalam Guci


SEBELAS
WIRO usap kedua mata hingga pemandangannya lebih jelas. Ketika menatap ke atas sang pendekar jadi kaget. Dia melihat satu mahluk raksasa melayang rendah.
"Astaga! Apa benar? Bagamana mahluk ini bisa muncul di sini?!"
Tiba-tiba di udara kelam melesat dua benda aneh dlkobari api.
"Panah Api!" Berseru Ratu Randang. "Jelas ini semua pekerjaan dua Sinuhun keparat!" Nenek ini, dalam keadaan masih terduduk di tanah siap melepas pukulan sakti.
"Nek, tunggu! Tahan serangan!" Teriak Wiro sambil dua tangan ditekapkan di atas kepala.
"Edan! Memangnya ada apa?i" Si nenek berteriak bertanya.
"Craass! Craass!"
Dua panah api menancap di mata kiri kanan ular ungu yang hanya berupa rongga dalam. Binatang ini menggeliat sambil keluarkan suara mendesis keras.
Gerakannya hendak menelan kepala dan tubuh Wiro jadi tertahan. Kepala dipating ke arah datangnya serangan dua panah api. Mulut mendesis keras.
Binatang ini siap melancarkan serangan. Namun saat itu mahluk rakasasa yang melayang di udara tiba-tiba menyambar ke bawah dan laksana kilat kepala dan sebagian badan ular ungu telah berada dalam mulutnya yang dipenuhi gigi besar dan taring runcing.
"Grreekkk…..!"
Ular ungu berusaha menyerang mahluk yang menelannya dengan ekor namun serangan itu dibalas dengan hantaman kepakan sayap. Ular ungu coba melibat untuk meremuk tubuh lawan tapi cepat sekali seluruh sosoknya telah amblas ditelan mahluk raksasa.
Walau semua orang merasa lega karena Wiro selamat namun mereka tak habis kejut melihat kemunculan mahluk berupa seekor kelelawar besar berbulu tebal hitam kecokiatan yang saking besarnya, bentangan dua sayapnya bisa menutup seluruh atap bangunan Istana.
Dengan kepala ditunduk, sayap dlkuncup. kelelawar raksasa melayang turun ke halaman Istana lalu melangkah ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng. Semua orang lagi-lagi dibuat kaget ketika mendengar binatang ini mengeluarkan ucapan. "Mahluk edan Gila Dia bisa bicara seperti manusia" Ucap Ratu Randang.
Di hadapan Wiro Kelelawar Raksasa berkata.
"Yang Mulia, harap maafkan karena saya terlambat datang menolong Yang Mulia!"
Sekarang kejut semua orang bukan olah-olah. Raja saling pandang dengan Kumara Gandamayana yang saat itu masih kesakitan karena cidera di kaki tapi sudah bisa berdiri. Ratu Randang, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi juga tak habis heran.
"Yang Muliai Dia dipanggil Yang Mulia. Weehhh!
Sejak kapan si gondrong itu Jadi Raja Diraja mahluk aneh Kelelawar Raksasal Jangan-jangan binatang itu Kelelawar betina yang ujud sebenarnya seorang gadis cantik!" Ucap Ratu Randang pula.
Tersipu-sipu Wiro bangkit berdiri. Kepala digaruk. Dia sendiri yang sudah ditolong Kelelawar Raksasa seolah tidak percaya mengalami kejadian itu.
"Sahabat Kelelawar Raksasa dari Negeri Atap Langit, aku berterima kasih padamu. Kau telah menyelamatkan nyawaku!" Kata Wiro pula.
"Itu menjadi tugas saya. Tapi mohon maaf atas kelancangan saya.
Sebenarnya tadi akan ada dua pertolongan atas diri Yang Mulia. Pertama dari satu mahluk berujud seekor harimau berbulu putih bermata hijau…."
"Datuk Rao Bamato Hijau!" Tercengang-cengang Wiro menyebut nama harimau sakti peliharaan Datuk Rao Basaluang Amen dari pulau Andalas. Dia merasa heran bagaimana Kelelawar Rasksasa mengetahui hal itu.
"Betul," jawab Kelelawar Raksasa. ."Lalu pertolongan kedua dari keris sakti yang terselip di pinggang Yang Mulia."
"Astaga, mahluk ini tahu semua!" Pikir Wiro. Sang pendekar kembali menggaruk kepala. "Sahabatku, aku sekali lagi berterima kasih padamu."
"Yang Mulia," kata Kelelawar Raksasa. "Izinkan saya kembali ke Negeri Atap Langit Negeri hanya dijaga oleh para sahabat Arwah Hitam Putih. Keadaan disana masih kacau. Saya kawatir akan terjadi apa-apa. Kecuali jika Yang Mulia ingin saya melakukan sesuatu atau minta saya tetap di sini, saya akan menurut perintah Yang Mulia.
"Sang Penguasa, apa dia tidak ada di Negeri Atap Langit?" Bertanya Wiro?"
"Seperti kata saya dulu. Beliau lenyap entah kemana.
Sebelum pergi beliau memberi tahu bahwa Yang Mulialah junjungan saya yang baru dan harus saya lindungi…."
Wiro ingat cerita Jaka Pesolek akan keberadaan Penguasa Atap Langit di Bhumi Mataram yang meminta gadis itu untuk menyerahkan jantung Ken Parantili pada sang selir.
"Kalau begitu kau lekaslah kembali ke Negeri Atap Langit"
"Baik Yang Mulia, saya mohon diri," kata Kelelawar Raksasa. Lalu binatang ini tundukkan kepala ke arah Wiro dan Raja Mataram seolah memberi penghormatan. Sesaat kemudian wuttl Kelelawar Raksasa melesat ke udara. Kepakan sayap membuat tubuh semua orang bergoyang-goyang. Tanah bergetar.
Debu beterbangan ke udara. Daun-daun pohon Beringin kembali luruh.
"Mahluk hebat!" Ucap Kunti Ambiri sambil gelenggeleng kepala.
"Sahabat Wirol Tidak disangka kau rupanya sudah menjadi Yang Mulia Raja di Negeri Atap Langit!" Berkata sakuntaladewi.
"Wahh…waahhl Berarti sekarang dia juga bakal punya belasan selir!" Kata Ratu Randang pula.
Mendengar ucapan si nenek Wiro hanya bisa tertawa.
Raja Mataram mendekati Wiro. "Kesatria Panggilan, siapa adanya mahluk tadi?" Raja bertanya.
Wiro lalu menuturkan riwayat pengalamannya di Negeri Atap Langit.
"Sebelumnya mahluk Kelelawar Raksasa itu ada tiga. Yang dua menemui ajal akibat serangan Sinuhun Muda Ghama Karadipa. Mereka adalah para pengawal Penguasa Atap Langit."
"Apa benar kau telah menjadi Yang Mulia atau Raja Penguasa Negeri Atap Langit?" Tanya Raja lagi sementara semua orang memasang telinga ingin mendengar jawab keterangan sang pendekar. Wiro tertawa.
"Yang Mulia, mana mungkin orang seperti saya ini ada tampang bisa jadi Raja sekalipun Raja Negeri Antah Berantah. Mahluk kelelawar itu selalu menyebut saya dengan panggilan Yang Mulia. Mungkin itu hanya sebagai ucapan terima kasih karena saya pernah menyelamatkan nyawanya dari tangan jahat Sinuhun Muda Ghama Karadipa. Selain itu saya tidak pernah bisa menduga apa sebenarnya yang ada di dalam benak Penguasa Atap Langit yang sekarang tidak diketahui dimana keberadaannya. Tapi turut keterangan Jaka Pesolek Penguasa Atap Langit ada di Bhumi Mataram tengah mencari selir pertamanya yang bernama Ken Parantili." (Riwayat Kelelawar Hantu bisa dibaca dalam serial sebelumnya berjudul "Delapan Pocong menari")
Sambil bicara tadi Wiro terapkan ilmu Menembus Pandang, memperhatikan keadaan di luar dan di dalam bangunan istana. Melihat tidak ada hal yang mencurigakan Wiro berkata pada Raja Mataram.
"Yang Mulia, saya rasa keadaan sekarang sudah aman. Yang Mulia dan keluarga bisa segera masuk ke dalam istana. Saya dan para sahabat akan tetap berada di sini sampai sang surya terbit. Selain itu, sudah saatnya saya harus menyerahkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi pada Yang Mulia."
Mendengar ucapan Wiro, Ratu Randang segera mendekati Kumara Gandamayana dan berbisik.
"Setelah Raja menerima keris sakti, senjata itu harus dipinjam dan dipergunakan untuk menolong Sakuntaladewi. Hanya senjata itu dan hanya Kesatria Panggilan yang bisa mengembalikan dua kaki si gadis…"
Si kakek mengusap wajah lalu menjawab. "Aku sudah mendengar riwayat gadis itu. Bagaimana dengan kaulan yang menjadi pegangan Sakuntaladewi?
Kesatria Panggilan tidak akan mampu menyembuhkan Sakuntaladewi kalau tidak menerima kaulan bahwa dia bersedia menjadi suami gadis itu."
Dada Ratu Randang berdebar. Wajahnya berubah.
Wiro akan menjadi suami Sakuntaladewi Setelah menundukkan kepala beberapa lama dengan suara perlahan si nenek berkata.
‘Kalau memang sudah demikian kehendak Yang Maha Kuasa, kita mana bisa menolak. Kasihan kalau Sakuntaladewi sengsara begitu rupa seumur-umur."
Kunti Ambiri mendekati Ratu Randang dan mengusap bahunya. Dia tahu bagaimana perasaan si nenek terhadap Wiro. Walau selalu disembunyikan dalam berbagai kelucuan namun sebenarnya nenek berwajah cantik dan bertubuh masih molek ini sangat menyukai Wiro.
"Nek, jangan pikirkan hal lain. Niat Wiro untuk menolong semata…." Bisik Kunti Ambiri yang tahu perasaan si nenek dan coba menghibur.
Ratu Randang berpaling, menatap wajah Kunti Ambiri dengan sepasang matanya yang Juling. Dua alis yang bagus bergerak ke atas.
"Ah, kulihat matamu berkaca-kaca…." bisik Ratu Randang yang membuat Kunti Ambiri cepat-cepat dongakkan kepala pura-pura menatap bulan biru.
Sambil memegang dan meremas jari-jari tangan Kunti Ambiri, Ratu Randang berkata. "Kita sebenarnya hanyalah insan-insan lemah yang tidak bisa menyembunyikan perasaan…."
Sepasang mata Kunti Ambiri dan Ratu Randang saling tatap beberapa lama lalu keduanya saling berpelukan.
***

Jabang Bayi Dalam Guci Bab 12

Pustaka Ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245

Related Posts :

0 Response to "Jabang Bayi Dalam Guci Bab 11"

Posting Komentar