Jabang Bayi Dalam Guci Bab 2

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 185
Jabang Bayi Dalam Guci


DUA
ROMBONGAN yang menjemput Raja Mataram di kawasan rahasia Sumur Api memasuki Kotaraja setelah lewat tengah malam. Di langit bulan purnama empat belas hari berwarna biru memancarkan cahaya lembut dan sejuk. Di depan sekali kelihatan kereta putih yang ditumpangi Raja Rakai Kayu Wangi Dyah Lokapala bersama permaisuri dan putera puterinya yang masih kecil-kecil. Seperti telah diceritakan daiam episode sebelumnya (Bulan Biru Di Mataram) kereta putih dikusiri oleh anak buah Raja Jin Hutan Roban, satu mahluk berjubah putih berwajah licin. Di sebelahnya duduk Ratu Randang tampak agak terkantuk-kantuk.
perjalanan jauh yang cukup melelahkan serta bayangi rasa takut akan adanya serangan mendadak akhimya sampai juga di tujuan dengan selamat Ketika rombongan memasuki pintu gerbang halaman istana, mendadak satu ledakan dahsyat menggelegar di halaman belakang Istana. Cahaya angker membersit ke udara dalam bentuk lima larik sinar merah yang pada kedua tepinya ada alur berwarna hitam. Lima sinar bersibak menebar. Satu melesat ke arah atap Istana, dua lainnya menyambar ke arah dua sudut tembok halaman dua lagi menghambur ke arah pohon beringin besar di halaman dalam istana. Semua kuda penarik kereta dan gerobak meringkik keras. Agaknya mereka melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh mata manusia biasa. Lima sinar merah bertepi hitam kemudian lenyap. Keadaan serta merta dicekam kesunyian Sewaktu ledakan menggelegar, Ratu Randang segera melompat turun dari atas kereta Kakek sakti Kumara Gandamayana yang berada di bagian belakang rombongan cepat melesat ke pintu gerbang, terus memasuki halaman istana Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi berjaga-jaga di kiri kanan kereta putih, mencegah Raja Mataram agar tidak keluar dan turun dari kereta.
"Apa yang terjadi?" Raja bertanya sambil keluarkan kepala dari jendela kereta.
"Belum jelas Yang Mulia," jawab Kunti Ambiri.
"Tadi ada lima cahaya merah bertepi hitam menyusul suara ledakan. Lalu lenyap. Kakek Kumara sedang melakukan penyelidikan."
"Pasti ini pekerjaan Sinuhun Merah Penghisap Arwah Heran sudah menemui ajal masih mampu gentayangan."
Ucap Raja sambil memeluk seorang puterinya yang ketakutan.
"Yang Mulia, saya melihat ada keganjilan." Berkata Ratu Randang. Kalau ini memang serangan datang dari Sinuhun merah mengapa hanya ada lima cahaya merah Biasanya mahluk jahat itu selalu menggempur dengan delapan serangan cahaya sekaligus."
Raja tak bisa menjawab. Justru Sakuntaladewi yang menyahuti. "Mungkin ada sesuatu terjadi. Sebagai sebab akibat kematian mahluk alam roh Sinuhun Merah itu "Bisa jadi begitu " Kata Raja puia Lalu dia bertanya "Apakah Kesatria Panggilan sudah ada di sini ?”
Belum sempat Kunti Amblri menjawab tiba-tiba orang Abdi Dalem berteriak "Ada orang bertarung di atas wuwungan Istana!"
Semua orang segera palingkan kepala, arahkan pandangan ke atas atap istana. Raja Mataram kembali ulurkan kepala dari jendela kereta putih untuk menyaksikan apa yang terjadi.
Di atas atap Istana satu mahluk aneh yang tubuhnya dikobari nyala api tampak tengah menggempur seorang pemuda berambut panjang yang bukan lain adalah Pendekar 212 Wiro Sableng.
"itu Kesatria Panggilan!" Teriak Raja Mataram "Dia dalam keadaan terdesak. Lekas dibantu!"
Kumara Gandamayana yang telah kembali ke pintu gerbang memberi tahu Ratu Randang. Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi untuk menjaga Raja Mataram dan keluarganya yang masih berada di daiam kereta serta dua kereta iain di sebelah belakang.
"Kalian tetap di sini. Aku akan membantu Kesatria Panggilan." Kata si kakek.
Pada saat itu dari atas atap terdengar suara orang berteriak.
"Kuntit Cepat keluarkan Raja dan keluarga dari kereta putih! Keluarkan semua orang dari kereta dan gerobak! Cari perlindungan!"
Yang berteriak adalah Pendekar 212 Wiro Sableng yang saat itu memang agak terdesak oleh serangan mahluk berapi. Beberapa kali dia melompat dan berjungkir balik di udara untuk mengelakkan serangan ganas. Hawa panas kobaran api yang keluar dari tubuh dan setiap serangan lawan sungguh luar biasa.
Membuat Wiro sulit mendekat dan terpaksa menghindari bentrokan langsung dua lengan.
Kumara Gandamayana yang hendak melesat ke atas atap Istana, mendengar teriakan Wiro jadi saling pandang dengan tiga perempuan di depannya.
"Pasti ada sesuatu! " Ucap Kunti Ambiri. Lalu gadis cantik alam roh yang duiu dikenai dengan sebutan Dewi Ular ini mendobrak pintu kereta putih. Raja, Permaisuri dan putera-puterinya segera dikeluarkan. Di belakang kereta putih Sakuntaiadewi mengeluarkan keluarga Raja lainnya dari dalam dua kereta. Lebih ke belakang, puluhan orang berserabutan melompat keluar dari kereta dan gerobak.
Baru saja Raja dan Permaisuri serta putera-puterinya keluar dari kereta dan berlindung di balik tembok kukuh pintu gerbang sebelah luar tiba-tiba dari arah pohon beringin besar di depan kanan Istana melesat satu cahaya merah bertepi hitam menyambar! ke arah kereta putih yang tadi ditumpangi Raja Mataram dan kini berada dalam keadaan kosong.
"Awas serangan cahaya merahi" Teriak Ratu Randang. Melihat cahaya merah serangan si nenek mengira yang menyerang adalah Sinuhun Merah Penghisap Arwah atau kaki tangannya. Maka tidak tunggu lebih lama Ratu Randang segera keluarkan ilmu penangkal. Dengan cepat dia tusukkan delapan jari tangan pada batang pohon besar di sampingnya.
"Crasss! Kraakkk!"
Delapan jari tangan kiri kanan menancap dalam batang pohon.
Namun tidak seperti kejadian yang sudah-sudah ilmu penangkal ternyata tidak mempengaruhi serangan cahaya merah bertepi hitam apa lagi mampu menghancurkan atau berbalik menyerang mahluk yang melepaskan.
"Oala!" Ratu Randang terkesiap kaget. "Berarti Ini bukan ilmu bersumber pada kesaktian Sinuhun keparat itu. Atau mungkin ada kekuatan baru dalam sinar merah. Aku melihat bagian tepi berwarna hitam!
Celakai Apa yang harus aku lakukan?!"
"Blaarr!"
Ledakan dahsyat menggelegar ketika cahaya merah bertepi hitam menghantam hancur kereta putih dan kuda penariknya. Baik kepingan kereta maupun cabikan tubuh kuda bermentalan ke berbagai penjuru, jatuh di tanah dalam keadaan gosong hitam berkobar api, luar biasa mengerikan!
"Ratu! Kunti, Dewi Kaki Tunggal. Ada dua mahluk jahat berujud manusia api di pohon beringin! Juga pada dua sudut tembok Istana!"
Dari atas wuwungan istana Wiro berteriak memberitahu. Apakah sebenarnya yang telah terjadi?
Ketika ledakan menggelegar di halaman belakang Istana disusul melesatnya delapan cahaya merah bertepi hitam Wiro yang berada di bagian depan Istana segera menyuruh tiga beias perempuan muda yang ada bersamanya mencari perlindungan di kandang kuda. Karena kaiau masih berada di dalam Istana bukan mustahil bangunan itu akan menjadi bulan-bulanan serangan. Wiro melihat bagaimana lima cahaya merah menyebar masing-masing satu ke atas atap, dua ke arah pohon beringin besar dan dua lagi melesat ke atas dua sudut tembok tinggi yang mengelilingi halaman Istana.
"Lima cahaya merah, tidak ada alur kuning tapi justru ada warna hitam di kedua tepinya." Wiro berkata sambil terus memperhatikan. Kemudian dilihatnya tiba tiba lima cahaya lenyap. "Lima cahaya tidak melakukan serangan. Ini aneh! Pasti akan terjadi sesuatu tidak terduga!" Pikir Wiro. Maka dia segera terapkan Ilmu Menembus Pandang. Ketika sepasang mata diarahkan ke atas atap Istana kagetlah sang pendekar. Di atas sana dia melihat ada satu sosok aneh dikobari api. Wiro memperhatikan ke jurusan dua sudut tembok halaman Istana, lalu ke arah pohon beringin besar di halaman Istana. Di pohon itu dia kembali melihat dua sosok mahluk berkobar api. Mereka membuat gerakangerakan mencurigakan, menatap ke arah pintu gerbang.
Mahluk di atas atap tiba-tiba membuat gerakan tangan kanan siap hendak melepaskan pukulan sakti jarak Jauh. Yang jadi sasaran ternyata pintu gerbang istana dfmana berada rombongan Raja Mataram yang baru sampai.
"Raja dalam bahaya!" Pikir Pendekar 212.
Tidak menunggu lebih lama Wiro segera melesat ke atas atap Istana. Selagi masih melayang di udara dia sudah lepaskan pukulan Tangan Dewa Menghantam Karang. Dalam melancarkan serangan dia harus berlaku hati-hati agar tidak meleset dan menghancurkan atap Istana.
Ketika gelombang angin dahsyat datang menghantam, mahluk yang dikobari api segera melesat ke udara. Gerakan luar biasa cepat dan begitu pukulan sakti Wiro lewat di bawah dua kaki, mahluk ini segera melesat menyerbu. Agaknya dia sengaja melakukan pertarungan langsung dengan tangan kosong. Wiro yang cerdik segera maklum kalau kekuatan lawan terletak pada dua tangan yang diselubungi api. Maka dia tidak melayani untuk adu pukul atau bentrokan tangan. Dua tangan dipentang kedepan. Mata menatap tak berkesip. Dari dua tangan mengepul keluar asap putih menebar hawa luar biasa dingin.
Begitu hawa dingin menyentuh sosok berapi, dess….desssl Terdengar letupan keras. Mahluk api tampak sempoyongan.
"Pukulan Angin Es!"
Ucap Kunti Ambiri melihat apa yang terjadi dan mengetahui ilmu apa yang dikeluarkan Pendekar 212 untuk menyerang lawan.
Mahluk berselubung kobaran api keluarkan suara seperti raungan srigala gurun di malam buta.
***

Jabang Bayi Dalam Guci Bab 3

Pustaka Ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245

Related Posts :

0 Response to "Jabang Bayi Dalam Guci Bab 2"

Posting Komentar