WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 013
Kutukan Empu Bharata
EMPAT
KETIKA Untung Pararean masuk kembali ke kamar itu, keadaan kamar tidak seperti tadi lagi. Noda-noda darah telah dibersihkan dan Sri Kemuning duduk di tepi tempat tidur. Pada parasnya yang agak pucat masih membayang rasa takut.
"Den Ayu memanggil aku?" tanya Untung Pararean setelah terlebih dahulu menjura. Gadis itu mengangguk.
"Kotaraja masih jauh dari sini, saudara …"
"Saya tahu . . . "
"Untuk kedua kalinya kau telah menyelamatkan diriku. Untuk kedua kalinya pula aku harap kau sudi ikut ke Kotaraja. Apakah kau masih juga menolak?"
Kalau sebelumnya Untung Pararean tidak tahu siapa adanya gadis itu, tapi setelah mendapat keterangan dari kusir kereta dan prajurit yang telah menemui ajal itu tentu saja pemuda ini tidak menampik lagi! Ke Kotaraja berarti menuju ke tempat di mana dia kelak akan mencapai apa yang dicita-citakannya yaitu menjadi Perwira Kerajaan. Dan Sri Kemuning kebetulan adalah keponakan Raja! Tentu akan mudah baginya untuk mencapai cita-cita itu, apalagi mengingat jasa pertolongan yang telah dua kali dibuatnya terhadap gadis itu!
"Aku tidak berani lagi menolak, Den Ayu. Kusir kereta, dan pengawalmu telah menemui kematiani Apa lagi baktiku kepada Kerajaan kalau bukan berbakti pada keluarga Istana?"
"Terima kasih saudara … Eh, kau belum menerangkan namamu."
"Namaku Untung Pararean. Panggil saja Untung."
"Saudara Untung, melihat apa yang telah terjadi di sini aku merasa kawatir untuk meneruskan niat bermalam di sini.
Sebaiknya kita berangkat saja . . . ."
"Tapi sungai banjir, Den Ayu. . . "
"Oh ya. Lupa aku."
"Kalau Den Ayu . . . "
"Buang saja sebutan Den Ayu itu, saudara Untung. Namaku Kemuning. Sri Kemuning …" potong gadis itu.
"Kalau . . , kalau Den . . . kalau kau percaya padaku, kau tak usah kawatir Kemuning," kata Untung Pararean pula gugup.
"Aku akan mengawal dan berjaga sepanjang malam di luar kamarmu …"
"Ah, nasib diriku rupanya ditakdirkan hanya untuk menyusahkan orang lain saja," ujar Sri Kemuning. Tapi diam-diam hatinya gembira mendengar ucapan pemuda yang gagah itu.
"Baiklah Untung. Kalau begitu katamu, aku tak akan merasa kawatir lagi. Sekali lagi aku sangat berterima kasih padamu.
Kelak pada Sri Baginda akan kumintakan balas jasa yang sesuai untukmu! Sekurang-kurangnya pangkat yang penting dalam kalangan Istana!"
"Terima kasih Kemuning . . ." kata Untung Pararean pula, "tapi pertolonganku tidak mengharapkan pamrih apa-apa."
sambungnya pura-pura bersikap ksatria sejati padahal memang pangkat yang tinggi itulah yang tengah dicarinya. Dalam berdiri dihadapan gadis diam-diam Untung Pararean membayangkan bagaimana dia akan disambut secara hormat oleh orang-orang Istana. Lalu Sri Baginda atas kehendak Sri Kemuning akan menganugerahkan pangkat tinggi kepadanva. Dia akan jadi perwira kerajaan yang paling disegani dan paling ditakuti karena ilmunya tinggi!
Di lain pihak pada saat itu Sri Kemuniny diam-diam tengah memperhatikan pemuda itu dengan kedua bola matanya yang hitam dan bersinar-sinar penuh kagum akan kegagahan si pemuda apalagi sesudah mengetahui ketinggian ilmunya. Untung Pararean sama sekali tidak mengetahui bahwa meski Sri Kemuning adalah keponakan kontak dari Sri Baginda, tapi gadis itu bukanlah gadis Istana yang bersifat dan berkelakuan baik-baik. Kecuali Sri Baginda dan Permaisuri serta ayah dan ibu Sri Kemuning semua orang di Istana sudah tahu akan peri tabiat gadis itu. Adalah memalukan seorang keluarga Sri Baginda bertabiat seperti Sri Kemuning. Tapi apakah mereka musti mengadu pada Sri Baginda? Salah-salah mereka bisa mencari penyakit sendiri! Dituduh memfitnah!
Dilubuk hati Sri Kemuning saat itu, di balik pandangan matanya yang bersinar-sinar itu bergejolak satu hasrat kotor yang membuat darah diseluruh pembuluh tubuhnya laksana mendidih. Kening dan puncak hidungnya penuh oleh butir-butir keringat sedang pandangan matanya semakin berani dan sikap duduknya semakin menantang.
"Keras benar angin dari luar sana …" kata Sri Kemuning. "Tolong tutupkan pintu itu, Untung."
"Baik Den … Kemuning."
Untung Pararean melangkah ke pintu dan sambil menutupkan daun pintu dia hendak keluar.
"Oh, maksudku . . aku tidak menyuruh kau keluar Untung," kata Sri Kemuning pula ketika dilihatnya pemuda itu menutupkan pintu sambil menindak keluar. "Tutupkan saja dari dalam sini."
Untung Pararean masuk kembali ke dalam dengan perasaan heran. Ditutupnya pintu itu dari dalam. Ketika dia memutar tubuh, Sri Kemuning tersenyum padanya. Aneh senyum gadis itu di mata si pemuda. Berdesir darah Untung Pararean, berdebar dadanya sewaktu Sri Kemuning berkata, "Nanti malam kau akan mencapaikan diri mengawalku. Berarti siang-siang begini kau butuh istirahat, Untung."
"Aku rasa begitu . . . "
"Nah, kau boleh beristirahat disini, Untung."
"Biar aku cari kamar yang lain saja, Kemuning."
Sri Kemuning tertawa. Seraya berdiri dari tempat tidur dia berkata, "Mengapa harus menyusahkan diri saja, Untung? Kau istirahat disini sambil bicara-bicara denganku. Kau tahu, aku orang yang paling senang bercakap-cakap."
Perasaan aneh mula-mula yang ada didiri Untung Pararean kini berubah menjadi satu prasangka adanya maksud-maksud yang tidak senonoh dari gadis itu. Tapi seorang keluarga Istana, seorang keponakan Raja yang terhormat mempunyai sifat begitu rupa? Sementara Untung Pararean berdiri mematung di tengah kamar itu, Sri Kemuning datang melangkah mendekatinya. Goyang pinggulnya yang dibuat-buat, senyumnya yang menawan dan sinar matanya yang mengundang memukau Untung Pararean. Walau bagaimanapun Untung Pararean adalah seorang laki-laki, seorang pemuda yang baru saja turun gunung dan tak banyak tahu tentang peri kekotoran hidup di dunia luar, apalagi cara-cara untuk menjauhkan semua kekotoran itu. Meski mula-mula hatinya binqung bercampur takut menghadapi sikap Sri Kemuning namun ketika gadis itu memeluknya dan menyandarkan kepalanya ke dada, Untung Pararean mulai memberikan reaksi, reaksi sebagai seorang pemuda yang berdarah panas! Dirangkulnya tubuh dara itu erat-erat dalam gejolak nafsu yang seumur hidupnya baru kali itu dirasakan oleh Untung Pararean. Namun sesaat kemudian kambuh lagi rasa kawatirnya.
"Kemuning, kalau pemilik penginapan memergoki kita berdua-duaan begini, kita bisa celaka …"
Sri Kemuning tertawa merdu. Rasa digelitik liang-liang telinga pemuda itu, tambah terangsang darah mudanya mendengar suara tertawa itu.
"Dia tahu siapa aku. Untung. Dan dia juga tahu apa yang bakal menimpanya jika berani-beranian turun tangan. Aku sanggup menyuruh tutup penginapan dan rumah makannya! Bahkan lebih dari itu aku bisa menjebloskan dia dalam penjara."
Untung Pararean yang tahu bahwa Sri Kemuning adalah keponakannya Sri Baginda, denqan sendirinya mempercayai ucapan gadis tersebut. Karenanya lenyaplah kekawatirannya dan kembali keberanian membuat nafsunya mengumbar. Gadis itu dipeluknya erat-erat hingga Sri Kemuning merintih antara kesakitan dan kenikmatan! Ada kira-kira sepeminuman teh kedua makhluk itu berpagut-pagutan di tengah kamar itu.
"Kakiku letih, Untung …" bisik Sri Kemuning. "Gendong aku ke tempat tidur." pintanya lirih.
"Hem . . . " guman Untung Pararean.
Sesaat kemudian keduanyapun telah berada ditempat tidur. Berpagut dan berguling seperti sepasang ular. Dan memang mereka tak ubahnya separti binatang saja saat itu. Seperti binatang dan tanpa pakaian!
Ketika hari telah senja, Untung Pararean masih juga berdiri termenung di depan rumah makan. Apa yang telah terjadi siang tadi di kamar di tingkat atas penginapan itu kembali terbayang di pelupuk matanya. Dan mengingat ini, menggejolak lagi darah muda pemuda itu. Seumur hidupnya baru kali-itu dia mengenal perempuan, dan perkenalan yang pertama kali itu sungguh luar biasa sekali! Luar biasa bagi Untung Pararean meskipun Sri Kemuning sudah tidak perawan lagi!
Bila malam tiba dan kegelapan memekati disekitar rumah makan itu, Untung Pararean ingat bahwa sudah saatnya dia berjaga-jaga disekitar kamar Sri Kemuning. Bukan tidak mustahil orang-orang jahat terutama Sepasang Golok Maut akan muncul kembali untuk menuntut balas!
Tingkat atas rumah penginapan diselimuti kesunyian. Di beberapa kamar kelihatan nyala lampu. Satu diantaranya adalah kamar Sri Kemuning. Untuk sesaat lamanya Untung Pararean berdiri di depan pintu kamar itu. Kembali teringat olehnya apa yang telah terjadi di dalam kamar tersebut siang tadi. Tubuh telanjang Sri Kemuning yang keringatan! Pelukannya yang ketat liat, nafasnya yang memburu dan gigitannya yang berulang-ulang pada kulit dadanya . . . semuanya teringat lagi. Sewaktu hendak ditinggalkannya hadapan pintu kamar menuju keujung langkan di tingkat atas itu, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka. Sri Kemuning memunculkan kepalanya. Dia terkejut melihat seseorang berdiri di depan pintu namun keterkejutan itu segera berubah menjadi kegembiraan ketika dia mengenali bahwa yang berdiri itu adalah Untung Pararean.
"Terkejut?" tanya Untung Pararean menegur.
Matanya liar meneliti paras Sri Kemuning. Gadis ini barusan saja habis bersolek hingga parasnya lebih segar dan lebih cantik. Ditambah lagi saat itu dia mengenakan pakaian yang bagian dadanya terbuka lebar hingga kedua pangkal buah dadanya jelas kelihatan tersembul keluar, memhuat Untung Pararean jadi blingsatan tak karuan!
"Aku kira siapa," ujar Sri Kemuning sambil melontarkan senyum genit. "Heh, kau sudah mulai berjaga-jaga sesiang ini?"
"Ya. Aku kawatir kepala rampok itu akan muncul lagi membawa anak buahnya!"
"Ah, betapa senangnya mempunyai seorang pengawal yang setia sepertimu ini, Untung," kata Sri Kemuning pula dengan tertawa cerah lalu berdiri di tepi terali langkan ditingkat atas itu. "Gelap dan hitam saja pemandanyan disini … Dan banyak nyamuk pula!" Dipalingkannya kepalanya pada Untung Pararean lalu dipegangnya lengan pemuda itu hingga hasrat yang menyesak-nyesak di darah si pemudan kembali membuat sekujur tubuhnya panas dingin laksana orang diserang demam malaria! Diremasnya tangan gadis itu. Untuk sesekali mereka saling berpandangan. Hasrat hati untuk kembali mengulangi apa yang telah mereka lakukan siang tadi kentara terbayang dibola mata masing-masing.
Unturg Pararean tak dapat menahan hatinya lagi saat itu. Diulurkannya tangannya hendak memeluk Sri Kemuning tapi dia kecewa karena gadis itu mengelak.
"Jangan di luar sini Untung … " bisik Sri Kemuning. Ditatapnya pemuda itu sebentar, digoyangkannya kepala ke arah pintu lalu masuk ke kamar tanpa menguncikan daun pintu.
Untung Pararean berdiri mematung sejenak lamanya. Dia memandang ke dalam kamar lewat pintu yang terbuka dan dilihatnya Sri Kemuning berdiri di hadapan sebuah kaca besar, menanggalkan pakaiannya satu demi satu! Laksana gila Untung Pararean menghambur masuk ke dalam kamar itu! Sesaat kemudian keduanya sudah berada di atas tempat tidur!
Untung Pararean baru saja hendak meneduhi tubuh Sri Kemuning ketika di atas genteng terdengar suara tertawa bekakakan yang membuat kedua insan didalam kamar itu sama-sama tersentak kaget!
"Ha . . . ha . . , ha … ! Rupanya kalian berdua adalah bangsanya lonte-lonte bejat! Bagus sekali! Teruskan niatmu mencapai sorga dunia itu, pemuda keparat! Bila sudah, aku menunggumu di halaman samping! Jangan lupa pakai pakaianmu dulu biar kau mampus secara wajar!"
Laksana kilat Untung Pararean melompat dari atas tempat tidur dan menyambar pakaiannya. Dengan keris Mustiko Jagat ditangan kanan dia keluar dari pintu kamar. Dia tidak takut pada manusia yang tadi bicara dan tertawa di atas genteng! Tapi jika dia berani datang pastilah mengandalkan sesuatu! Ketika dia sampai diujung langkan apa yang diduganya ternyata betul. Tapi Untung Pararean yakin akan keampuhan Mustiko Jagat, maka tanpa ragu-ragu dia melompat turun dari samping yang gelap, hanya diterangi bintang-bintang, rembulan dan sinar lampu yang merambas dari rumah makan dan penginapan!
***
Next ...
Bab 5
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245
0 Response to "Kutukan Empu Bharata Bab 4"
Posting Komentar