WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 013
Kutukan Empu Bharata
SEMBILAN
SEMUA orang di pelabuhan Linggoprobo tak satupun yang berani mengangkat kepala memandang kepada keempat orang yang baru saja turun dari perahu itu. Orang-orang yang berkumpul bersibak memberi jalan.
"Aku tak habis mengerti pada manusia-manusia itu," kata gadis yang rambutnya dijalin dua. "Setiap kita muncul mereka ketakutan sekan-akan Empat Pengemis Pulau Ras adalah empat ekor harimau kelaparan atau empat setan pelayangan yang menyeramkan!"
Tiga orang laki-laki yang berjalan di belakang gadis itu tertawa. Salah seorang di antaranya, yang berbadan gemuk menjawab. "Tak usah perdulikan mereka! Kita percepat saja langkah, siapa tahu mungkin Si Cadar Hitam, sudah menunggu di rumah makan Akik Rono!"
Keempat orang itu kemudian memutar langkah kejurusan timur pelabuhan di mana terletak rumah makan Akik Rono, sebuah rumah makan besar yang cuma satu-satunya terdapat di pelabuhan Linggoprobo.
Saat itu hampir tengah hari dan rumah makan tersebut sedang ramai-ramainya dikunjungi tamu. Tapi begitu Empat Pengemis Pulau Ras muncul di ambang pintu, semua orang yang ada di situ, tak perduli sedang lahap makan atau masih tengah menunggu pesanan mereka, cepat-cepat saja berdiri dan angkat kaki meninggalkan rumah makan.
"Kalian lihat!" kata dara berjalin dua yaitu Sri Lestari. "Mereka menghindar sesudah melihat kedatangan kita!"
Laki-laki yang berbadan gemuk yaitu Pengemis Badan Gemuk tidak mengacuhkan ucapan saudara seperguruannya. Dia memandang ke seantero ruangan tapi orang yang dicarinya tidak kelihatan.
"Rupanya dia belum datang. Ayo kita masuk!"
Baru saja Sri Lestari atau Pengemis Cantik Ayu melewati ambang pintu, seorang laki-laki separuh baya yang berbadan pendek dan tak kalah gemuknya dengan Pengemis Badan Gemuk mendatangi tergopohgopoh, menjura pada keempat orang itu dengan hormat sekali. Dialah Akik Rono, pemilik ruang makan.
"Kembali rumah makanku mendapat kehormatan kedatangan ‘Empat Pengemis Pulau Ras. Mari masuk dan silahkan mengambil tempat …?
Keempat orang itu sengaja mengambil tempat yang baik agar dapat mengawasi pintu masuk dengan leluasa. Sementara itu Akik Rono telah memberi perintah pada pelayan-pelayannya untuk menghidangkan makanan serta minuman yang enak-enak untuk keempat tetamu tersebut. Tak lama kemudian Empat Pengemis Pulau Ras kelihatan asyik menikmati isi piringnya masing-masing.
Pengemis Badan Gemuk tengah menyeka butirbutir peluh dikeningnya, Pengemis Badan Kurus tengah mengulurkan tangan hendak memotes sebuah pisang, Pengemis Kepala Botak tengah mengusap-usap perutnya yang keras padat kekenyangan dan Pengemis Cantik Ayu telah menyibakkan rambutnya yang tergerai di kening ketika telinga masing-masing mendengar suara siulah yang tak menentu tapi keras dan aneh! Keempatnya saling berpandangan.
"Siapa pula yang bersiul kegirangan di tengah hari bolong begini!" kata Pengemis Kepala Botak sambil mengawasi pintu masuk.
Suara siulan mendadak berhenti, berganti dengan suara tarikan nafas dan sesaat kemudian di ambang pintu muncullah seorang pemuda berpakaian putih. Rambutnya gondrong mukanya berminyak keringat dan kotor disaput debu tanda dia baru saja menempuh perjalanan jauh. Sambil mengipas-ngipaskan tangannya untuk mengurangkan hawa panas, pemuda ini pergi duduk dekat pintu. Dia memandang berkeliling, memperhatikan Empat Pengemis Pulau Ras sejenak lalu berpaling pada laki-laki separuh baya bertubuh gemuk dan pakai blangkon yang berdiri di sudut kiri.
"Kota besar seramai ini, rumah makannya cuma satu!" berkata pemuda itu -seolah-olah pada dirinya sendiri. Dan dilihatnya laki-laki gemuk berblangkon itu melangkah ke hadapannya.
Si pemuda tersenyum. "Panas sekali!" katanya pada Akik Rono. "Orang segemukmu apakah tidak kepanasan seperti aku?!"
Akik Rono tersenyum pula. "Aku sudah biasa dengan udara laut yang panas. Kau mau memesan apa, orang muda?"
Tamu yang baru datang itu menyebutkan makanan dan minuman yang dikehendakinya. Akik Rono baru saja meninggalkan meja si pemuda sejauh dua langkah ketika di seberang sana didengarnya suara meja digebrak! Dengan muka pucat karena terkejut pemilik rumah makan itu berpaling. Dilihatnya Pengemis Badan Gemuk berdiri dengan cepat dan kasar hingga kursi yang didudukinya terpelanting dan mengeluarkan suara berisik.
Dengan langkah-langkah besar dan muka kelam merah sedang sepasang mata melotot garang, Pengemis Badan Gemuk menuju ke meja di mana pemuda berambut gondrong duduk.
"Rambut gondrong sialan! Kau berani kurang ajar menghinaku hah?"
Si pemuda jadi melongo. Kedua alis matanya yang tebal naik ke atas sedang kulit keningnya mengerenyit tanda dia terheran-heran.
"Tak ada hujan tak ada angin kenapa kau mendadak beringas begini, sobat?!" tanya si pemuda setelah terlebih dulu meneliti Pengemis Badan Gemuk dari kepala sampai ke kaki.
"Kau bicara apa tadi sama pemilik rumah makan ini? Ayo coba kau ulangi!" bentak Pengemis Badan Gemuk.
"Eh . . . " si pemuda menggaruk-garuk kepalanya beberapa kali. "kurasa tak ada ucapanku yang kutujukan padamu. Apalagi dengan maksud menghina!"
"Kurang ajar berani mungkir terhadap aku Pengemis Badan Gemuk! Tadi kau bicara tentang panas dan tentang orang gemuk! Apa itu bukan berarti menghinaku?! Ayo lekas kau berlutut minta ampun! Kalau tidak jangan menyesal bila kepalamu kupuntir ke belakang!"
Dalam keheranan yang masih belum lenyap si pemuda tiba-tiba tertawa. Mula-mula pelahan, makin lama makin santar terbahak-bahak!
"Sobat kau salah sangka! Kalau di sini cuma kau sendiri yang gemuk gendut memang bisa juga kau merasa terhina! Tapi tadi aku bicara sama laki-laki itu! Dia sendiri sama sekali tidak merasa terhina! Kenalpun aku tidak padamu, perlu apa menghina segala?!"
Ucapan-ucapan itu membuat Pengemis Badan Gemuk menjadi tambah naik darah.
"Kau berani bermulut besar, bocah! Aku mau lihat apakah kau juga berani menerima pukulanku ini!"
Habis berkata begitu Pengemis Badan Gemuk mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi. Di saat itu dari meja di seberang sana terdengar seruan.
"Gemuk! Kenapa kau mau melayani pemuda dogol yang tampaknya tidak berotak sehat itu?! Jangan cari urusan tak karuan! Kita datang ke sini bukan untuk itu! Ayo kembalilah ke sini!"
Si pemuda rambut gondrong memalingkan kepalanya. Yang berseru adalah gadis cantik berjalin dua. Dia tersenyum pada gadis itu dan berkata,
"Kau betul saudari! Memang tak ada gunanya mencari urusan yang tak karuan! Satu hal kuberi tahu padamu, tampangku memang dogol, namun otakku mungkin jauh lebih sehat dari si gemuk ini!"
Pengemis Badan Gemuk berteriak marah! Kaki kanannya melayang laksana kilat cepatnya ke arah dada si pemuda rambut gondrong! Terdengar satu suara siulan yang disusul dengan mentalnya kursi yang tadi diduduki si pemuda! Kursi itu bukan saja mental tapi hancur berkeping-keping!
"Gemuk! Aku bilang kembali ke sini!" teriak Sri Lestari, atau Pengemis Cantik Ayu. "Kalau tidak aku akan laporkan pada ayah nanti!"
"Tapi bangsat ini keliwat menghina, Lestari!" sahut Pengemis Badan Gemuk dengan rahang-rahang menggembung.
"Biarkan dia. Namanya saja orang sinting!" Sri Lestari berpaling pada pemilik rumah makan.
"Akik Rono, kau usirlah pemuda itu!" perintahnya.
Dengan ketakutan Akik Rono meiangkah ke hadapan si pemuda rambu gondrong, lalu berkata: "Den, aku harap kau sudi meninggalkan tempat ini…"
"Baik baik tapi mana itu makanan yang aku pesan? Hidangkan dulu, nanti baru aku mau pergi.
Jawaban si pemuda membuat Akik Rono serba salah. Dia takut pada Empat Pengemis Pulau Ras, tapi terhadap si pemuda itu agaknya dia juga tak berani berlaku sembarangan. Maka diapun bicara berbisik-bisik: "Den, kau harus tahu keempat orang itu adalah Empat Pengemis Pulau Ras yang berkepandaian silat tinggi sekali! Aku tak ingin mendapat celaka. Kuharap kau sudi segera meninggalkan tempat ini."
Si pemuda merutuk dalam hatinya. "Meski bemama pengemis agaknya mereka mau menjadi Raja di sini!" mengomel pemuda itu.
"Baik aku akan pergi! Tapi pengusiran secara kurang ajar ini musti ada imbalannya!" kata si pemuda bersungut-sungut. Cepat sekali tangannya menyambar blangkon di kepala Akik Rono. Entah bagaimana kemudian kain blangkon itu sudah terlepas dari buhul-buhulnya, lalu laksana seekor ular melesat menyambar kemeja di mana Empat Pengemis Pulau Ras berada. Ujung kain blangkon itu secara aneh menggulung sesisir pisang di atas meja dan sesaat kemudian pisang itu tersapu ke arah sipemuda dan ditangkap dengan tangan kirinya!
"Ini kukembalikan kain blangkonmu!" kata si pemuda seraya melemparkan kain blangkon Akik Rono pada pemiliknya, lalu melangkah ke pintu! Justru pada saat itu pula Pengemis Badan Gemuk cepat melompat dan menghadang di pintu.
"Kalau tidak kupecahkan kepalamu, jangan panggil aku Pengemis Badan Gemuk dari Pulau Ras!"
"Wuut!"
Satu angin pukulan mendru kekepala si pemuda. Yang diserang cepat mengelak hingga tinju Pengemis Badan Gemuk hanya mengenai tempat kosong. Dengan geram penasaran Pengemis Badan Gemuk berbalik. Kali ini dia melancarkan serangan yang lebih hebat. Kedua tangannya terpentang. Kedua kakinya menekuk siap untuk melompat.
"Gemuk!" tiba-tiba saja terdengar seruan Sri Lestari alias Pengemis Cantik Ayu. "Tinggalkan pemuda itu dan cepat ke sini!
Orang yang kita tunggu sudah datang!"
***
Next ...
Bab 10
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245


0 Response to "Kutukan Empu Bharata Bab 9"
Posting Komentar