Kutukan Empu Bharata Bab 11

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 013
Kutukan Empu Bharata

SEBELAS
"SOBAT Bercadar, pakailah golok-golok ini!" seru si rambut gondrong dan sepasang golok perak milik Sri Lestari yang berhasil di rampasnya, dilemparkannya ke arah Untung Pararean. Dengan gada batu pualam yang ada di tangan kanan nya Pengemis Badan Gemuk coba menyampok kedua golok itu tapi niatnya terpaksa dibatalkan karena di saat yang sama Untung Pararean menyorongkan kaki kanannya ke perut laki-laki itu. Sewaktu Pengemis Badan Gemuk menyurut ke belakang guna menghindarkan tendangan maut Untung Pararean, kesempatan ini dipergunakan oleh Untung Pararean untuk menyambut kedua golok perak yang melayang di udara.

"Saudara! Awas di belakangmu!" teriak si pemuda rambut gondrong.
Untung Pararean membalik dengan cepat. "Trang"!
Golok perak di tangan kanannya beradu keras dengan gendewa baja yang menjadi senjata Pengemis Badan Kurus. Bentrokan itu membuat tangan masing-masing tergetar hebat dan keduanya sama-sama tersurut beberapa langkah! Nyatalah bahwa kekuatan tenaga dalam mereka berada di tingkat yang sama. Dalam pada itu Pengemis Badan Gemuk dan Pengemis Kepala Botak yang bersenjatakan sebuah sabuk hitam telah menyerbu pula ke muka. Pertempuran yang berlangsung bertambah hebat. Namun kali ini ketiga pengeroyok harus berhati-hati karena yang mereka hadapi kini adalah Untung Pararean yang sudah bersenjata yaitu sepasang golok perak perak tipis milik Sri Lestari. Tubuh laki-laki itu lenyap berubah menjadi bayangbayang. Dan bayang-bayang tubuhnya itu terbungkus pula oleh sinar putih sepasang golok yang berkiblat kian kemari.
Beberapa kali terdengar suara bentrokan senjata dan berkali-kali pula Pengemis Badan Gemuk serta kedua saudaranya terpaksa mundur terus menghadapi amukan Untung Pararean!
Pada waktu Untung Pararean berhasil menyambut sepasang golok yang dilemparkan pada waktu itu pula Pengemis Cantik Ayu atau Sri Lestari dengan penuh amarah mendorongkan kedua tangannya ke arah pemuda rambut gondrong.
"Wuss! Wuss!"
Dua larik sinar hitam yang teramat panas menderu ke arah sirambut gondrong. Itulah pukulan "api hitam" yang sangat ganas. Demikian hebatnya ilmu pukulan itu hingga Pengemis Sakti Muka Bopeng hanya menurunkannya pada Sri Lestari saja. Pemuda rambut gondrong kaget sekali karena tak menduga kalau sigadis memiliki ilmu pukulan hebat demikian rupa. Cepat-cepat dia membuang diri ke samping. Tapi masih terlambat. Bahu kirinya kena disambar salah satu larikan sinar hitam.
Pakaian putihnya kejap itu juga dikobari api! Pemuda itu mengeluh pendek dan cepat-cepat mempergunakan tangan kanannya menepok-nepuk api yang berkobar hingga akhirnya padam.
Sri Lestari memandang dengan mata terbeliak pada pemuda rambut gondrong itu. Dia betul-betul tak bisa percaya akan apa yang disaksikannya! Sewaktu ilmu pukulan itu baru setengah bagian saja dipelajarinya dari Pengemis Sakti Muka Bopeng, Lestari pernah mencobanya terhadap sebatang pohon beringin dan pohon itu hangus hancur dan tumbang berkeping-keping! Menyaksikan si pemuda hanya bajunya saja yang terbakar hangus dengan kulit bahu yang sedikit kemerahan akibat pukulan "api hitam" nya tadi, tentu saja Sri Lestari tak bisa mempercayainya.
Sambil menggosok-gosok kulit bahunya yang merah dan sakit si pemuda rambut gondrong memandang menyorot pada Sri Lestari. Tapi tak sedikitpun pandangan itu membayangkan amarah atau dendam kesumat, malah kemudian pemuda ini tertawa dan berkata.
"Pukulanmu hebat, gadis! Tapi adalah pengecut menyerang lawan secara membokong!"
"Siapa suruh kau bertindak lengah!" damprat Sri Lestari. "Sudah kebagusan kau tidak kubikin mampus, hanya kuberi sedikit pelajaran!"
Pemuda itu tertawa gelak-gelak. "Sekarang giliranku pula untuk ganti memberikan sedikit pelajaran padamu," katanya. Lalu dia berseru. "Awas dadamu!"
Tubuh pemuda tersebut melompat ke muka dan tangan kanannya cepat sekali bergerak ke arah dada si gadis! Tentu saja Sri Lestari tak mau buah dadanya dijamah seenaknya.
"Pemuda kurang ajar!" bentaknya seraya cepatcepat menghindarkan diri dan dengan tangan kirinya kembali melepaskan pukulan "api hitam". Tapi si pemuda sudah lenyap dari arah serangan. Dan tahu-tahu Sri Lestari atau Pengemis Cantik Ayu merasakan sambaran angin di belakangnya. Cepat gadis ini membalik dan menghantamkan tangan kanannya. Serangannya itu cuma mengenai tempat kosong, sebaliknya kulit punggungnya terasa sakit sekali dan detik itu pula tubuhnya tak bisa digerakkan lagi. Ternyata si pemuda telah berhasil menotok tubuhnya!
"Nah, nah! Sekarang kau berdiri sajalah baik-baik di situ dan jangan banyak tingkah. Mari kita sama-sama saksikan pertempuran kawan-kawanmu melawan laki-laki itu!"
"Pemuda kurang ajar! Kalau tidak lekas kau lepaskan totokan ini, jangan harap kau bakal dapat pengampunan dariku!"
mengancam Sri Lestari. Meski sekujur tubuhnya kaku tegang tapi dia masih bisa bicara karena si pemuda sengaja tidak menotok jalan suaranya.
Si pemuda hanya tertawa gelak-gelak mendengar ancaman itu. Baru saja dia berpaling hendak menyaksikan pertempuran antara Untung Pararean dengan ketiga Pengemis Pulau Ras, terdengar pekik Pengemis Kepala Botak. Sabuknya mental ke udara, tangan kanannya berlumuran darah. Cepat-cepat dia melompat keluar dari kalangan pertempuran dengan muka pucat pasi!
"Ha … ha! Untung saja bukan kepala botakmu yang dilalap golok laki-laki itu!" ejek pemuda rambut gondrong lalu tertawa membahak.
Dalam sakit dan amarah yang bergejolak, Pengemis Kepala Botak jadi kalap. Cepat dipungutnya sabuknya yang tadi jatuh, laiu menghambur menyerang si pemuda! Betapapun hebatnya serangan yang dilancarkan namun karena disertai amarah kalap dengan sendirinya tidak memakai perhitungan yang tepat. Begitu si pemuda melompat ke samping, akibat pukulan yang mengenai tempat kosong, Pengemis Kepala Botak tersorong ke depan. Di saat itu pula si pemuda gerakkan tinju kanannya memukul punggung Pengemis Kepala Botak. Tak ampun lagi si botak ini jatuh menelungkup dengan keras di lantai rumah makan, untuk berapa lamanya tak bisa berkutik! Kembali terdengar suara tertawa pemuda rambut gondrong!
Sementara itu Untung Pararea telah mendesak hebat pengeroyoknya yang kini hanya tinggal dua orang yaitu Pengemis Badan Gemuk dan Pengemis Badan Kurus. Sepasang golok putih berkelebat diantara deru gada batu pualam dan gendewa baja.
"Gemuk, agaknya kita tak bakal bisa merobohkan bangsat ini," ujar Pengemis Badan Kurus dengan ilmu menyusupkan suara.
"Apa rencanamu?!" menanya Pengemis Badan Gemuk yang nafasnya sudah Senin-Kemis dan pakaian basah oleh keringat.
"Kita tinggalkan saja tempat sialan ini! Kembali ke pulau Ras."
"Kau mau kita mendapat hukuman dari guru?"
Pengemis Badan Kurus terdiam. Lalu dia dapat akal dan cepat-cepat berkata, "Ceritakan saja Si Cadar Hitam tak datang memenuhi tantangan yang dijanjikannya!"
Sebenarnya Pengemis Badan Gemuk merasa ragu-ragu. Tapi melihat kenyataan bagaimana detik demi detik sepasang golok di tangan Untung Pararean semakin ganas dan berbahaya, merangsek mereka terus menerus, mau tak mau Pengemis Badan Gemuk menurutkan juga ucapan saudara seperguruannya itu.
Demikianlah, dalam jurus pertempuran yang ke empat puluh dua setelah melancarkan satu serangan serempak yang hampir tak ada artinya, kedua orang ini melompat keluar dari kalangan pertempuran. Pengemis Badan Gemuk cepat menyambar Sri Lestari sedang Pengemis Badan Kurus menyambar si botak yang masih menelungkup tujuh keliling di lantai rumah makan.
"Pengecut! Kalian mau ke mana?!" bentak pemuda rambut gondrong. Dia hendak bergerak ke pintu guna menghalangi. Tapi langkahnya tertahan sewaktu laki-laki bercadar itu di dengarnya berseru,
"Biarkan saja mereka pergi!"
Sesaat kemudian Empat Pengemis Pulau Ras itupun lenyap dari pemandangan.
"Aku tak mengerti mengapa kau membiarkan mereka pergi begitu saja," kata si pemuda. "Keempatnya menginginkan jiwamu dan yakinlah bahwa pada suatu hari kelak mereka akan muncul lagi untuk membunuhmu!"
"Soal nanti biar kita pikirkan nanti, sahabat muda. Mari kita duduk dulu melepaskan dahaga," jawab Untung Pararean lalu duduk di kursi. Si pemuda menggaruk-garuk kepalanya dan mengambil tempat duduk di hadapan Untung Pararean.
"Terima kasih atas pertolonganmu," kata Untung Pararean sesudah Akik Rono datang membawakan minuman dan hidangan untuk mereka.
"Lupakan hal itu, sobat. Jawab dulu pertanyaanku apakah kau Si Cadar Hitam atau bukan?!"
Untung Pararean meneliti paras si rambut gondrong sejenak lalu berkata, "Aku akan jawab kalau terlebih dahulu kau menerangkan siapa kau adanya."
"Namaku Wiro. Aku kebetulan saja berada di kota ini."
Untuk kedua kalinya Untung Pararean meneliti paras pemuda di hadapannya.
"Apa kau bukannya Wiro Sableng, orang yang berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212?!"
Si pemuda tertawa perlahan.
Untung Pararean dengan serta merta berdiri. Belum sempat dia hendak menjura memberi hormat pemuda itu sudah menarik tangannya.
"Apa-apaan ini? Lupakan segala macam peradatan. Aku yang muda yang sebenarnya harus memberi hormat padamu."
"Nama besarmu sudah sejak lama kudengar, Pendekar 212. Meskipun tadi kau menarangkan kehadiranmu di Linggoprogo ini adalah satu kebetulan, tapi aku tidak yakin. Di mana kau muncul pasti mempunyai maksud-maksud tertentu. Katakan saja terus terang. Kita tokh sama-sama dari satu golongan?"
Pemuda rambut gondrong yang memang ada!ah Pendekar 212 Wiro Sableng adanya, tertawa kecil.
"Sebetulnya aku tengah mencari seseorang. Seorang penculik anak perawan!"
"Seorang anak Kepala Kampung telah diculik oleh bangsat bermuka iblis bernama Tunggul Gawegawe, bergelar Iblis Tangan Panjang! Kau pernah dengar tentang dia?"
Untung Pararean mengangguk. "Sudah sangat lama. Sekitar enam belas tahun yang silam," katanya. Lalu diceritakannya tentang pertempurannya melawan Sepasang Golok Maut•kepala rampok hutan Dadakan•yang hendak menculik keponakan Sri Baginda. Ketika penculikan itu digagalkan oleh Untung Pararean, Sepasang Golok Maut kemudian meminta bantuan Iblis Tangan Panjang. Namun iblis Tangan Panjang ini pun berhasil dikalahkan oleh Untung Pararean. Penuturan itu mengingatkan Untung Pararean pada riwayatnya sendiri. Kepada Wiro sama sekali tak diceritakannya kalau keponakan raja yang ditolongnya adalah perempuan yang kemudian menjadi istrinya dan selanjutnya mendatangkan penderitaan dalam kehidupannya.
"Menurut penyelidikanku, bangsat penculik itu melewati kota ini. Makanya aku datang ke sini."
"Manusia macam Iblis Tangan Panjang itu patut dilenyapkan dari muka bumi," ujar Untung Pararean.
"Sekarang kau terangkanlah dirimu," kata Wiro Sableng sambil meletakkan cangkir minuman ke atas meja.
"Aku Untung Pararean. Berasal dari Gunung Bromo," menerangkan bekas perwira kerajaan itu.
"Kau belum menjawab pertanyaanku tadi," kata Wiro pula. "Apakah kau sebenarnya orang yang berjuluk Si Cadar Hitam atau bukan?" Untung Pararean menggeleng.
"Lantas mengapa kau menutupi wajahmu dengan kain hitam macam begini?"
"Itu tak dapat kuterangkan padamu." jawab Untung Pararean.
Pendekar 212 Wiro Sableng tersenyum. "Apakah kau juga tak bakal menerangkan kenapa kau mengawatirkan keselamatan gadis cantik berpakaian pengemis tadi itu?"
Untung Pararean tertegun sejenak. Akhirnya tanyanya, "Sahabat muda, apakah kau bisa kupercaya?"
Wiro Sableng kerenyitkan kulit kening dan tak menjawab apa-apa sampai akhirnya Untung Pararean berkata, "Paras gadis itu mengingatkan aku pada seseorang."
"Siapa seseorang itu?" tanya Wiro lagi ingin lebih jelas.
"Istriku. Parasnya sama sekali . . . "
"Dan istrimu sudah meninggal?"
Untung menggeleng. "Dia lenyap enam belas tahun yang silam bersama anakku. Seorang perempuan. Pertama kali aku melihat wajah gadis tadi hatiku berdebar. Dan aku mendapat firasat bahwa dia adalah anakku yang lenyap itu . . . . "
"Agaknya kau mempunyai riwayat yang hebat, sobat."
"Bukan hebat, tapi penuh penderitaan lahir bathin," sahut Untung Pararean.
Wiro menatap kain penutup wajah laki-laki dihadapannya seakan-akan coba menembusi untuk mengetahui wajah yang bagaimanakah sesungguhnya yang tersembunyi dibalik kain hitam itu.
"Sebenarnya riwayatmu tak ada sangkut pautnya denganku, apalagi kita barusan saja kenal. Tapi bila kau dapat menuturkan padaku, aku akan gembira sekali."
Untung Pararean tersenyum pahit.
"Lain kali mungkin baru bisa kuceritakan padamu, sobat muda. Aku tak punya waktu banyak …"
"Kau mau ke mana?" tanya Wiro cepat.
"Menyusul keempat orang tadi untuk mencari tahu siapa sesungguhnya gadis itu".
"Tapi dia sendiri sudah menerangkan bahwa dia adalah anaknya Pengemis Sakti Muka Bopeng …"
Hal itu memang membuat hati Untung Pararean meraqu. Namun nalurinya meyakini bahwa pengemis Cantik Ayu adalah anaknya. Kalau tidak bagaimana parasnya bisa begitu persis seperti Sri Kemuning, istrinya yang melarikan diri itu?
"Kalaupun nanti terbukti dia bukan anakku yang lenyap, itu tak jadi apa karena aku masih rnempunyai maksud lain untuk menyusul Empat Pengemis Dari Pulau Ras itu. Ada piutang lama yang harus kutagih pada guru mereka yaitu Pengemis Sakti Muka Bopeng!"
Habis berkata begitu Untung Pararean menjura di hadapan Pendekar 212 Wiro Sableng lalu meletakkan beberapa mata uang di atas meja dan bertindak ke pintu. Masih beberapa langkah dia akan mencapai pintu, satu bayangan hitam berkelebat yang disusul dengan bentakan nyaring membuat rumah makan itu bergetar.
"Manusia bercadar hitam! Kalau kau berani bergerak satu langkah lagi kupecahkan kepalamu!"
***

Next ...
Bab 12

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245

0 Response to "Kutukan Empu Bharata Bab 11"

Posting Komentar