Kutukan Empu Bharata Bab 10

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 013
Kutukan Empu Bharata

SEPULUH
PENGEMIS Badan Gemuk menahan gerakan dan berpaling cepat-cepat ke pintu rumah makan. Saat itu di ambang pintu tegak seorang laki-laki berbadan tegap. Keseluruhan parasnya tertutup sehelai kain hitam yang hanya di bagian matanya saja diberi berlobang. Dan sepasang mata itu kelihatan memiliki sinar tajam yang menandakan bahwa orang itu bukan orang sembarangan. "Hemmm . . . " gumam Pengemis Badan Gemuk. "Kelak jika urusanku sudah selesai kau bakal menerima bagian dariku rambut gondrong!" katanya pada pemuda rambut gondrong lalu dengan satu gerakan cepat dan enteng dia sudah berada di samping Pengemis Cantik Ayu. Di lain pihak pemuda berambut gondrong cuma ganda tertawa. Kemunculan laki-laki bercadar hitam di ambang pintu menarik perhatiannya. Karenanya kalau tadi dia berniat untuk meninggalkan rumah makan itu, kini niat itu diurungkannya dan dia melangkah ke sudut rumah makan, berdiri di situ.
Laki-laki bercadar kain hitam yang baru datang masih tetap berdiri di ambang pintu. Sepasang matanya memandang tak berkesip pada Sri Lestari atau Pengemis Cantik Ayu. Jika saja mukanya tidak tertutup dengan kain hitam itu niscaya akan kelihatan bagaimana berubahnya paras orang itu sewaktu pandangannya membentur Sri Lestari. Sri Lestari yang bertindak sebagai pimpinan Empat Pengemis Pulau Ras juga memandang tajam-tajam pada orang yang di ambang pintu seakan-akan hendak menembus kain hitam yang menutupi wajah orang itu. Dan pandangan yang begitu tajam ini membuat laki-laki tersebut menjadi berdebar.
"Cadar Hitam!" kata Pengemis Cantik Ayu lantang. "Kami telah lama menantikanmu. Silahkan masuk agar urusan kita bisa lekas diselesaikan!"
Karena tidak merasa kalau Sri Lestari bicara dengannya maka laki-laki bercadar hitam berpaling ke belakang.
"Aku bicara padamu, Cadar Hitam! Kenapa kasak kusuk pura-pura melihat ke belakang segala?!"
Ucapan Sri Lestari membuat laki-laki itu memalingkan kepalanya kembali dan memandang pada sang dara. Akhirnya kelihatan kakinya bergerak, melangkah memasuki rumah makan. Tapi dia masuk bukan terus menemui Empat Pengemis Pulau Ras, melainkan melangkah mendapatkan Akik Rono yang berdiri di seberang sana dengan muka pucat pasi macam kertas!
"Kau pemilik rumah makan ini? Tolong sediakan hidangan. Aku lapar sekali!" berkata laki-laki bercadar pada Akik Rono.
"Ba . . . baik . . . den," jawab pemilik rumah pemilik rumah makan itu gagap tanda dirinya diselimuti ketegangan. Kemudian cepat-cepat dia membalikkan badan meninggalkan tempat itu.
Melihat orang yang tidak ambil perduli dirinya dan saudara-saudara seperguruannya maka marahlah Sri Lestari. Dara ini pun membentak.
"Cadar Hitam! Mungkin kau masih belum kenal siapa kami! Kami adalah Empat Pengemis Pulau Ras yang sengaja menunggu disini untuk mewakili guru dan ayahku!"
"Gadis, kau bicara dengan siapakah?" bertanya laki-laki bercadar hitam yang bukan lain adalah Untung Pararean yang meninggalkan puncak Ofinung Bromo karena suruhan Kiyai Supit Pramana. Pengemis Cantik Ayu mendelikkan matanya.
"Apa kau tidak punya mata tidak punya telinga? Aku bicara padamu dan masih bertanya macam orang setengah edan!"
"Mungkin dia benar-benar edan, saudaraku," menyambung Pengemis Badan Gemuk yang sudah gatal-gatal tangannya untuk segera turun tangan.
"Kalau begitu kau salah paham, gadis", kata Untung Pararean pula. "Aku bukan Cadar Hitam!"
"Pengecut berani dusta!" sentak Pengemis Kepala Botak dengan rahang-rahang bertonjolan penuh geram. Dia hendak melangkah tapi ditahan oleh Pengemis Cantik Ayu.
"Rupanya nyalimu menjadi lumer berhadapan dengan murid-murid musuh besarmu?" ejek Pengemis Cantik Ayu.
"Aku betul-betul tak mengerti dengan pambicaraanmu ini," tukas Untung Pararean.
"Puah! Pura-pura tidak mengerti!" semprot Pengemis Badan Gemuk sambil meludah.
"Dengar Cadar Hitam . . . "
"Namaku bukan Cadar Hitam. . . "
"Apakah namanya aku tak perduli! Tapi tak perlu dusta! Bukankah kau datang ke sini untuk melaksanakan tantangan yang kau tujukan pada Pengemis Sakti Muka Bopeng sekitar satu tahun yang lalu?! Kami murid-muridnya di utus ke sini untuk mewakili beliau melayanimu!"
Untung Pararean terkejut. Terkejut bukan karena tantangan yang tak pernah dibuatnya itu, tetapi terkejut ketika mendengar nama Pengemis Sakti Muka Bopeng. Sebagai orang yang pernah hidup bersama Empu Bharata selama bertahuntahun Untung Pararean tahu betul bahwa Pengemis Sakti Muka Bopeng atau yang nama aslinya Gambir Seta adalah kakak kandung Empu Bharata. Dari Kiyai Supit Pramana, Untung Pararean mengetahui pula bahwa Pengemis Sakti Muka Bopeng itulah yang telah menyiksa dan merusak mukanya hingga cacat mengerikan seumur hidup! Sudah sejak lama mendekam dendam kesuma dilubuk hati Untung Pararean terhadap Pengemis Sakti Muka Bopeng itu, tapi karena jarang turun gunung dia tak mengetahui dengan jelas di mana tempat kediaman Pengemis Sakti Muka Bopeng tersebut!
"Jadi kalian berempat adalah murid-muridnya Pengemis Sakti Muka Bopeng …?!" desis Untung Pararean.
"Nah, sekarang kau mulai mengaku buka kedok, huh?!" tukas Pengemis Kepala Botak.
"Katakan terus terang kalian mau apa?!"
Pengemis Cantik Ayu tertawa tinggi. "Kami hanya akan memberi sedikit pelajaran pada manusia tak tahu diri macam kau yaitu agar jangan berani-beranian berlaku kurang ajar terhadap guru kami." jawab Sri Lestari.
"Hem, begitu?" ujar Untung Pararean dengan senyum mengejek dari balik kain penutup wajahnya. "Aku memang ada urusan yang perlu diselesaikan dengan guru kalian yang bernama Pengemis Sakti Muka Bopeng itu. Tapi yang patut kalian ketahui aku bukanlah Si Cadar Hitam!"
"Tak perlu kita bicara panjang lebar!" tukar Pengemis Cantik Ayu.
"Betu1!" sahut Untung Pararean, "cuma perlu kalian ketahui bahwa guru kalian adalah seorang pengecut. Kalau tidak mengapa dia hendak mengandalkan kalian berempat menghadapi Si Cadar H itam?!"
"Katakan saja kau tidak punya nyali menghadapi kami berempat!" jawab Pengemis Cantik Ayu lalu memberi isyarat pada saudara-saudara seperguruannya. Pengemis Badan Gemuk, Pengemis Badan Kurus dan Pengemis Kepala Botak segera bergerak sementara Untung Pararean kelihatan tenang-tenang saja tapi sepasang matanya meneliti posisi ketempat lawan yang bakal dihadapinya.
"Tunggu dulu!" terdengar seruan dari samping kiri. Yang berseru ternyata pemuda rambut gondrong tadi.
"Kalau kalian berempat hendak mengeroyok orang ini, itu adalah satu kecurangan yang keliwatan! Bagaimana kalau aku ikut membantunya? Meski tetap curang tapi kurasa itu lebih baik agar kalau kalian nanti dikalahkannya kalian masih punya sedikit muka!"
Pengemis Badan Gemuk yang memang sejak tadi sudah marah terhadap si rambut gondrong ini jadi naik pitam. Tangan kanannya didorongkan ke arah dada si pemuda. Terdengar suara menderu. Yang diserang melihat datangnya sambutan angin, mengeluarkan suara bersiul lalu melambaikan tangan kirinya pada saat angin deras yang keluar dari dorongan tangan Pengemis Badan Gemuk setengah jengkal lagi hendak menghantam dadanya!
Terjadilah hal yang membuat terkejut Pengemis Badan Gemuk dan saudara-saudara seperguruannya. Pukulan jarak jauh Pengemis Badan Gemuk bukan saja tak sanggup mencapai sasarannya tapi disapu demikian rupa hingga menjibak ke samping dan terus menghantam dinding. Piring-piring dan gelas serta apa saja yang ada di atas meja itu mencelat berhamburan dengan menimbulkan suara bergrompyangan!
Untung Pararean juga tak kurang terkejut. Pukulan jarak jauh yang dilepaskan Pengemis Badan Gemuk tadi bukan pukulan sembarangan. Tapi si pemuda rambut gondrong menyapunya dengan satu lambaian tangan acuh tak acuh bahkan tubuh atau kakinya tidak bergerak barang sedikitpun! Dan itu dilakukannya sambil tertawa cengar-cengir!
"Sahabat muda," kata Untung Pararean cepat. "Terima kasih atas itikad baikmu hendak menolongku! Tapi kalau cuma menghadapi lawan-lawan besar mulut macam mereka ini kurasa aku punya kesanggupan untuk memberi mereka sedikit pelajaran!"
"Anjing kurap edan! Kau makanlah dulu kursi ini!" teriak Pengemis Badan Gemuk. Dalam sekejap itu pula sebuah kursi laksana kilat cepatnya menyambar ke arah Untung Pararean.
Selama enam belas tahun menerima pelajaran ilmu silat dan kesaktian dari Kiyai Supit Pramana telah menjadikan Untung Pararean seorang pendekar yang bukan sembarangan. Melihat datangnya kursi kayu itu diulurkannya tangan kanannya dengan jari telunjuk diacungkan lurus-lurus. Dengan mengandalkan jari telunjuk itu ditahannya salah satu kaki kursi. Ketika jari telunjuk itu dibengkokkannya sedikit, kursi itu berputar tiga kali berturut-turut di ujuny jarinya dan yang lebih hebat lagi ialah ketika Untung Pararean membentak. "Pergi!" Kursi itu mencelat mental ke arah Pengemis Badan Gemuk kembali!
"Hebat! Hebat sekali!" seru pemuda rambut gondrong memuji kelihayan Untung Pararean. Di lain pihak Pengemis Badan Gemuk naik pitam bukan main. Kursi yang kembali menyambar ke arahnya dihantamnya dengan tangan kanan hingga hancur berantakan. Beberapa kayu pecahan kursi menancap di langit-langit rumah makan!
Tiba-tiba terdengar teriakan nyaring keluar dari mulut Pengemis Cantik Ayu dan dikejap itu pula Empat Pengemis Pulau Ras serempak menyerbu Untung Pararean dengan senjata masing-masing.
"Curang!" teriak pemuda rambut gondrong. "Curang!" teriaknya lagi.
Habis berseru demikian Pengemis Cantik Ayu melesat ke hadapan si rambut gondrong seraya mengiblatkan sepasang golok perak yang sangat tipis di kedua tangannya! Serangan yang dilancarkan oleh Sri Lestari atau Pengemis Cantik Ayu adalah jurus yang dinamakan "sinar pelangi pecah di udara".
Golok di tangan kanannya membabat ke batang leher sedang golok di tangan kiri menderu ke bawah perut pemuda rambut gondrong. Pemuda ini terkejut sekali karena tak menyangka serangan lawannya demikian hebat dan cepat. Namun karena dia bukan pula orang sembarangan, dengan melompat sebat ke belakang dia berhasil mengelakkan serangan hebat itu.
Tapi betapa terkesiapnya dia sewaktu tiba-tiba saja sang dara mengirimkan satu serangan susulan yang bernama "pelangi menggelung gunung". Sepasang golok perak yang tadi mengenai tempat kosong kini membalik laksana silangan gunting, mengancam dada dan pinggang si pemuda!
Pemuda rambut gondrong mengeluarkan siulan nyaring. Lututnya ditekuk. Tubuhnya merunduk sedang kedua tangannya yang terpentang lurus memukul ke kiri dan ke kahan. Inilah jurus pertahanan yang sekaligus merupakan gerakan menyerang yang di namakan "kipas sakti terbuka"!
Sri Lestari merubah kedudukan sepasang golok peraknya agar dapat sekaligus membabat putus sepasang lengan lawan yang terpentang itu. Namun kagetnya bukan kepalang sewaktu melihat bagaimana sepasang lengan lawan cepat sekali menyusup ke bawah, ke arah pergelangan tangannya. Dari pergelangan tangan si pemuda jelas terasa keluar sambaran angin dingin. Hal ini membuat Sri Lestari menjadi ragu-ragu untuk meneruskan serangannya. Dalam keragu-raguan ini hampir saja lawannya berhasil memukul lengannya kalau tidak cepat-cepat dia melompat ke belakang! Untuk sesaat lamanya kedua orarig itu saling bentrokan pandangan. Si pemuda tersenyum.
"Ayo, mari diteruskan! Bukankah kau ingin melenyapkan aku?!"
Pengemis Cantik Ayu melototkan matanya. Namun entah mengapa hatinya bergetar sewaktu dirasakannya sorotan mata pemuda rambut gondrong itu laksana menembus sampai ke lubuk hatinya. Namun getaran itu hanya sebentar saja. Sesaat kemudian Sri Lestari berteriak nyaring, tubuhnya berkelebat lenyap sedang sepasang goloknya bergulung-gulung hanya merupakan sinar putih. Melihat datangnya serangan yang luar biasa ini pemuda rambut gondrong tak mau bertindak gegabah.
Cepat dia memasang kuda-kuda pertahanan yang kokoh dan sesaat kemudian dia sudah menyerbu ke depan memapasi serangan lawannya!
Sementara itu pertempuran antara Untung Pararean dan ketiga Pengemis Pulau Ras lainnya berlangsung seru sekali. Lima jurus pertama keadaan seimbang, namun jurus-jurus selanjutnya kelihatan Untung Pararean mulai menerima tekanan-tekanan. Yang menyulitkan kedudukan laki-laki ini adalah karena ketiga lawannya memakai senjata sedang dia sendiri sampai saat itu masih mengandalkan tangan kosong. Di sini nyatalah bahwa betapapun tingginya ilmu kepandaian Untung Pararean namun kepandaian ketiga lawannya tidak pula rendah, apa lagi dengan bersenjata begitu rupa. Jurus demi jurus keadaan Untung Pararean makin terdesak. Beberapa kali lakilaki ini mengeluarkan pukulan-pukulan saktinya namun semua itu hanya untuk sekedar mempertahankan diri dari desakan yang semakin gencar. Diamdiam Untung Pararean mulai keluarkan keringat dingin!
Pemuda rambut gondrong yang tengah menghadapi serangan gencar Sri Lestari masih sempat melirik dan menyaksikan keadaan Untung Pararean yang berbahaya. Kini dia tak bisa bertindak main-main dan harus berlaku cepat jika tak ingin laki-laki bercadar itu, menjadi korban keroyokan. Rumah makan itu bergetar, sendi-sendi tiang berderik sewaktu dari mulut si pemuda keluar suara bentakan yang menggeledek! Untuk sejenak semua orang yang ada di situ terkesiap. Sri Lestari melihat pemuda itu menggerakkan tangan kirinya. Satu gelombang angin yang amat dahsyat menderu menerpa tubuhnya. Betapapun gadis itu mempertahankan diri dan mengerahkan tenaga dalamnya, tetap saja tubuhnya terhuyung gontai. Dan sebelum dia sanggup mengimbangi diri, si pemuda sudah melompat ke hadapannya, mengulurkan kedua tangannya. Terdengar seruan Sri Lestari.
***

Next ...
Bab 11

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245

0 Response to "Kutukan Empu Bharata Bab 10"

Posting Komentar