WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 013
Kutukan Empu Bharata
ENAM
TERKESIAP juga kiyai Supit Pramana melihat sinar biru pekat yang keluardari kerisdi tangan Untung Pararean. Angin yang menyambarpun terasa dingin menembus kulit! Tapi orang tua itu tidak kawatir! Cuma sekejap dia terkesiap. Perwira perwira Kerajaan yang mengantarkannya tidak sempat melihat gerakan apa yang dibuat oleh kakek kakek sakti itu karena tahutahu saja terdengar keluhan pendek Untung Pararean. Perwira. yang sakit ini tegak mematung dengan kedua bola mata melotot seperti mau melompat sedang keris Mustiko Jagat sudah berada dalam tangan Kiyai Supit Pramana!
Sementara Perwira-perwira Kerajaan itu terheran-heran, sang Kiyai mengeluarkan dua buah botol dari balik pakaiannya. Botol pertama berisi cairan hitam. Botol kedua, lebih kecil berisi cairan putih bening. Kiyai Supit Pramana membuka tutup botol yang pertama lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan mengguyurkan cairan hitam itu ke atas kepala Untung Pararean!
Meskipun tubuhnya ditotok dan tak bisa bersuara, tapi ketika air hitam menyirami kepalanya dan kepala itu kelihatan mengepul-ngepul maka dari mulut Untung Pararean terdengar jeritan sedahsyat geledek membuat Perwira-perwira Kerajaan yang ada disitu serasa terbang nyawanya! Dua kali Untung Pararean mengeluarkan jeritan dahsyat itu lalu kembali mulutnya terkatup rapat-rapat. Kiyai Supit Pramana membuka tutup botol yang kedua. Mulutnya kelihatan komat-kamit, entah membaca mantera apa.
"Buka mulutmu, Pararean!" memerintah sang Kiyai.
Aneh, Untung Pararean benar-benar membuka mulutnya. Di saat itulah hal aneh lagi terjadi. Cairan putih bening di dalam botol di tangan Kiyai Supit Pramana menyembur laksana air mancur, masuk ke dalam mulut Untung Pararean.
"Minum. Telan!" seru Kiyai Supit Pramana.
Cegluk . . . cegluk … terdengar air itu lewat ditenggorokan Untung Paiarean.
"Bagus! Nah, sekarang kau pergilah ke tempat tidur itu, berbaring dan tidurlah!" Kiyai Supit Pramana melepaskan totokan ditubuh Untung Pararean dan begitu totokan terlepas Perwira ini laksana patung hidup melangkah ketempat tidur, membaringkan tubuhnya, memejamkan kedua matanya dan tidur!
Orang tua itu kemudian berpaling pada Perwira-perwira Kerajaan yang berdiri terlongong-longong dibelakangnya.
"Jika dia sudah bangun nanti, sakit yang dideritanya akan sembuh. Katakan pada Raja kalian bahwa sakit yang menimpa Untung Pararean bukan sembarang sakit! Tapi adalah akibat kutukan seseorang terhadap apa yang pernah dilakukan olehnya!"
"Kutukan . . ,?" mengulang salah seorang Perwira.
Yang terdengar sebagai jawaban hanya sambaran angin. Ketika perwira-perwira itu memandang ke depan Kiyai Supit Pramana sudah tidak ada sedang keris Mustiko Jagat kelihatan tertancap didaun pintu!
"Manusia sakti luar biasa …" desis seorang Perwira. Kawan-kawannya hanya bisa menganggukkan kepala sambil leletkan lidah!
Benar seperti yang dikatakan oleh Kiyai Supit Pramana begitu Untung Pararean bangun dari tidurnya, keadaan dirinya berubah total. Otaknya telah pulih sehat seperti sedia kala sehingga Sri Baginda benar-benar gembira dan bersyukur atas pertolongannya si kakek sakti dan aneh itu! Maka kepada Untung Pararean Sri Baginda dan beberapa Perwira penting menerangkan bahaya apa yang tengah dialami Kerajaan saat itu. Dalam pertemuan itu rencanapun segera disusun. Ketika sinar matahari mulai berkurang teriknya karena sudah rembang petang, maka dari pintu gerbang Kotaraja kelihatanlah serombongan besar bala tentara bergerak ke timur di bawah pimpinan seorang Perwira yang menunggangi kuda hitam. Perwira ini bertubuh kurus dan bermuka pucat, tapi gerak geriknya meyakinkan bahwa dia bukan orang sembarangan, terutama yang bukan sembarangan adalah keris Mustiko Jagat yang tersisip di pinggangnya. Dan Perwira itu bukan lain adalah Untung Pararean! Di kiri kanannya bergerak pula beberapa orang Perwira Kerajaan yang berkepandaian silat tinggi!
Meski pada dasarnya Untung Pararean bukanlah apa-apa jika tanpa keris Mustiko Jagat, namun harus diakui bahwa dia memiliki otak yang cerdik. Sewaktu hampir berpapasan dengan bala tentara pemberontak, Untung Pararean sengaja mengirim sejumlah kecil pasukan yang dibawanya. Sesudah terjadi pertempuran, dengan jumlah pasukan yang lebih besar Untung Pararean dan Perwira-perwira lainnya segera mengurung kaum pemberontak sehingga pemberontak-pemberontak itu harus menqhadapi musuh dari depan dan dari belakang!
Amukan Untung Pararean, jelasnya amukan keris Mustiko Jagat memang bukan main hebatnya. Puluhan pemberontak menemui ajalnya di ujung senjata sakti itu. Dua orang tokoh pemberontak yang berilmu tinggi mandi darah dan mati di tangan Untung Pararean. Dua tokoh lainnya coba mengeroyok Perwira ini namun merekapun mengalami nasib yang sama, harus menyusul dua kawan mereka yang terdahulu!
Sesudah pertempuran berkecamuk hampir dua jam dengan banyak korban jatuh di pihak pemberontak maka sisa-sisa yang masih tinggal, di bawah seorang tokoh silat golongan hitam segera mengundurkan diri! Tapi Untung Pararean tak mau melepaskan tokoh pemberontak yang seorang ini. Dipacunya kuda hitamnya mengejar orang yang lain, yang kini sama sekali tak punya pimpinan barang seorang pun banyak yang lari pontang-panting, ada juga yang menjauhkan diri, berlutut minta ampun! Untung Pararean tak memperdulikan mereka yang berlutut minta ampun itu. Semuanya dilabrak dengan tendangan dan babatan keris hingga di tempat itu bertebaran lagi mayat-mayat kaum pemberontak!
Dengan hati puas Untung Pararean kembali kepada pasukannya. Justru dalam perjalanan kembali inilah tiba-tiba muncul satu sosok tubuh dari jurusan timur yang berlari laksana kilat, memapas larinya kuda hitam yang ditunggangi oleh Untung Pararena, hingga binatang ini menghentikan larinya, meringkik keras-keras dengan menaikkan kedua kakinya ke udara tinggi tinggi, hampir saja membuat Untuk Pararean terpelanting.
"Jahannam dari mana yang minta mampus ini?" teriak Untung Pararean menggeledek. Sebagai jawaban terdengar suara mendengus!
"Untung Pararean manusia rendah hina dina! Sebelum kau mampus ada baiknya kuberi tahu dulu siapa aku adanya!"
Orang yang berkata ini seorang tua renta bertubuh bungkuk. Rambutnya awut-awutan dan menebar bau busuk. Kuku-kuku tangannya panjang-panjang dan hitam. Dia mengenakan sebuah jubah putih yang amat dekil dan penuh tambalan. Tubuhnya kurus kering, lebih kurus dari Untung Pararean sendiri yang keadaannya sudah seperti jerangkong itu. Mukanya yang buruk tambah tidak sedap dipandang karena adanya bopeng-bopeng!
"Aku Gambir Seta. Orang-orang menggelariku Pengemis Sakti Muka Bopeng … !"
"Hemm . . . hanya seorang pengemis!" ejek Untung Pararean. "Aku tak ada urusan dengan manusia macammu dan juga jangan harap belas kasihanku untuk memberikan uang, sekalipun cuma sepeser!"
Orang tua yang mengaku bergelar Pengemis Sakti Muka Bopeng itu tertawa aneh.
"Orang yang mau mampus biasanya memang suka bicara tak karuan macam kau!"
"Manusia bermuka tahu tertimpa hujan, menghindarlah kalau tak mau kulabrak dengan kaki-kaki kudaku!" ancam Untung Pararean sementara dilihatnya beberapa orang Perwira dan prajurit-prajurit bergerak ke arahnya.
"Mau labrak? Silahkan! Aku mau lihat sampai di mana kehebatan manusia yang telah membunuh adik kandungku!" kata Pengemis Sakti Muka Bopeng pula.
Terkejut Untung Pararean mendengar ucapan orang tua itu. "Apa katamu? Adikmu yang mana yang telah kubunuh? Katakan lekas apakah kau juga salah seorang cecunguk pemberontak?!"
"Kau memaki pemberontak-pemberontak itu, Pararean? Jangan terlalu jauh melupakan dirimu sendiri, Perwira! Ketahuilah. Kau lebih hina, lebih busuk dari pemberontak-pemberontak itu!"
"Kurang ajar! Kau benar-benar inginkan mampus rupanya!" teriak Untung Pararean marah. Disentakkannya tali kekang kudanya, binatang itu melompat kemuka, menerjang Pengemis Sakti Muka Bopeng!
Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh luar biasa! Dengan kedua tangannya Pengemis Sakti Muka Bopeng menangkap kaki-kaki depan kuda hitam itu. Disertai dengan bentakan setinggi langit kedua tangannya digerakkan. Maka melayanglah kuda hitam itu sejauh delapan tombak! Untung Pararean sendiri kalau tidak lekas-lekas melompat pasti akan mendapat celaka pula!
Untung saja dia sempat mencabut keris Mustiko Jagat hingga dengan mengandalkan hawa sakti senjata itu dia melayang enteng ke tanah dan begitu berhadapan dengan si orang tua, langsung saja mengirimkan satu tusukan kilat yang mematikan ke arah tenggorokan!
"Ha … ha! Inilah dia keris Mustiko Jagat yang kau curi dari adikku! Kau harus mengembalikannya padaku manusia keparat!"
Rasa terkejut yang amat sangat membuat Untung Pararean menarik serangannya.
"Apa katamu? Apa hubunganmu dengan Empu Bharata?!"
"Aku kakaknya! Dan aku yang akan menagih hutang nyawa itu! Tapi ah, tidak! Aku tak akan membunuhmu! Kematian terlalu bagus bagimu, terlalu enak! Aku akan biarkan kau tetap hidup, tapi hidup dengan menderita lahir bathin! Lebih hebat dari penderitaanmu yang sudah-sudah!"
Habis berkata begitu Pengemis Sakti Muka Bopeng menekuk kedua lututnya. Sesaat kemudian tubuhnyapun melesat kemuka. Tapi pada saat itu dari samping datang sambaran senjata, memapai serangan Pengemis Sakti Muka Bopeng. Manusia ini menggeram dan berbalik. Ternyata tiga orang Perwira telah sampai di situ dan sama-sama mencabut pedang menyerang si Pengemis!.
Salah seorang dari Perwira-perwira itu bertanya. "Kangmas Untung, siapa monyet tua ini?! Biar kami yang mencincangnya!"
"Kalian menghindarlah! Nyawanya musti aku sendiri yang cabut!" teriak Untung Pararean lalu dengan cepat, mengiblatkan keris Mustiko Jagat, menghunjam kearah lawannya!
Pengemis Sakti Muka Bopeng tertawa aneh. Tubuhnya berkelebat dan lenyap dari hadapan Untung Pararean.
"Kangmas, awas di sampingmu!" teriak Perwira memberi ingat.
Mendengar ini Untung Pararean cepat membalik dan membabat ke samping laksana kilat! Maka terdengarlah suara beradunya dua buah lengan!
Untung Pararean mengeluh. Tubuhnya terhuyung-huyung sampai delapan langkah ke belakang Lengannya yang kena dipukul sakit bukan main merah dan bengkak! Masih untung keris Mustiko Jagat tidak terlepas dari tangannya! Di lain Pihak Pengemis Sakti Muka Bopeng juga terkejut mendapatkan bagaimana tangannya tergetar keras dan linu. Tapi dia tahu bahwa itu bukanlah berkat kehebatan tenaga dalam atau kesaktian si pemuda, melainkan hawa kekuatan sakti yang keluar dari keris Mustiko Jagat. Maka satu-satunya jalan untuk menyelesaikan pertempuran itu dengan lekas adalah merebut Mustiko Jagat dari tangan Untung Pararean!
Jurus kedua kembali Pengemis Sakti Muka Bopeng yang membuka serangan. Ujung lengan jubahnya yang sebelah kanan dikebutkan. Satu gelombang angin laksana topan prahara menderu menyambar Untung Pararean! Pemuda itu kiblatkan keris Mustiko Jagat dari kiri kekanan! Sinar biru memapas serangan angin dahsyat dari Gambir Seta alias Pengemis Sakti Muka Bopeng. Terdengar suara berdentum. Debu pasir serta batu-batu kerikil berterbangan. Bumi laksana dilanda lindu. Untung Pararean mengeluarkan seruan tertahan sewaktu merasakan keris Mustiko Jagat terlepas dari tangannya. Dia coba melompat untuk menjangkau senjata itu. Tapi dia tak sadar. Sewaktu Mustiko Jagat lepas dari tangannya, maka segala kesaktiannya yang dimilikinya dengan serta merta lenyap. Lompatannya tak ubahnya seperti lompatan seekor anak ayam. Jangankan untuk berhasil mendapatkan Mustiko Jagat kembali, bahkan saat itu satu tendangan melanda pinggulnya, membuat Untung Pararean melolong setinggi langit, mencelat sampai tujuh tombak. Tubuhnya angsok ditanah tanpa sadarkan diri lagi!
"Manusia muka bopeng keparat!" teriak seorang Perwira Kerajaan. "Tubuhmu akan kutabas jadi sepuluh potong!" Habis berteriak demikian dia bacokkan pedangnya. Dua orang kawannya serentak menyerbu pula hingga Pengemis Sakti Muka Bopeng terkurung tiga serangan pedang yang hebat ganas!
"Perwira-perwira! Aku tak punya permusuhan apa-apa dengan kalian! Jangan serang!" seru Pengemis Sakti Muka Bopeng seraya memasukkan keris Mustiko Jagat ke balik jubahnya. Tapi mana Perwira-perwira mau mendengar! Malah mereka bersirebut cepat untuk dapat membunuh Pengemis Sakti Muka Bopeng! Dengan teriakan mengguntur Pengemis Muka Bopeng melompat setinggi tiga tombak, jungkir balik di udara dan keluar dari kurungan ketiga pengeroyoknya.
"Anjing busuk! Kau mau kabur ke mana?!" Tiga Perwira Kerajaan mengejar sementara puiuhan prajurit telah sampai pula, siap menunggu perintah untuk menyerbu!
"Perwira-perwira degil! Jika kalian minta celaka baiklah! Lihat begaimana Pengemis Sakti Muka Bopeng akan memberi pelajaran pada kalian."
Habis berkata begitu, Pengemis Sakti Muka Bopeng berkelebat. Tubuhnya lenyap dari pemandangan dan terdengarlah pekik ketiga Perwira itu!
***
Next ...
Bab 7
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245
0 Response to "Kutukan Empu Bharata Bab 6"
Posting Komentar