Mawar Merah Menuntut Balas Bab 3

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 015
Mawar Merah Menuntut Balas

TIGA
HUTAN Bludak merupakan hutan yang paling lebat di daerah selatan Jawa Barat. Penduduk yang diam dibeberapa desa sekitar hutan tersebut menganggapnya sebuah hutan angker yang jarang di datangi manusia. Menurut penduduk disitu, selain penuh dengan bindtang buas juga dihuni oleh berbagai macam makhluk halus. Di samping itu hutan Bludak juga merupakan sarang manusia-manusia jahat.
Di pertengahan hutan yang angker lebat itulah gerombolan rampok Bayunata mendirikan markas mereka. Rumah-rumah mereka atau lebih tepat dikatakan pondok-pondok didirikan di atas pohonpohon raksasa dalam hutan yang keseluruhannya berjumlah hampir dua puluh buah. Bayunata sengaja mendirikan pondok di atas-atas pepohonan agar jangan diganggu oleh binatangbinatang buas. Disamping itu juga untuk menjaya jika sewaktu-waktu terjadi penggrebekan oleh pasukan kerajaan Banten atau Pajajaran. Selama bertualang malang melintang memimpin gerombolan rampok bersama Singgil Murka dan Sawer Tunjung, telah dua kali Bayunata diserang oleh orang-orang kerajaan. Pertama dari Pajajaran dan yang terakhir dari Banten. Meski anak buahnya banyak yang jatuh menjadi korban, namun Bayunata dan kawan-kawannya berhasil menghalau prajurit-prajurit penyerang.
Saat itu baru saja memasuki malam. Di dalam sebuah pondok di atas pohon terdengar sedu sedan tangis dua orang perempuan. Mereka adalah Galuh Asih dan Ratih, ibu dan kakak perempuan anak perempuan kecil yang dibawa oleh Munding Wirya. Di dalam pondok itu juga terdapat lima orang perempuan yang rata-rata berparas cantik. Namun dibalik paras cantik masing-masing, jelas kelihatan sikap dengki dan bengis. Salah seorang dari kelima perempuan itu tiba-tiba berdiri dan membentak, "Kalian ibu dan anak sama-sama keblingernya! Kalian harus berterima kasih tidak dibunuh oleh Bayunata! Kalian harus bersyukur diambil jadi istri!"
Galuh Asih menyusut air matanya dan memandang tepat-tepat pada perempuan yang membentak itu, lalu berkata dengan suara pelahan tapi menusuk tajam.
"Aku dan anakku menangis karena kami bukanlah manusia-manusia macam kau dan lainlainnya! Kalian bersyukur jadi perempuan-perempuan peliharaan Bayunata itu urusan kalian. Jangan coba-coba mempengaruhi kami!"
"Ho-oo! Kau ibu dan anak mau mengandalkan apakah hendak menolak kehendak Bayunata? Lebih baik menurut saja! Kalian akan dapat uang, pakaian dan harta perhiasan!"
"Enyahlah dari tempat ini!" bentak Galuh Asih.
Perempuan yang dibentak cuma tertawa sinis.
Dikeluarkannya sebuah botol berisi cairan hitam lalu melangkah kehadapan Galuh Asih.
"Perempuan macammu ini biasanya mempunyai jalan pikiran lebih baik mati daripada jadi peliharaan seorang kepala rampok! Inil Minumlah racun ini kalau kau memang mau mati!"
Tiba-tiba pintu pondok terbuka lebar-lebar dan sesosok tubuh masuk ke dalam seraya membentak.
"Perempuan bangsat! Berani kau menyuruh Galuh Asih minum racun?!"
Perempuan itu menjerit. Tubuhnya terbanting ke lantai pondok. Di hadapannya berdiri Bayunata dengan bertolak pinggang dan mata membeliak.
"Warinah! Sudah sejak lama kudengar kau berperangai buruk! Menghasut, memfitnah bahkan main gila dengan beberapa orang anak buahku! Berdiri!"
Warinah, demikian nama perempuan itu berdiri dengan perlahan. Parasnya sepucat kertas.
"’Bawa sini botol itu!" bentak Bayunata lalu merampas botol racun dari tangan Warinah dan membuka tutupnya.
"Sekarang kau sendiri yang harus meneguk racun ini! Ayo, teguk!" perintah Bayunata.
"Ampun … ampun Bayunata. Aku, aku tidak bermaksud …"
"Minum cepat!" teriak Bayunata sementara empat orang perempuan lainnya kawan-kawan Warinah berdiri di satu sudut dengan ketakutan. Warinah mundur beberapa langkah.
"Minum kataku!" teriak Bayunata lagi lalu melompat dan, menjambak rambut Warinah. Racun dalam botol dituangkannya ke mulut Warinah tetapi perempuan itu lebih cepat menutup bibirnya rapat-rapat!
"Oo … kau tak mau mampus cara begini hah?! Baik! Aku memang sudah bosan padamu, sudah muak! Lihat, kau akan mampus dengan cara yang lebih mengerikan!"
Bayunata menangkap pinggang Warinah lalu melemparkan tubuh perempuan itu keluar pintu pondok! Pondok itu terletak di atas pohon raksasa yang hampir duapuluh tombak tingginya. Di luar terdengar pekik ngeri Warinah lalu sunyi tanda tubuhnya telah menemui kematian di bawah sana!
Di dalam pondok Bayunata memandang pada empat perempuan kawan Warinah lalu membentak mereka agar meninggalkan pondok itu! Keempatnya berebutan cepat keluar dan lari sepanjang jembatan gantung kecil yang terbuat dari tali yang menyambungkan pondok itu dengan pondok lainnya. Kepala rampok Bayunata memutar tubuh dan memandang ganti berganti pada Galuh Asih dan Ratih.
"Walau bagaimanapun," katanya, "bunuh diri adalah perbuatan paling tolol!"
"Kami mernang tak ingin bunuh diri! Bebaskan kami dari tempat terkutuk ini!" menyahut Galuh Asih.
"Itu tindakan yang lebih tolol lagi!" kata Bayunata pula.
"Kau telah memiliki perempuan-perempuan peliharaan berlusin-lusin. Apakah itu belum cukup? Masih kurang? Demi Tuhan lepaskan kami!"
"Jangan sebut-sebut nama Tuhan!" teriak Bayunata marah. "Setiap ada yang menyebut Tuhan selalu saja aku ditimpa kesialan!"
"Bebaskan kami!"
"Tidak bisa! Kau harus jadi istriku! Jadi peliharaanku, tahu?! Memang aku punya lusinan perempuan di sini. Aku sudah bosan dengan mereka semua! Kau musti tahu setiap perempuan berbeda! Punya keistimewaan sendiri-sendiri!" Dan habis berkata begitu Bayunata tertawa gelakgelak. Dia melangkah ke pintu dan berteriak. Seorang anak buahnya datang dengan cepat.
"Bawa gadis itu ke pondokku! Usir perempuan-perempuan yang ada di sana dan jaga dia baikbaik! Awas kalau kau berani berbuat kurang ajar!"
Dalam keadaan menjerit-jerit Ratih dipanggil oleh anggota rampok itu. Ketika hendak dibawa pergi Galuh Asih cepat menghadang.
"Lepaskah dia! Lepaskan anakku!"
"Jangan tolol Galuh Asih!" bentak Bayunata seraya menarik lengan perempuan itu kemudian sekaligus dirangkulnya. Galuh Asih memekik dan menangis keras sewaktu anak gadisnya lenyap diluar pintu.
Bayunata menutup pintu pondok dan tegak menunggu sampai tangis Galuh Asih mereda. Bila perempuan itu tampak agak tenangan sedikit dia melangkah mendekati.
"Kau tak usah kawatir akan keselamatan diri anakmu …"
"Pergi! Jangan dekati aku! Jangan jamah tubuhku!"
"Oh, begitu? Apakah kau mau aku memanggil sepuluh anak buahku dan menjamah sekujur tubuhmu sekaligus?!"
"Bangsat! Demi Tuhan matilah kau!" teriak Galuh Asih lalu melompat dan memukulkan kedua tinjunya kemuka Bayunata.
Dengan mudah kepala rampok hutan Bludak itu menangkap kedua lengan Galuh Asih dan dilain kejapperempuan itu sudah tenggelam dalam rangkulannya. Ciumannya bertubi-tubi. Galuh Asih melejang meronta-ronta berusaha melepaskan diri namun sia-sia saja malah lambat laun tenaganya semakin mengendur dan dia tak berdaya apa-apa sewaktu Bayunata membaringkannya di atas kasur jerami kering. Kekuatan perempuan ini timbul kembali sewaktu Bayunata mulai menanggalkan pakaiannya dengan kasar. Keduanya bergumul berguling-guling dan pada akhirnya Galuh Asih kembali menyerah kehabisan daya! Dia hanya meramkan mata, tak bisa menolak sewaktu Bayunata meneduhi tubuhnya. Galuh Asih tiba-tiba menjerit keras ketika dirasakannya bulu-bulu dada kepala rampok itu menggeremangi buah dadanya. Dia menjerit sekali lagi, sekali lagi lalu pingsan di bawah tindihan tubuh laki-laki terkutuk itu!
Sepeminuman teh lewat.
Bayunata dengan tubuh keringatan dan terhuyung-huyung melangkah ke pintu. Dibukanya pintu itu. Untuk beberapa lamanya dia berdiri memandangi kegelapan. Disekanya peluh yang berciciran dikeningnya. Dia berpaling kebelakang. Galuh Asih terbujur diatas kasur jerami dalam keadaan tak berpakaian. Sepasang matanya terpejam. Dada dan perutnya jelas kelihatan turun naik. Betapa bagusnya tubuh telanjang itu dipandang demikian rupa. Dan tentu tubuh anaknya yang, masih perawan jauh lebih bagus dari itu, pikir Bayunata..
Kepala rampok hutan Bludak ini memalingkan kepalanya, kembali memandang keluar pondok. Dia kemudian berteriak memanggil dua orang tangan kanannya. Tak lama muncullah Singgil Murka dan Sawer Tunjung. Bola-bola mata kedua manusia ini membesar sewaktu mereka memandang ke dalam pondok dan melihat tubuh Galuh Asih yang terbaring telanjang diatas kasur jerami.
"Sobat-sobatku, kau lihat pemandangan di dalam sana?!" ujar Bayunata sambil menyeringai dan menunding dengan ibu jarinya. "Hari ini jangan katakan lagi aku temahak perempuan! Kalian berdua boleh perbuat apa saja sekarang terhadapnya! Tapi … jangan main serobotan. Dia masih letih ….!" Habis berkata begitu Bayunata tertawa mengekeh lalu meninggalkan ambang pintu, meniti jembatan tali yang menuju kepondok lainnya.
Sawer Tunjung cepat-cepat melangkahkan kaki masuk ke dalam pondok. Tapi bahunya dipegang oleh Singgil Murka.
"Mau kemana Sawer? Aku tokh lebih tua darimu? Aku yang lebih dulu!"
Sawer Tunjung mengeluarkan suara menggerutu.
"Lagi-lagi soal umur kau gunakan untuk lebih dulu dapat mencicipi perempuan itu! Sekalisekali aku tokh boleh saja lebih dulu dari kau?! Aku tak ingin selalu jadi tukang cuci mangkok!"
Singgil Murka menyeringai memperlihatkan barisan gigi-giginya yang besar, hitam kotor tak pernah digosok.
"Yang sekali ini lain, sobat! Betul-betul lain!" desis Singgil Murka tanpa melepaskan bahu kawannya.
Sawer Tunjung jadi penasaran. Ditepiskannya lengan Singgil Murka dan berkata keras.
"Justru karena yang sekali ini lain maka aku yang musti lebih dulu!"
Sementara kedua kawanan rampok itu bertengkar, perlahan-lahan. Galuh Asih membuka kedua matanya. Dia sadar apa yang telah terjadi atas diri nya. Mendengar pertengkaran Singgil Murka dan Sawer Tunjung dia sadar pula apa yang bakal menimpa dirinya. Noda kotor baru saja menimpa dirinya dan kini kembali kekotoran itu akan jatuh. Galuh Asih se-olah-olah mendapat kekuatan gaib. Tidak saja perempuan ini bangkit dan berdiri tanpa memperdulikan keadaan tubuhnya. Dia menjerit keras lalu secepat kilat lari ke ambang pintu.
"Hai!" Singgil Murka dan Sawer Tunjung berseru hampir bersamaan. Keduanya melompat ke pintu tapi terlambat. Tubuh Galuh Asih melayang dalam kegelapan malam. Jeritannya mengumandang mengerikan. Dan suara jeritan itu dengan serta merta berhenti sewaktu tubuh perempuan tersebut jatuh dengan keras ke tanah! Kepalanya rengkah, lehernya patah!
***

Next ...
Bab 4

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 00424
 

0 Response to "Mawar Merah Menuntut Balas Bab 3"

Posting Komentar