Pembalasan Nyoman Dwipa Bab 2

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 012
Pembalasan Nyoman Dwipa

DUA
SEPERTI yang dikatakan Made Trisna, satu minggu kemudian dia kembali ke Klungkung menemui I Krambangan untuk meminta kabar atau jawaban mengenai pinangan yang disampaikannya tempo hari. Dia yakin betul I Krambangan akan menerima pinangan Tjokorda Gde Anyer. Begitu sampai di rumah sahabatnya itu langsung Made Krisna menanyakan persoalan.
"Minumlah dulu, Made." kata I Krambangan mempersilahkan sahabatnya. Bila Made Trisna sudah meneguk minuman yang disuguhkan maka I Krambangan baru membuka persoalan.
"Seperti yang kukatakan tempo hari, pada dasarnya aku bisa menerima lamaran Tjokorda GdeAnyer. Bukan saja menerimanya tapi malah menganggapnya itu satu penghormatan yang luar biasa mengingat dia bangsawan kaya raya mau mengulurkan tangan pada keluargaku bangsa rakyat jelata. Ketika kubicarakan pada istrikupun, dia terkejut dan hampir tak percaya. Dan seperti aku, diapun menyetujui lamaran itu. Namun setelah kuterangkan pada Tantri, kita terbentur pada satu persoalan, Made. Hal ini memang sudah kuduga dari semula, yaitu sejak kau mengemukakan lamaran satu minggu yang lalu itu."
"Persoalan apakah yang menjadi halangan itu, I Krambangan?" tanya Made Trisna pula.
"Dua tahun sebelum kami pindah kesini, sebenarnya Tantri telah mempunyai pilihan hati sendiri. Kau tentu mengerti maksud ucapanku …."
"Maksudmu Tantri telah mempunyai kekasih?"
I Krambangan mengangguk. "Mereka saling mencinta dan sudah punya rencana untuk menikah sesudah Hari Raya Galungan beberapa bulan dimuka. Meski aku orang tuanya, tapi kau tentu dapat memaklumi Made, bagaimana aku tak bisa memaksa Tantri untuk memutuskan hubungannya dengan itu pemuda yang dicintainya. Terlalu besar dosanya memutuskan tali kasih seseorang. Aku kawatir tak akan dirakhmati Dewa-dewa lagi jika aku berani memutuskan hubungan kasih anakku."
Lama Made Trisna termenung. Kemudian berkatalah laki-laki ini, "Kau terlalu banyak kawatir, sahabatku. Masakan Dewadewa di kayangan tidak akan merakhmatimu. Bukankah dengan menikahkan Tantri dengan Tjokorda Gde Jantra berarti kita membuat satu kebajikan dan pahala besar?"
"Itu betul Made. Tapi bagaimana dayaku untuk memutus hubungan Tantri dengan pemuda yang dikasihinya? Aku sebagai orang tua benar-benar tidak tega . . . "
"Apakah kau sudah terangkan padanya bahwa yang melamar adalah Tjokorda Gde Anyer? Apakah kau terangkan pula orang yang bagaimana adanya bangsawan kaya raya itu?"
"Sudah." jawab I Krambangan, "semuanya sudah. Bahkan kubujuk pula anak itu untuk mau menerima lamaran tersebut. Tapi sia-sia belaka, Made."
Untuk kedua kalinya Made Trisna termenung. Setelah saling berdiam diri beberapa lamanya kemudian bertanyalah Made Trisna, "Apakah kau tak melihat cara atau jalan lain agar Tantri menyetujui perjodohannya dengan Tjokorda Gde Jantra?"
"Sudah kutempuh berbagai cara Made. Agaknya memang sukar melembutkan hati yang sudah diberikan pada seorang lain yang dikasihi. Kita harus maklum itu karena kitapun pernah muda …"’
"Sebagai orang tua, apakah kau tidak merasa itu merupakan satu keingkaran? Menyatakan bagaimana anakmu tidak berbakti padamu …?"
I Krambangan menggigit bibirnya. Pertanyaan itu merupakan satu pukulan baginya. Tapi dia tersenyum sewaktu menjawab, "Meski aku orang tuanya. Made, tapi aku juga bisa melihat sampai batas-batas mana seorang tua bisa mencampuri urusan pribadi anaknya. Penolakan yang dikemukakan Tantri bukan kuanggap sebagai satu keingkaran atau satu kenyataan bahwa dia tidak berbakti terhadapku. Kurasa siapa saja mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya mengenai. urusan pribadinya. Apalagi urusan yang menyangkut masa depan. Kukatakan aku dan istriku menyetujui lamaran Tjokorda Gde Anyer. Tapi kita musti sadar pula bahwa bukan aku atau istriku atau kau atau juga Tjokorda Gde Anyer yang akan dijodohkan dan akan menempuh hidup baru berumah tangga itu, tapi Tantri."
"Betul, betul sekali." sahut Made Trisna cepat-cepat karena kata-kata I Krambangan itu menggejolakkan hatinya. "Betul sekali apa yang kau katakan itu, sahabat. Tapi kita musti pula menyadari, dunia ini masih belum terbalik. Kita orang-orang tua mempunyai hak dan kewajiban untuk memelihara anak kita dan kalau sudah besar membuat dia berbakti pada kita, mengikuti apa mau kita karena niscaya orang tua itu tak ada yang berniat mencelakakan anaknya. Dunia masih belum terbalik sahabatku. Masakan kita orang-orang tua musti mengikuti maunya anak kita, justru anaklah yang harus patuh dan mengikuti kemauan orang tuanya!"
"Menyesal sekali, rupanya jalan pikiran kita sedikit berbeda Made," kata I Krambangan. "Bagaimana pun aku tak merasa dunia ini telah terbalik hanya karena aku memberikan hak untuk menentukan kehidupan masa depan pada anakku. Dan aku juga menyadari bahwa memang bukan adat atau pun kebiasaan kita untuk berlaku seperti itu. Tapi harus disadari Made, dunia kita di masa lalu tidak sama dengan dunia orang-orang sekarang. Dunia orang-orang sekarang tak sama pula dengan dunia orang-orang di masa nanti. Segala sesuatunya harus tunduk pada keadaan dan kehendaknya jaman . . . "
"Dimana orang tua-tua tidak mempunyai daya apa-apa lagi terhadap anaknya? Dimana anak-anak sanggup mengatur orang tuanya dan bukan orang tuanya yang mengatur diri mereka? Sungguh lucu jaIan pikiranmu. Jika memang itu pendirianmu, memang sungguh berbeda jalan pikiran kita sahabat. Dan adalah sangat disayangkan kalau kau sampai mau menolak lamaran Tjokorda Gde Anyer. Kau tahu, I Krambangan. Jika perjodohan ini jadi, kau sekeluarga akan dibuatkan sebuah rumah gedung dan disuruh pindah ke Denpasar. Tentang kehidupan masa tuamu tak perlu memikirkan, kau hanya ongkang-ongkang kaki saja karena semua keperluan dijamin oleh Tjokorda Gde Anyer. Tentang anakmu … dia akan hidup bahagia bersama Tjokorda Gde Djantra!"
"Memang sudah kubayangkan betapa kebahagiaan akan menyelimuti bila Tantri nikah dengan anak Tjokorda Gde Anyer. Tapi aku tak punya daya untuk memaksa Tantri."
Made Trisna menjadi putus asa dan penasaran sekali pada sahabatnya itu. "Kalau aku boleh bertanya," katanya, "siapa gerangan pemuda yang dikasihi oleh anakmu itu? Apakah dia tampan gagah, anak orang bangsawan tinggi, punya sawah ladang berhektar-hektar, punya ternak berkandang-kandang dan punya harta bergudang-gudang, hingga mata dan hati anakmu tak dapat dialihkan kepada yang lain lagi?"
"Pemuda itu bernama Nyoman Dwipa. Dia tinggal di desa Jangersari dan agaknya bagi Tantri, sawah ladang atau ternak atau harta kekayaan itu bukan apa-apa kalau dibandingkan dengan nilai kasih sayang yang dipadunya dengan Nyoman Dwipa."
Rasa putus asa dan penasaran yang menggelorai hati Made Trisna lama-lama berubah menjadi kejengkelan dan rasa muak yang akhirnya berubah pula menjadi rasa benci terhadap sahabat lamanya itu. Dianggapnya I Krambangan keterlaluan tolol!
"Baiklah I Krambangan," kata Made Trisna seraya berdiri, "kalau begitu putusanmu memang tak bisa aku memaksa. Tapi terus terang kukatakan bahwa sebagai manusia hidup kau terlalu bodoh untuk tidak mau menerima lamaran Tjokorda Gde Anyer."
"Terserahlah kau mau bilang apa, sahabatku," jawab I Krambangan dengan pelahan. "Mungkin aku memang orang tolol. Tapi aku yakin dalam ketololan itu aku berpijak pada kebenaran dan hak pribadi yang tak bisa diganggu gugat!"
Made Trisna memacu kudanya dengan kencang. Hatinya mencaci maki habis-habisan I Krambangan!
***
Denpasar sebuah kota besar dan bagus di pulau Bali. Beberapa buah pura besar yang sangat indah bangunannya terdapat di sana. Di tengah-tengah kota terdapat sebuah gedung besar yang atapnya berbentuk candi. Tak ada satu orangpun di Denpasar yang tidak tahu siapa pemilik gedung bagus dan besar itu. Bahkan penduduk yang tinggal di pinggiran kotapun tahu bahwa itu adalah gedung kediaman bangsawan kaya raya Tjokorda Gde Anyer.
Waktu itu hari telah rembang petang ketika Made Trisna dan kudanya sampai di pintu gerbang gedung, langsung masuk ke halaman dalam, dan menemui Tjokorda Gde Anyer. Sebelum dia membuka pembicaraan, Tjokorda Gde Djantra sudah muncul pula hingga dapatlah ia memberi keterangan sekaligus pada kedua beranak itu.
Betapa terkejutnya bangsawan dan anak tunggalnya itu tatkala mendengar penuturan Made Trisna, tatkala mengetahui bahwa lamaran mereka ditolak oleh I Krambangan. Tak perduli alasan apapun yang dikemukakan I Krambangan, yang nyata ini adalah merupakan satu penghinaan besar!
"I Krambangan manusia tak tahu diri! Tak tahu diuntung!" maki Tjokorda Gde Anyer. Lalu dia berpaling pada anaknya dan berkata, "Sudah, kau cari saja gadis lain! Di Denpasar ini, di pulau Bali ini ada ratusan gadis-gadis yang jauh lebih cantik dari anaknya si Krambangan itu, yang turunan bangsawan terpandang, kaya raya!"
Tjokorda Gde Djantra termanggu beberapa lamanya. Mukanya yang senantiasa pucat macam orang mau mati besok, saat itu kelihatan makin tambah pucat! Seperti ayahnya, pemuda inipun merasa terhina. Tapi hatinya benar-benar sudah terpaku pada gadis itu hingga tak mungkin baginya untuk mencari lain gadis seperti yang dikatakan ayahnya.
"Kita sudah diberi malu Djantra!" berkata Tjokorda Gde Anyer. "Kuharap kau jangan memberi malu yang kedua kalinya.
"Tapi ayah aku tak sanggup hidup bersama gadis lain."
"Kenapa tidak sanggup? Sepuluh gadis yang lebih cantik dari si Tantri itu bisa kau ambil jadi istri sekaligus!" Tjokorda Gde Djantra berdiri dari kursinya.
"Walau bagaimanapun aku musti dapatkan gadis itu, ayah. Tidak dengan cara baik-baik dengan jalan burukpun bisa. Rasa malu yang kita terima akan kubalas malam ini juga!" Tjokorda Gde Djantra lantas berlalu dari situ. Tjokorda Gde Anyer dan Made Trisna saling berpandangan. Kedua orang ini sudah bisa menduga apa yang bakal dilakukan oleh Tjokorda Gde Djantra. Dan berkatalah Made Trisna, "Kalau betul itu hendak dilakukan oleh Tjokorda Gde Djantra, kurasa tak ada salahnya. Itu sudah menjadi adat kebiasaan kita di sini."
***


Next ...
Bab 3

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245




Related Posts :

0 Response to "Pembalasan Nyoman Dwipa Bab 2"

Posting Komentar