WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 012
Pembalasan Nyoman Dwipa
DELAPAN
BERDIRI di tepi danau yang dikeiilingi pohon-pohon besar pada siang hari yang panas terik itu membuat pemuda pengelana itu ingin sekali mandi merasakan kesejukan air danau. Sambil bersiul-siul pemuda ini lalu membuka pakaiannya. Sesaat kemudian diapun sudah mencebur masuk ke dalam air danau. Sengaja dia menyelam dalam-dalam lalu muncul lagi dipermukaan air danau untuk bernafas lalu menyelam lagi. Gemikian sampai beberapa kali. Pada kali yang keenarn dia memunculkan kepala di permukaan air danau mendadak sontak berubahlah parasnya oleh rasa kaget yang bukan alang kepalang!
Dari seluruh tepi danau dilihatnya meluncur ular hitam berbelang-belang kuning sebesar betis dan rata-rata panjangnya satu sampai satu setengah meter! Binatang-binatang itu dengan sangat cepat berenang ke tengah danau di mana pemuda berada!
"Gila!" seru pemuda itu lalu kedua kakinya dihentakkan ke bawah. Dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya yang hebat dari dalam air pemuda ini sanggup melesatkan tubuhnya sampai beberapa tombak. Ketika dia berhasil melompat ke daratan cepat-cepat dia hendak mengambil pakaiannya! Tapi untuk kedua kalinya pemuda ini menjadi melengak kaget karena dari balik semak belukar, puluhan ekor ular jenis yang sama telah menyerbunya pula hingga dia tak punya kesempatan untuk mencapai pakaiannya!
Dengan memaki dalam hati pemuda ini melompat ke sebuah pohon. Tapi au! Kakinyamenginjaksesuatu yang bulat dan licin hingga kalau saja ilmu meringankan tubuhnya tidak sempurna pastilah dia akan jatuh! Ketika dia memandang ke bawah, pemuda ini kertakkan rahang karena benda bulat licin yang tadi dipijaknya nyatanya adalah seekor ular hitam berbelang-belang kining. Dan ketika dia memandang berkeliling, seluruh pohon serta pohon-pohon di sekitar tempat itu penuh dengan ular-ular tersebut. Kemanapun dia mernandang, ke pohon-pohon, ke tanah dan ke danau seluruhnya penuh dengan ular! Betul-betul dia tak bisa mengerti dari mana datangnya puluhan bahkan ratusan binatang itu! Dari lidahnya yang bercabang dan berwarna hijau nyatalah bahwa ular-ular itu mengindap racun yang amat jahat. Meskipun dia kebal segala macam racun namun menyaksikan itu mau tak mau merinding juga bulu tengkuknya! Dan menyadari dirinya tanpa pakaian begitu rupa pemuda ini merutuk habis-habisan dalam hati.
Sementara itu dia tak dapat berdiri lebih lama di cabang pohon karena sebentar saja belasan ekor ular telah menyerbunya pula! Tak ada tempat yang kosong lagi untuk tempat berpindah! Sambil melompat turun pemuda ini pukulkan kedua tangannya ke bawah! Angin deras menderu. Puluhan ular mental dan si pemuda berhasil turun di tanah yang kini kosong dari ular-ular itu. Tapi anehnya binatang-binatang yang kena dihantam dan dibuatnya mental tadi sama sekali tidak cedera ataru mati dan dalam waktu yang singkat bersama kawan-kawannya segera menyerbu pemuda itu kembali.
Kini pemuda tersebut segera maklum bahwa binatang-binatang yang dihadapinya itu bukan ular-ular biasa. Mungkin binatang jadi-jadian. Dan binatang apapun ular itu adanya dia musti bisa menyelamatkan diri. Tiga ekor ular hitam berbelang kuning berhasil melilit kakinya. Seekor diantaranya mematuk betis pemuda itu hingga menoeluarkan darah kehitaman bercampur racun yang tertekan ke luar akibat hawa tenaga dalam yang ada di tubuh si pemudar. Sekali dia menggerakkan tubuh rnaka ketiga ular itu berpelantingan. Tapi puluhan lainnya menyerbu lagi dengan dahsyat laksana air bah! Tidak main-main lagi kini pemuda itu pergunakan ilmu pukulan sakti yang sangat diandalkannya. Sepasang tangannya kelihatan putih memerah, sepuluh kuku jarinya mengeluarkan sinar yang menyilaukan!
"Wuus! Wuuss!"
Dua larik sinar putih yang panas menderu dahsyat! Itulah pukulan sinar matahari yang hebat luar biasa! Puluhan ekor ular menemui ajalnya mati terkuntung-kuntung dalam keadaan hangus! Yang masih hidup agaknya marah sekali melihat kematian kawankawan mereka. Binatang-binatang ini dengan mengeluarkan suara mendesis menyerbu si pemuda dan si pemuda menyambutinya dengan pukulan-pukulannya yang dahsyat. Binatang-binatang yang masih hidup bukannya takut tapi malah terus menyerbu dengan kalap sehingga pemuda yang berada dalam keadaan bertelanjang bulat itu menjadi sibuk sekali! Meski suasana mengerikan sekali di tempat itu, tapi melihat si pemuda mencak-mencak telanjang begitu rupa ada juga kelucuannya!
Menurut dugaan si pemuda sudah lebih dari seratus ular yang dibunuhnya tapi yang datang menyerangnya seperti tak ada kurang-kurangnya malah makin lama makin banyak! Dalam pada itu ular-ular yang berjalaran di pohon dengan melilitkan ekorekor mereka di cabang atau di ranting-ranting pohon, bergelantungan menyambar si pemuda hingga si pemuda bukan saja diserang dari bawah tapi juga dari atas!
"Benar-benar edan!" maki pemuda itu seraya percepat melancarkan pukulan-pukulan sinar matahari ke atas dan ke bawah!
Dalam seru-serunya pertempuran antara ular lawan manusia itu tiba-tiba terdengarlah seruan, "Sobat! Bertahanlah terus! Aku akan membantu!"
Baru saja seruan itu berakhir maka disitu muncullah seorang pemuda berpakaian biru. Di tangan kanannya ads seikatan jerami tebal yang ujungnya dibakar. Kobaran api jerami ini membuat puluhan ular hitam berbelang kuning menjadi terbiritbirit ketakutan. Tapi tidak semua binatang itu lari. Puluhan lainnya menyerbu pemuda baju biru ini. Si pemuda menghadapinya dengan tenang-tenang saja. Di tangan kiri pemuda ini ada sebatang tongkat kecil terbuat dari bambu kuning.
Dengan memutar-mutar tongkat kecil itu maka setiap ular yang berani mendekatinya pasti akan mati dalam keadaan tubuh terkuntungkuntung! Hebat sekali permainan tongkat bambu kuning si pemuda hingga dalam tempo yang singkat puluhan ular hitam berhasil dimusnahkannya!
"Hebat!" kata pemuda yang pertama dalam hati lalu menyambar pakaiannya, dengan cepat mengenakannya kemudian bersama-sama pemuda baju biru terus memusnahkan ular-ular yang mengamuk itu. Lebih dari separoh ular hitam berbelang kuning yang ads di tempat itu telah musnah menemui kematiannya. Sementara itu dalam berlangsungnya pemusnahan binatang-binatang tersebut terjadilah perkenalan antara kedua pemuda.
"Namaku Nyoman Dwipa!" kata pemuda pakaian biru seraya sabatkan tongkat bambu kuningnya. Dua ekor ular rubuh dengan kepala pecah. "Darimana ular sebanyak ini! Bagaimana kau sampai diserang mereka?!"
"Aku sedang asyik-asyikan mand!" menerangkan pemuda berpakaian putih. "Ketika menyelam dan muncul di atas air danau kulihat puluhan ekor ular, entah dari mans datangnya berenang menyerangku! Sewaktu aku naik kedaratan ternyata puluhan binatang itu telah menungguku pula disana. Gila betul!"
"Hai kau belum menerangkan namamu sobat!" seru pemuda baiu biru.
"Namaku Wiro Sableng!"
"Kau bukan penduduk sini agaknya!"
"Betul" sahut pemuda baju putih yang bukan lain dari Pendekar 212 Wiro Sableng adanya! "Terima kasih atas pertolonganmu, Nyoman!"
"Ular-ular ini benar-benar gila betul!" seru Nyoman Dwipa yang melihat bagaimana binatang itu masih terus menyerbu mereka dengan beraninya! "Sebaiknya mari kita tinggalkan tempat ini!" Bagaimana Nyoman Dwipa sampai berada di tempat itu baiklah kita tuturkan sedikit.
Sebagaimana yang telah diceritakan, sewaktu jatuh ke dalam jurang Nyoman Dwipa telah diselamatkan oleh seorang kakek-kakek sakti bernama Menak Putuwengi. Orang tua ini kemudian mengambil pernuda itu menjadi muridnya. Setelah tiga bulan lebih menggembleng Nyoman Dwipa maka boleh dikatakan pemuda itu sudah menguasai pelajaran silat ilmu tongkat si kakek cuma tentu saja dia musti banyak berlatih agar mencapai tingkat kesempurnaan. Memasuki pertengahan bulan yang keempat Menak Putuwengi mengizinkan muridnya untuk pergi mencari orangorang yang bertanggung jawab atas kematian kekasihnya dan I Krambangan serta beberapa penduduk Klungkung lainnya. Menak Putuwengi juga memberi nasihet agar pemuda itu jangan terlalu mengikuti nafsu dendam kesumat dan kalau bisa jangan menurunkan tangan maut terhadap siapa pun selagi masih ada jalan penyelesaian yang baik!
Demikianlah maka Nyoman Dwipa dengan bekal ilmu kepandaian yang dipelajarinya dari Menak Putuwengi meninggalkan tempat kediaman si orang sakti yang nyatanya masih hidup, jadi tidak benar seperti yang diduga dunia luaran bahwa kakek-kakek sakti itu telah meninggal dunia. Menak Putuwengi sebenarnya sudah jemu dengan persoalan-persoalan duniawi karena itulah dia mengundurkan diri dari dunia persilatan, membersihkan diri dari dosa dan kesalahan-kesalahan di masa mudanya serta memperdalam ilmu silat, ilmu kesaktian dan kebathinan di dalam goa di dasar jurang itu.
Dalam perjalanannya menuju Denpasar pemuda itu sengaja melewati hutan belantara mengambil jalan singkat agar lebih lekas sampai ke tempat tujuan. Karena melewati rimba belantara itulah maka dia sampai bertemu dengan Pendekar 212 Wiro Sableng!
Mulanya dia merasa heran dan kaget sewaktu menyaksikan seorang pemuda berambut gondrong basah kuyup dalam keadaan bertelanjang bulat bertempur melawan ratusan ekor ular yang sebesar-besar betis. Dilihat pada gerakan-gerakan serta pukulan-pukulan yang dilancarkannya dalam memusnahkan binatang-binatang itu nyatalah dia memiliki kepandaian tinggi. Tapi mengapa sampai bertempur telanjang bul!at begitu rupa?! Nyoman tidak tahu bahwa sewaktu diserang, Wiro tengah mandi dalam danau.
Sebenarnya Nyoman Dwipa maklum bahwa tanpa dibantupun pemuda yang bertelanjang itu pasti akan sanggup memusnahkan semua ular yang menyerbunya. Tapi bukankah lebih baik dia turun tangan menolong seraya mempraktekkan ilmu tongkat yang dipelajarinya dari Menak Putuwengi? Maka setelah mengumpulkan lalang serta jerami kering dan membakarnya dengan tongkat bambu kuning di tangan kiri Nyoman Dwipa menyerbu ke dalam pertempuran binatang lawan manusia itu!
"Wiro! Ayo kita tinggalkan tempat ini!" kata Nyoman Dwipa kembali.
"Tunggu dulu sobat!" sahut Wiro Sableng, "aku mempunyai firasat bahwa ular-ular ini bukan binatang biasa! Mungkin binatang jadi-jadian, mungkin pula ada pemiliknya. Bagaimana kalau kita selidiki sama-sama?!"
Baru saja Wiro berkata begitu maka dari dalam hutan mengumandanglah suara bentakan menggeledek!
"Manusia-manusia kotor dari mana yang berani membunuh binatang peliharaanku?!" Wiro mengeluarkan suara bersiul dan berpaling pada Nyoman Dwipa.
"Nah, apa kataku!" ujarnya.
***
Next ...
Bab 9
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245
0 Response to "Pembalasan Nyoman Dwipa Bab 8"
Posting Komentar