Kutukan Empu Bharata Bab 8

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 013
Kutukan Empu Bharata

DELAPAN
DUNIA berputar juga. Siang berganti dengan malam, malam berganti pula dengan siang, demikian terus tiada hentinya hingga tak terasa lagi enam belas tahun telah berlalu. Selama enam belas tahun itu pulalah Untung Pararean tinggal dipuncak Gunung Bromo bersama Kiyai Supit Pramana. Keadaan muka Untung Pararean meskipun sudah sejak lama sembuh tapi bekas-bekas yang ditinggalkan tetap mengerikan. Melihat penderitaan lahir maupun bathin Untung Pararean inilah maka Kiyai Supit Pramana merasa kasihan padanya. Karena itulah pada Untung Pararean sang Kiyai menurunkan ilmu silat dan beberapa pukulan-pukulan sakti. Berkat ketekunannya meyakini semua yang dipelajari dari Kiyai tersebut maka dalam masa enam belas tahun itu Untung Pararean telah menjadi seorang pendekar gemblengan. Disamping pelajaran ilmu Oat, dari Kiyai Supit juga diterimanya berbagai macam pelajaran yang bersifat kerohaniaan. Banyak sekali nasihat-nasihat yang diberikan orang tua itu kepada Untung Pararean sehingga Untung Pararean yang kini berumur tiga puluh lima tahun itu bukan saja memiliki kepandaian yang tinggi, tapi juga hati yang tabah.
Namun kadang-kadang, bilamana dia berada seorang diri ingatannya melayang pada anak istrinya. Tentu sekarang Sri Lestari sudah menjadi seorang remaja puteri. Betapa rindunya dia terhadap anaknya itu, bahkan dia juga sering terkenang terhadap istrinya, meskipun apa yang telah dilakukan Sri Kemuning tempo hari tetap membekas dalam kalbunya laksana duri dalam daging.
Segala tindak tanduk Untung Pararean tidak terlepas dari pengawasan Kiyai Supit Pramana. Dan dia maklum juga apa yang terpikir oleh laki-laki itu bila berada seorang diri. Pernah Kiyai Supit Pramana menganjurkan agar Untung Pararean turun gunung untuk mencari anak istrinya dan berkumpul bersama-sama kembali. Tapi saat itu Untung Pararean menjawab :
"Saya lebih suka tetap, tinggal bersama-sama Kiyai di sini."
"Kenapa begitu? Agaknya kau tak punya tanggung jawab sebagai seorang ayah dan sebagai seorang suami."
Lama Untung Pararean terpekur dan pada akhirnya dia menjawab juga, "Tanggung jawab sebagai seorang suami sudah pernah kuberikan pada istriku, Kiyai. Dan tanggung jawab itu telah disia-siakannya. Kiyai tentu maklum. . . . "
Kiyai Supit Pramana mengangguk. Dia memang sudah tahu apa yang pernah terjadi antara Untung Pararean dan istrinya yaitu ketika Untung menuturkan riwayat hidupnya.
"Lalu karena hal itu apakah kau tak akar mempunyai hasrat sama sekali untuk menemui anakmu?" bertanya lagi Kiyai Supit Pramana.
"Betapapun seorang ayah selalu merindukan anaknya, Kiyai." kata Untung Pararean. Ditelannya ludahhya lalu melanjutkan, "Tapi apakah dia akan mau mengakui aku sebagai ayahnya? Kiyai saksikan sendiri bagaimana mengerikannya parasku ini. Bahkan Sri Kemuning sendiripun pasti tak bisa mengenaliku! Aku tak ingin mengecewakan hati Sri Lestari Kiyai, karena memiliki seorang ayah sepertiku ini. Yang mukanya lebih seram dari muka setan!"
Bila pembicaraan sudah sampai disitu, biasanya Kiyai Supit Pramana tak mau meneruskan pembicaraan. Dia kawatir kalau diteruskan maka pembicaraan hanya akan membuat menguaknya kembali luka derita di lubuk hati Untung Pararean yang coba hendak dilupakan itu.
Pada suatu hari, untuk satu keperluan Kiyai Supit Pramana menyuruh Untung Pararean ke kota Linggoprobo di utara Gunung Bromo. Linggaprabo terletak di tepi pantai yang ramai disinggahi perahuperahu dari pelbagai negeri dan sekaligus merupakan salah satu kota pusat perdagangan di Jawa Timur pada masa itu. Dengan mengenakan kain hitam untuk menutupi parasnya, Untung Parareanpun berangkatlah. Memang sudah menjadi kebiasaannya untuk mengenakan penutup muka begitu bila dia turun gunung.
Sementara itu di sebuah pulau yang terletak di Selat Madura terdapatlah sebuah bangunan yang besar dan bagus yang keseluruhannya dibuat dari bambu kuning. Tiga orang yang mengenakan pakaian kotor bertambal-tambal kelihatan berada diruangan muka. Dari ruang dalam tak lama kemudian keluar seorang dara muda belia berparas jelita. Rambutnya hitam panjang dijalin dua. Langkahnya ringan dan gerak geriknya lincah. Seperti orang-orang yang berada di ruang muka itu, dara inipun mengenakan pakaian ringkas bertambal-tambal tetapi bersih.
"Hai jangan mengobrol juga! Ayah memanggil kalian!" seru dara itu.
Ketiga orang laki-laki yang asyik bicara di ruang depan berpaling dan berdiri dari kursi masing-masing lalu mengikuti si dara memasuki sebuah kamar.
Di dalam kamar itu duduk bersila seorang laki-laki bermuka bopeng, berpakaian bertambal-tambal. Karena tubuhnya yang bungkuk maka duduknya sangat menjorok ke depan. Rambutnya awut-awutan dan bau. Sepuluh kuku jarinya panjang, hitam berdaki. Tubuhnya yang bungkuk itu amat kurus hingga tak ubahnya seperti jerangkong hidup.
Di samping tua renta ini duduk seorang perempuan separuh baya berkulit hitam manis dan berparas yang menyatakan bahwa dia dulunya adalah seorang perempuan yang cantik. Perempuan inipun mengenakan pakaian yang bertambal-tambal. Kelima orang yang masuk itu duduk bersila di atas tikar, si dara duduk di samping perempuan separuh baya itu.
"Guru memanggil kami, ada perlu apakah?" bertanya laki-laki yang berbadan sangat gemuk, demikian gemuknya hingga tak kelihatan lagi batas dagu dengan leher! Dan namanya Pengemis Badan Gemuk.
"Kurasa kau dan saudara-saudara seperguruanmu sudah tahu tentang tantangan Si Cadar Hitam," menjawab orang tua yang bermuka bopeng itu. "Aku muak menghadapi manusia macam begituan. Karenanya kupanggil kalian ke sini untuk memberi tugas agar kalian yang mewakilkan aku memenuhi tantangan itu."
"Terima kasih yang guru telah menaruh kepercayaan besar terhadap kami," berkata Pengemis Badan Gemuk, lalu tanyanya,
"Apakah kami harus berangkat sekarang juga?"
"Ya. Karena besoklah hari tantangan yang dikatakan oleh Si Cadar Hitam. Kalian pergilah ke Linggoprobo dan tunggu dia di rumah makan Akik Rono yang terletak di pangkalan perahu. Jika dia datang kalian tahu apa yang harus diperbuat. Kalian jangan sampai membikin malu namaku dan juga membikin buruk nama kalian sendiri selaku orangorang yang dijuluki Empat Pengemis Pulau Ras."
"Percayalah guru, kami berempat pasti tak akan mengecewakan dan tak akan memberi malumu. Kami minta diri sekarang!"
kata Pengemis Badan Gemuk seraya berdiri. Dua orang kawannya yaitu masing-masing Pengemis Badan Kurus dan Pengemis Kepala Botak segera pula berdiri sementara sang dara yang berjalin dua berkata pada perempuan disampingnya: "Ibu, aku pergi bersama mereka."
"Pergilah dan hati-hati. Jangan mengecewakan ayahmu, Lestari."
Sri Lestari, demikian nama dara belia itu yang juga dikenal dengan julukan Pengemis Cantik Ayu berdiri dan melangkah ke hadapan ayahnya untuk pamitan. Tak lama kemudian dengan mempergunakan sebuah perahu, keempat orang yang di dunia persilatan dikenal dengan nama Empat Pengemis Pulau Ras itupun berangkatlah menyeberangi Selat Madura menuju ke pesisir Utara Pulau Jawa.
Siapakah sesungguhnya orang tua bermuka bopeng yang tinggal dalam rumah besar terbuat dari bambu kuning itu? Dia bukan lain dari Pengemis Sakti Muka Bopeng yang sekitar enam belas tahun yang lglewat telah melakukan penuntutan balas terhadap Untung Pararean atas kematian adiknya yaitu Empu Bharata.
Dan perempuan berkulit hitam manis yang tadi duduk di sampingnya? Jangan pembaca terkejut karena perempuan itu adalah Sri Kemuning, istri Untung Pararean yang telah melarikan diri dari Istana yaitu sesudah dia tertangkap basah melakukan perzinahan dengan seorang pengawal. Nasib peruntungan manusia memang tidak di-duga-duga. Dalam larinya dari Istana bersama anaknya yang bernama Sri Lestari, Sri Kemuning telah tersesat ke dalam rimba belantara yang penuh dengan binatangbinatang buas. Dua beranak itu hampir saja menjadi pengisi perut seekor harimau besar jika saat itu tidak muncul Pengemis Sakti Muka Bopeng. Setelah menolong kedua beranak dan karena merasa kasihan melihat kehidupan mereka yang terlantar, maka akhirnya Pengemis Sakti Muka Bopeng membawa Sri Kemuning dan Sri Lestari ke Pulau Ras. Di sana mereka kemudian hidup sebagai suami isteri tanpa sedikitpun di ketahui oleh Pengemis Sakti Muka Bopeng bahwa perempuan yang dikawininya itu adalah istri Untung Pararean yang melarikan diri! Kemuning sendiri tak pernah menerangkan siapa dia sebenarnya karena dia kawatir kalau-kalau akan sampai kabar ke telinga Untung Pararean di mana dia berada yang berarti pasti akan dikejar pula dan dibunuh! Sewaktu Pengemis Sakti Muka Bopeng membawa Sri Kemuning ke Pulau Ras, Sri Lestari masih kecil, dan sekarang sesudafi lewat enam belas tahun Sri Lestari telah menjadi seorang gadis belia yang berparas jelita. Sebagaimana Pengemis Sakti Muka Bopeng tidak mengetahui bahwa Sri Kemuning adalah dulu istrinya Untung Pararean, maka demikian pula dengan Sri Lestari Gadis itu tidak pula mengetahui kalau Pengemis Sakti Muka Bopeng bukanlah ayah kandungnya!
Pengemis Sakti Muka Bopeng sangat menyayangi Sri Lestari. Karena itulah sejak dari kecil Sri Lestari diberinya pelajaran silat sehingga enam belas tahun kemudian Sri Lestari menjadi seorang gadis cantik yang tinggi sekali kepandaiannya!
Dalam pada itu Pengemis Sakti Muka Bopeng juga mengambil tiga orang murid. Ketiganya lakilaki. Mereka itu adalah Pengemis Badan Gemuk, Pengemis Kepala Botak dan Pengemis Badan Kurus.
Pada sekitar satu tahun yang lalu telah terjadi perselisihan antara Gambir Seta atau yang lebih di kenal dengan gelaran Pengemis Sakti Muka Bopeng dengan seorang tokoh silat dari Barat. Tokoh silat ini tak diketahui siapa namanya tapi karena setiap muncul dia selalu mengenakan kain cadar berwarna hitam untuk menutupi mukanya maka orang-orang persilatan menggelarinya Si Cadar Hitam. Aliran mana yang dianut oleh Si Cadar Hitam tidak jelas. Kadangkadang dia bersekutu dengan golongan hitam, kadangkadang bahu membahu dengan golongan putih menghancurkan kejahatan-kejahatan golongan hitam!
Perselisihan yang terjadi antara Perigemis Sakti Muka Bopeng dengan Si Cadar Hitam akhirnya menjadi satu baku tanding yang dilangsungkan di Tanjung Bunga Rampai, yakni sebuah tanjung terjal yang terletak di sebelah tenggara Pulau Ras. Pengemis Sakti Muka Bopeng adalah seorangtokoh silat daerah Timur yang telah terkenal ketinggian ilmunya. Namun kali ini agaknya dia menghadapi seorang lawan, yang meskipun baru muncul, memiliki pula ilmu kepandaian yang luar biasa. Sehingga setelah baku tanding sanmpai setengah harian barulah akhirnya Pengemis Sakti Muka Bopeng berhasil memukul rubuh Si Cadar Hitam!
Bagi Pengemis Sakti Muka Bopeng yang berhasil keluar sebagai pemenang, apa yang telah terjadi bukan lagi merupakan persoalan yang hariis dipikir panjang. Tapi tidak demikian bagi pihak yang kalah. Sebelum berpisah dalam kekalahan pahit itu, Si Cadar Hitam telah mengeluarkan ucapan tantangan terhadap Pengemis Sakti Muka Bopeng.
"Aku akui keunggulanmu saat ini Muka Bopeng." demikian Si Cadar Hitam berkata, "tapi itu bukan berarti aku akan mengakuinya selama-lamanya! Walau bagaimanapun kemenanganmu di sini adalah karena kau berada di sarang sendiri!"
"Lantas apa maumu, Cadar Hitam?!" tanya Pengemis Sakti Muka Bopeng dengan seringai mengejek.
"Kita harus menentukan lagi siapa yang paling unggul antara kita berdua!" jawab Si Cadar Hitam ketus.
"Apa kau masih punya muka dan punya nyali sesudah kujatuhkan hari ini?!"
Cadar Hitam menggeram dan menjawab, "Kau boleh bicara sombong saat ini karena kemenanganmu. Tapi kutunggu kau satu tahun di muka di rumah makan Akik Rono di pelabuhan Linggoprobo! Kalau kau tidak muncul, dunia persilatan akan mengetahui bahwa kau hanyalah seorang bergundal pengecut belaka!"
Pengemis Sakti Muka Bopeng tertawa membahak mendengar ucapan yang merupakan tantangan itu. Sebaliknya Si Cadar Hitam memutar tubuh dan cepat-cepat meninggalkan tempat itu! Ketika hari tantangan itu tiba, Pengemis Sakti Muka Bopeng merasa segan untuk melayani Si Cadar Hitam. Karena itulah disuruhnya Sri Lestari dan ketiga muridnya untuk mewakilinya dalam menghadapi Si Cadar Hitam.
***

Next ...
Bab 9

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245

Related Posts :

0 Response to "Kutukan Empu Bharata Bab 8"

Posting Komentar