Kutukan Empu Bharata Bab 15

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 013
Kutukan Empu Bharata

LIMA BELAS
"YA, Aku! Apakah kau masih mengenali aku, Pengemis Sakti Muka Bopeng?!" kata orang yang baru datang, yang tadi melemparkan buah kelapa ke arah Pengemis Sakti Muka Bopeng. Dia mengenakan jubah putih dan sangat tua sekali. Tubuhnya yang agak bungkuk itu ditopang dengan sebuah tongkat yang dipegangnya di tangan kanan.

"Hemm . . . " gumam Pengemis Sakti Muka Bopeng. "Kiranya betul dugaanku bahwa keparat bercadar ini adalah muridmu Kiyai Supit Pramana dari Gunung Bromo. Heran . . . kenapa tahu-tahu saja kau mempunyai seorang murid!"
"Aku memang memberikan beberapa pelajaran ilmu silat padanya. Tapi dia bukanlah muridku." kata Kiyai Supit Pramana tegas-tegas.
"Eh, kenapa begitu? Lucu sekali!" ujar Pengemis Sakti Muka Bopeng seraya memandang pada murid-muridnya. "Mungkin kau bisa menerangkan kelucuan itu? Atau kedatanganmu jauh-jauh ke sini justru memang hendak menerangkan hal itu?!"
Wajah Kiyai Supit Pramana kelihatan sedikit merah. Namun demikian di bibimya tersunting sekelumit senyum.
"Lucu atau tidak bukan itu urusanmu, Muka Bopeng!"
"Oh, jadi kedatanganmu hendak turun tangan membantu manusia bercadar ini? Boleh saja! Tapi akan lebih baik jika terlebih dulu kau suruh dia membuka cadarnya!"
"Soal buka cadar itu bukan pekerjaanku. Kalau kau sendiri tidak mampu apakah tidak malu menyuruh orang lain?!"
Kini paras Pengemis Sakti Muka Bopeng yang berubah menjadi merah. Sementara itu Kiyai Supit Pramana ingat bahwa kali itu adalah kali ketiga dia menolong jiwa Untung Pararean yang berarti adalah pertolongan untuk penghabisan kalinya yaitu sebagaimana pesan gurunya tempo hari di dalam mimpi.
"Kiyai Supit Pramana!" berkata Pengemis Sakti Muka Bopeng sambil bertolak pinggang. "Antara kau dan aku tidak ada saling sengketa. Mengapa mendadak sontak kau hendak baku hantam denganku?!"
"Siapa bilang aku hendak baku hantam denganmu?" sahut Kiyai Supit Pramana. "Kemunculanku hanya untuk menolong dia."
"Alasan yang dicari-cari!" kata Pengemis Sakti Muka Bopeng dengan mimik mengejek. "Apakah kau bisa pula menerangkan silang sengketa apa yang ada antara aku dan manusia bercadar ini hingga tak ada hujan tak ada angin datang ke sini dan menyebut-nyebut segala soal hutang pihutang?!"
Untung Pararean kawatir kalau-kalau Kiyai Supit Pramana akan menerangkan siapa dirinya sebenarnya. Tapi orang tua yang arif ini sudah memahami perasaan Untung Pararean. Maka diapun menjawab, "Soal itu kau tanyakan saja langsung pada orangnya."
"Kau dan setan alas ini sama saja tidak tahu dirinya! Ayo lekas angkat kaki dari pulauku!" bentak Pengemis Sakti Muka Bopeng.
"Aku baru akan meninggalkan tempat ini bila urusanmu dengan dia sudah beres." jawab Kiyai Supit Pramana. "Tua bangka sialan! Kalau begitu biar kau dulu yang aku bereskan!" Pengemis Sakti Muka Bopeng berpaling pada ke empat muridnya dan berseru: "Kalian berempat cepat cincang bangsat itu!" Maka Pengemis Cantik Ayu dan tiga Pengemis lainnya segera mengeluarkan senjata masing-masing dan menyerbu Untung Pararean.
Bagi Untung Pararean tingkat ilmu silat keempat lawannya itu tidak membuat dia menjadi gentar. Tapi ada satu hal yang menyebabkan setiap gerakannya harus dilakukan dengan penuh perhitungan bahkan kadang-kadang tertahan-tahan. Yang menyebabkan itu ialah karena salah seorang dari pengeroyoknya adalah anaknya sendiri. Walau bagaimanapun seorang bapak tak akan tega untuk mencelakai anak kandungnya! Di lain pihak Sri Lestari atau Pengemis Cantik Ayu tidak mengetahui kalau yang dihadapinya adalah ayah kandungnya. Bersama-sama dengan ketiga saudaranya dia terus mendesak Untung Pararean dengan hebat!
Setelah pertempuran berkecamuk dua puluh jurus dan melihat keempat orang itu masih belum sanggup merubuhkan Untung Pararean, Sri Kemuning yang oleh Pengemis Sakti Muka Bopeng teJah diberi julukan "Pengemis Hitam Manis" segera menyerbu pula ke dalam kalangan pertempuran, hingga kini Untung Pararean dikeroyok lima. Dan dua dari pengeroyoknya adalah anak kandung dan bekas istrinya sendiri!
Sementara itu pertempuran yang terjadi antara Kiyai Supit Pramana dan Pengemis Sakti Muka Bopeng benar-benar satu pertempuran tingkat tinggi yang jarang ditemui. Tubuh keduanya lenyap menjadi bayang-bayang sedanq di sekitar mereka debu dar pasir bergu lung-gu lung, siuran angin menderu-deru!
Kalau Kiyai Supit Pramana mengandalkan tongkat butut di tangan kanannya maka Pengemis Sakti Mu.ka Bopeng hanya mengandalkan tangan, kosong. Beberapa kali si Muka Bopeng ini melancarkan serangan-serangan kilat dan pukulan-pukulan tangan kosong yang dahsyat mematikan namun lawannya selalu berhasil mengelak atau memusnahkan serangannya itu.
"Bangsat tua bangka!" maki Pengemis Sakti Muka Bopeng pada jurus ketiga puluh satu, "sekarang jangan harap kau bakal bisa selamat dari pukulanku ini!" Mulutnya menggembung, dari tenggorokannya terdengar suara menggembor dan tangan kanannya di angkat ke atas lalu dipukulkan ke depan, ke arah Kiyai Supit Pramana.
"Wuuuussss!"
Satu gelombang sinar hitam yang luar biasa panasnya menggemuruh. "Pukulan api hitam", seru Kiyai Supit Pramana dalam hati lalu dengan cepat melompat ke samping seraya memapas dengan tongkat bututnya!
"Kraak!"
Tongkai di tangan sang Kiyai patah dua dan terlepas dari tangannya tapi dirinya sendiri selamat!
Dengan geram Pengemis Sakti Muka Bopeng kembali mengirimkan pukulan dahsyat tadi dua kali berturut-turut!
Terdengar seruan dahsyat keluar dari mulut Kiyai Supit Pramana, "Hitam tak akan menang dengan putih!" Dan di kejap itu pula selarik sinar putih berkelebat. Begitu sinar putih ini beradu terus menggulung sinar hitam. Untuk beberapa lamanya menghantam sedang yang melepaskan pukulan sama berdiri tegang menyalurkan tenaga dalam masing-masing! Dalam tenaga dalam Pengemis Sakti Muka Bopeng masih kalah satu tingkat di bawah Kiyai Supit Pramana. Karenanya setelah adu kekuatan selama hampir sepeminuman teh dan kedua kakinya sampai-sampai melesak sedalam sepuluh senti, akhirnya tubuhnya terdorong ke belakang! Sebelum sinar-sinar putih itu melabrak dirinya, Pengemis Sakti Muka bopeng cepat melompat mencari keselamatan. Parasnya kelihatan pucat. Kuduknya dingin. Jika tidak lekas melompat pasti dirinya kena dicelakai pukulan lawan.
Kiyai Supit Pramana tertawa perlahan dan berkata, "Kurasa cukup kita main-main sampai di sini saja, Muka Bopeng. Sebaiknya kau lekas menyelesaikan urusanmu dengan laki-laki bercadar itu. Jangan mengandalkan murid-muridmu yang main keroyok secara pengecut itu!"
"Anjing tua!" sentak Pengemis Sakti Muka Bopeng penuh dendam amarah. "Kalau maksudku untuk membunuhmu tidak kesarnpaiar, biarlah kelak aku akan bunuh diri!"
"Ah, memang susah kalau seseorang mata dan hatinya sudah buta oleh kejahatan!" ujar Kiyai Supit Pramana dengan menggeleng-gelengkan kepala.
"Jangan banyak bacot! Kau akan segera mampus anjing tua!" semprot Pengemis Sakti Muka Bopeng. Kedua tangannya bergerak. Kini tangan kiri memegang sebilah pedang panjang berwarna ungu sedang tangan kanan memegang sebuah keris yang memancarkan sinar biru yang bukan lain keris Mustiko Jagat adanya! Melihat bagaimana si muka bopeng ini menggunakan dua senjata sekaligus nyatalah bahwa dia benar-benar ingin memburuh Kiyai Supit Pramana dalam waktu yang paling singkat!
Di lain pihak Kiyai Supit Pramana tidak merasa gentar. Dia sudah tahu kehebatan keris Mustiko Jagat sedang pedang di tangan kiri lawan tidak dipandangnya sebelah mata. Keris tempaan Empu Bharata itulah yang lebih berbahaya dan harus hatihati dihadapinya. Karenanya untuk mengimbangi senjata tersebut Kiyai Supit Pramana tidak menunggu lebih lama, segera pula mengeluarkan senjatanya yakni sehelai selendang sutera yang tepinya dihias dengan seratus rumbai-rumbai sepanjang satu jengkal!
Pengemis Sakti Muka Bopeng membuka serangan dengan satu teriakan dahsyat. Kiyai Supit Pramana menanti dengan tenang. Begitu lawannya tinggal beberapa langkah di hadapannya, segera selendang sutera di tangan kanan dikebutkan! Satu gelombang angin sedahsyat topan prahara menggaung. Seratus senjata rahasia berhamburan dari rumbai-rumbai selendang. Kaget Pengemis Sakti Muka Bopeng tidak kepalang. Cepat dia memapas dengan pedang dan keris. Pedang di tangan kiri mental patah dua tapi keris Mustiko Jagat dengan hebatnya sanggup membuat buyar angin serangan serta mementalkan senjata-senjata rahasia yang menggempur!
Sekarang marilah kita perhatikan pertempuran yang berlangsung antara Untung Pararean melawan Sri Lestari, Sri Kemuning dan tiga Pengemis lainnya itu. Dia bertempur dengan berbagai perasaan yang campur aduk dan menggugah hati sanubarinya. Bagaimana dia bisa bertempur sungguh-sungguh dengan dua orang yang merupakan anak serta bekas istrinya? Walau bagaimanapun keduanya adalah orang-orang yang dikasihi dan pernah dikasihinya. Di lain pihak kedua ibu dan anak itu yang tidak mengetahui siapa adanya Untung Pararean, terus menggempur dengan hebat. Di tambah pula dengan seranganserangan gencar tiga Pengemis hingga kedudukan Untung Pararean jadi serba sulit. Dalam kesulitan itu dia masih sanggup menendang rubuh Pengemis Badan Kurus hingga terjungkal dan menggeletak pingsan.
Namun demikian karena Untung Pararean terlalu dalam dipengaruhi oleh perasaannya, kerap kali laki-laki ini bertempur dengan gerakan yang ragu-ragu hingga pada akhirnya lengan kirinya berhasil dilanda ujung golok Sri Lestari dan terluka cukup parah! Denqan menahan sakitnya luka dan keperihan hati, Untung Pararean meneruskan pertempuran. Sementara itu dari sejak mulai berlangsungnya pertempurarn entah bagaimana dia selalu ingat pada Empu Bharata yang telah dibunuhnya enam belas tahun yang silam. Seperti terngiang ditelinganya kutukan orany tua sakti itu sebelum dia meregang nyawa yaitu " kelak kau bakal mati di ujung Mustiko Jagat dan sebelum mati hidupmu kukutuk menderita lahir bathin . . . "
Berdiri bulu kuduk Untung Pararean. Benarkah dia akan mati di ujung keris Mustiko Jagat yany dulu dipakainya untuk membunuh Empu Bharata itu? Dia tahu sebagian dari kutukan sang Empu atas dirinya telah menjadi kenyataan. Yaitu dia telah hidup denqan menderita lahir bathin! Karena bertempur sambil merenung dan dipengaruhi berbagai macam perasaan maka Untung Pararean semakin berada dalam kedudukan yang sulit. Saat itu ingin saja dia berteriak pada Sri Lestari dan Sri Kemuning, menerangkan siapa dia. Tapi hal itu tak bisa dilakukannya. Lidahnya serasa kelu. Lagi pula walau bagaimanapun Sri Kemuning bukan lagi istrinya saat itu, sudah menjadi istri orang lain meski secara tidak syah. Dan yang paling penting apakah kelak Sri Lestari akan mau mengakui dirinya yang cacat itu sebagai ayah kandungnya? Bahkan Sri Kemuning sendiri mungkin tak akan mengenali wajahnya seandainya dia membuka cadar hitam yang menutup wajahnya! Dan keperihan semakin dalam menusuk lubuk hati Untung Pararean. Dikuatkannya dirinya. Tapi kedua matanya tak kuasa menahan genangan air mata. Kedua mata itu kelihatan berkaca-kaca!
Di saat itu timbul pikiran di kepala Untung Pararean untuk meninggalkan tempat itu. Namun bila dia ingat bahwa dendam kesumatnya terhadap Pengemis Sakti Muka Bopeng masih belum kesampaian, kembali dikuatkannya hatinya. Tiba-tiba dia mendapat akal sebaiknya bertempur menghadapi musuh besarnya saja saat itu. Sekaligus dia bisa membalas dendam dan mengelakkan pertempuran melawan bekas istri dan anak kandungnya! Namun sebelum hal itu dilakukannya sesosok tubuh berpakaian hitam mendatang dengan sangat cepat dari arah timur dan terdengar seruan keras lantang, "Kiyai Supit Pramana! Bangsat bermuka bopeng itu adalah musuh lamaku! Biar aku yang merampas jiwanya!"
***

Next ...
Bab 16

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245

0 Response to "Kutukan Empu Bharata Bab 15"

Posting Komentar