WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 012
Pembalasan Nyoman Dwipa
TIGA
HARI itu sejak petang lingkungan langit di atas kota Klungkung diselimuti kemendungan. Gumpalan awan hitam datang bergulung-gulung tiada hentinya dari arah barat. Menjelang senja angin keras mulai bertiup, menerbangkan debu di segala pelosok, membuat kota tenggelam dalam udara pengap. Tepat sewaktu sang surya lenyap di ufuk barat maka hujan deraspun turunlah. Suaranya menggemuruh ditimpal oleh deru angin. Setiap telinga yang mendengarnya merasa ngeri. Sekali-sekali menggelegar guntur, berkelebat kilat. Dalam tempo yang singkat parit dan selokan di seluruh kota telah luber oleh air hujan, sungai-sungai kecil banjir menerpa segala apa saja yang ada di sekitarnya. Kadang-kadang hujan itu mereda sebentar lalu turun lagi dengan lebih lebat. Dinginnya udara seperti merembas dan mencucuk sampal ke tulang-tulang sungsum!
Dalam lebatnya curahan hujan, dalam kerasnya deru angin dan dalam gelapnya suasana malam yang sangat dingin itu, dari jurusan timur laksana bayangan setan, kelihatanlah empat penunggang kuda memasuki Klungkung. Sesampainya di persimpangan jalan di depan pura, keempatnya membelok ke kiri tanpa mengurangi kecepatan kuda masing-masing. Air hujan dan lumpur bercipratan di belakang kaki-kaki ke empat binatang itu.
Hampir mencapai ujung jalan, salah seorang penunggang kuda menunjuk ke depan dan berkata, "Yang itu rumahnya! Pergilah, aku menunggu di sini."
Tiga penunggang kuda lainnya segera mengeluarkan sapu tangan-sapu tangan besar yang berwarna hitam dan menutupi paras mereka dengan sapu tangan itu sebatas mata ke bawah kemudian ketiganya segera bergerak ke rumah kecil yang ditunjuk tadi.
Seperti keadaan rumah-rumah di sekitarnya, rumah yang mereka tuju inipun sunyi senyap, tak satu lampupun yang menyala tanda seluruh penghuninya telah tidur nyenyak dalam kehangatan selimut masing-masing. Ketiga orang itu turun dari kuda. Setelah meneliti keadaan sekeliling mereka langsung ketiganya menuju ke pintu depan. Dengan mempergunakan sebuah alat, pintu yang terkunci berhasil dibuka. Hampir tanpa suara sedikitpun ketiga orang itu masuk ke dalam rumah. Mata mereka terpentang lebar-lebar dalam kegelapan. Selangkah demi selangkah ketiganya bergerak.
"Kurasa yang ini kamarnya," berbisik salah seorang dari yang tiga lalu mendahului kawan-kawannya maju ke pintu dan mengintai. Di dalam kamar gelapnya bukan main, tapi matanya yang tajam sanggup juga melihat sesosok tubuh yang terbaring bergelung diatas tempat tidur.
"Biar aku yang masuk," berkata laki-laki bertubuh kurus. Didorongnya daun pintu. Pintu itu mengeluarkan suara berkereketan tapi suara ini tertelan oleh suara hembusan angin deras dan hujan lebat. Dengan dua jari tangan terpentang lurus siap untuk menotok, laki-laki berbadan kurus ini melangkah mendekati tempat tidur.
Tiba-tiba orang yang tidur di atas pembaringan menbalikkan badannya, selimut yang menutupi sebagian wajahnya terbuka dan ketika dia bangun dengan cepat orang ini segera membentak, "Siapa kau?!"
"Keparat! Bukan dia!" rutuk laki-laki yang mukanya tertutup kain hitam sementara dua orang kawannya yang berdiri di ambang pintu berjaga-jaga juga terkejut sekali. Tadinya mereka menyangka orang yang tidur di atas pembaringan itu adalah Ni Ayu Tantri, gadis yang hendak mereka culik. Tapi suara bentakan itu nyata sekali suara laki-laki! Tak dapat tidak yang tidur di situ adalah ayah dari gadis itu!
"Maling rendah! Kau berani masuk ke dalam rumahku!" terdengar lagi bentakan. Itu adalah suara bentakannya I Krambangan yang menyangka manusia yang masuk ke dalam kamar itu adalah maling! Segera laki-laki itu melompat menyambar sebilah parang yang tersisip di dinding. Namun sebelum tangannya mencapai senjata itu satu pukulan menyambar dari samping!
I Krambangan dulunya adalah seorang bekas kepala prajurit kerajaan, dengan sendirinya memiliki ilmu silat yang cukup bisa diandalkan, apalagi kalau cuma menghadapi seorang maling! Mendapat serangan itu dengan cepat dia melompat ke samping, berkelit dan menyusupkan satu tendangan ke dada lawan!
Tapi yang dihadapi I Krambangan bukan "maling biasa". "Maling" itupun ternyata memiliki ilmu silat yang lihay. Dengan mudahnya dia mengelakkan serangan I Krambangan lalu berkelebat cepat dan "buk". Tahu-tahu jotosannya melanda dada I Krambangan.
Orang tua itu mengeluh tinggi. Tubuhnya terhempas ke dinding. Nafasnya sesak dan dadanya sakit bukan main. Tapi karena dia tersandar ke dinding dengan sendirinya dia mempunyai kesempatan baik untuk menyambar parang. Cuma dia masih kurang cepat. Sebelum tangannya berhasil menyentuh benda itu dari kiri kanan dua pasang tangan yang kuat-kuat telah mencekal kedua lengannya. Dia coba berontak tapi tak berhasil. Sesaat kemudian satu pukulan yang amat keras mendarat di keningnya. I Krambangan coba mempertahankan diri berusaha agar tidak jatuh pingsan. Tapi pukulan itu terlalu keras. Lututnya tertekuk dan sewaktu dua orang yang mencekalnya melepaskannya, laki-laki ini terhempas ke lantai tanpa sadarkan diri!
Di kamar sebelah, mendengar suara ribut-ribut itu, dua orang terbangun dari tidur masing-masing. Mereka adalah Ni Ayu Tantri dan ibunya. Biasanya Tantri tidur sendirian di kamar depan tapi karena malam itu ibunya diserang demam panas, si gadis sengaja tidur bersama sekalian untuk menjaga perempuan itu.
"Ada apa, nak …?" bisik Ni Warda, ibunya Tantri.
"Seperti suara orang berkelahi, bu." jawab Tantri "Kudengar keluhan ayah … Biar aku lihat keluar."
Ni Warda menarik pakaian anaknya dan berkata gemetar: "Jangan, Tantri. Pasti itu orang-orang jahat. Kalau kau keluar…."
"Tapi ayah bu," ujar Ni Ayu Tantri dengan hati cemas. Dan baru saja gadis ini berkata demikian pintu kamar itu terpentang lebar oleh satu tendangan keras! Ni Warda dan Ni Ayu Trisna menjerit sewaktu melihat tiga orang laki-laki bertutupkan kain hitam paras masing-masing, menyerbu ke dalam kamar itu!
***
Baru saja matahari pagi tersembul di ufuk timur, seluruh Klungkung sudah heboh oleh berita yang disampaikan dari mulut ke mulut yaitu bahwa Ni Ayu Tantri, gadis cantik yang belum lama ini pindah bersama ayah dan ibunya telah lenyap diculik orang malam tadi! I Krambangan dan beberapa orang penduduk semalam-malaman itu telah berusaha mencari jejak si penculik, namun sia-sia belaka. Rata-rata penduduk menduga bahwa yang menculik Ni Ayu Tantri itu adalah gerombolan rampok yang bersarang di Bukit Jaratan karena rampok-rampok itu memang selalu mengenakan kain hitam penutup muka bila menjalankan kejahatannya.
Tapi I Krambangan sendiri mempunyai dugaan lain. Bersama dua orang tetangga, dengan menunggangi kuda pagi itu dia berangkat menuju Denpasar. Tak sukar baginya mencari gedung kediaman Tjokorda Gde Anyer. Akan Tjokorda Gde Anyer ketika melihat kedatangan I Krambangan berubahlah parasnya. Tapi seseat kemudian bangsawan ini tertawa lebar dan berkata: "Sungguh tak disangka-sangka kedatanganmu ini, I Krambangan. Mari silahkan masuk."
"Cukup kita bicara disini saja, Tjokorda Gde Anyer. . ."
"Eh, kenapa begitu? Tak pantas sekali seorang yang bakal jadi besanku hanya berdiri …"
"Jangan bicara segala macam soal besan, Tjokorda Gde Anyer!" potong I Krambangan pula dengan suara keras. "Panggil anakmu! Aku ingin bicara dengan dia!"
Tjokorda Gde Anyer memandang tajam-tajam pada tamunya. "Sobat lama, agaknya satu kemarahan menyelimuti dirimu. Bicaralah dengan tenang tak perlu kesusu. Katakan maksud kedatanganmu, dan maksudmu hendak bertemu serta bicara dengan anakku. Dalam pada itu kuharap kau suka masuk agar kita bisa bicara baik-baik."
Seseorang keluar dari dalam gedung. Parasnya kusut mungkin kurang tidur. Orang ini bukan lain Made Trisna. Dia tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya sewaktu melihat I Krambangan. Namun seperti Tjokorda Gde Anyer tadi, diapun lantas tertawa dan menegur laki-laki itu. I Krambangan tidak perdulikan orang ini melainkan memandang menyorot pada Tjokorda Gde Anyer.
"Agaknya ada sesuatu yang tidak beres, I Krambangan?!" tanya tuan rumah.
"Ya, memang ada sesuatu yang tidak beres! Dan berat dugaanku anakmulah yang menjadi biang ketidak beresan ini!"
"I Krambangan, tuduhanmu agaknya sangat tidak beralasan! Katakan apa yang telah terjadi sampai kau bicara begini rupa!"
"Kurasa kau dan juga Made Trisna sudah tahu apa yang terjadil Aku bisa mengetahui pada pertama kali aku melihat air muka kalian! Tapi tak apa saat ini kalian berkura-kura dalam perahu! Suatu ketika aku akan tahu kedustaan kalian! Dengar, sesudah pinanganmu kutolak secara baik-baik kemarin, malam tadi tiga orang telah memasuki rumahku dan menculik Ni Ayu Trisna!"
"Oh! Lalu saat ini hendak kau tuduhkan bahwa anakkulah yang telah menculik anak gadismu? Sungguh tuduhan yang sangat rendah dan tanpa bukti sama sekali!"
"Memang tuduhanku tidak ada bukti. Tapi aku yakin bahwa anakmulah yang melakukannya! Sekarang katakan dimana anakmu itu?"
"Dia tak ada di sini, I Krambangan."
"Itu satu bukti bahwa memang anakmu ada sangkut paut dengan diculiknya Ni Ayu Trisna!"
"Jangan menuduh sembarangan!" tukas Tjokorda Gde Anyer dengan marah. "Sekalipun lamaranku ditolak apa perlunya anakku menculik anakmu? Sepuluh gadis-gadis yang lebih cantik dari anakmu bisa didapat oleh Tjokorda Gde Djantra!"
I Krambangan menyeringai. "Katakan saja di mana anakmu berada!"
"Sejak siang kemarin dia meninggalkan rumah! Kemana perginya aku tidak tahu. Kalau kau tidak percaya silahkan tanya pada Made Trisna."
"Dengar Tjokorda Gde Anyer!" kata I Krambangan dengan memandang tajam-tajam. "Jika aku mendapat bukti-bukti dan kenyataan bahwa anakmulah yang telah menculik anakku dan terjadi apa-apa dengan diri Ni Ayu Tantri, aku akan bunuh dia! Siapa saja yang berani menghalangi perbuatanku akan kusingkirkan dari muka bumi ini! Termasuk kau dan Made Trisna!"
Habis berkata begitu I Krambangan dan dua orang kawannya memutar tubuh dan segera meninggalkan gedung itu.
***
Next ...
Bab 4
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245


0 Response to "Pembalasan Nyoman Dwipa Bab 3"
Posting Komentar