Pembalasan Nyoman Dwipa Bab 9

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 012
Pembalasan Nyoman Dwipa

SEMBILAN
BEGITU bentakan lenyap maka dari dalam hutan belantara keluarlah seorang laki-laki yang memiliki tampang dahsyat. Kepalanya panjang, kening menjorok ke depan sedang leher kecil singkat. Rambutnya hitam legam tapi cuma sedikit tumbuh di atas batok kepalanya. Kulit mukanya berwarna hitam dan berminyak hingga bila disorot sinar matahari mukanya itu jadi berkilat-kilatl Jika dibandingkan dengan ular, tampang manusia ini memang hampir tidak beda! Dia mengenakan pakaian berbentuk jubah yang terbuat keseluruhannya dari kulit u!ar. Yang dahsyatnya di lehernya melilit dua ekor ular besar yang sudah mati dan dikeringkan!
Begitu sampai di hadapan Wiro Sableng serta Nyoman Dwipa dan melihat puluhan ekor ular musnah berkaparan di mana-mana marahlah manusia yang punya tampang macam ular itu!
"Keparat-keparat laknat! Tentu kalian sudah bosan hidup berani membunuh binatang peliharaanku!"
Sementara Wiro dan Nyoman masih sibuk menghadapi ular-ular hitam berbelang kuning maka manusia aneh itu telah menyerbu dan membagi serangan pada kedua pemuda itu! Wiro dan Nyoman kaget bukan main karena serangan si orang aneh sebelum sampai sudah didahului oleh sambaran angin yang sekaligus mengarah dua belas jalan darah kematian di tubuh pemuda-pemuda itu! Baik Wiro maupun Nyoman Dwipa cepat-cepat melompat menyelamatkan diri!
Siapakah manusia aneh yang baru muncul dari rimba belantara dan mengaku sebagai pemelihara ular-ular yang menyerang kedua pemuda itu? Di Bali namanya belum dikenal karena dia seorang pendatang dari pulau Jawa yang diam-diam menyelusup ke pulau untuk maksud tertentu. Ki Sawer Balangnipa, demikian nama orang ini selain memiliki ilmu silat yang tinggi, juga telah memelihara tiga ratus ekor ular hitam belang-belang kuning yang sangat berbisa! Tentu saja dia menjadi marah setengah mati ketika menyaksikan bagaimana dua orang pemuda tak dikenal berani membunuh binatang-binatang
peliharaannya. Maka dengan serta merta dia melancarkan satu jurus serangan yang dahsyat yaitu yang bernama "dua raja ular menyerbu ke langit". Kehebatan jurus serangan ini sudah kita ketahui di muka yaitu sebelum pukulan sampai, sambaran angin telah mendahului menggempur dua bela: jalan darah kematian di tubuh kedua pemudal Dengan melancarkan serangan hebat itu Ki Sawer Balangnipa bermaksud untuk membuat pemuda-pemuda itu konyol sekaligus detik itu juga! Tapi betapa terkejutnya dia sewaktu menyaksikan bagaimana Wiro dan Nyoman berhasil mengelakkan dua serangannya itu!
Ki Sawer Balangnipa mengeluarkan suara suitan keras yang menyakitkan telinga! Anehnya ular-ular yang ada di situ, mendengar suara suitan itu segera berserabutan lari ke dalam hutan. Ki Sawer Balangnipa berdiri dengan bertolak pinggang!
"Kunyuk-kunyuk bermuka manusia! Nyatanya kalian memiliki ilmu yang diandalkan hingga aku tahu sampai dimana kelebatan kunyuk-kunyuk yang berasal dari Pulau Bali ini!"
Nyoman Dwipa marah sekali mendengar hinaan itu. Tapi Wiro ganda tertawa dan menjawab, "Kawanku ini memang berasal dari Pulau Bali, tapi aku bukan! Soal asal tak perlu dipidatokan di sinil Tapi kalau kau memaki kami kunyuk-kunyuk bermuka manusia, berarti kau sama saja dengan monyet-monyet bermuka setan!". Habis berkata begitu Wiro tertawa berkakan hingga menggetarkan seantero tempat! Sekaligus dia hendak memperlihatkan bahwa suitan yang menyakitkan telinga dari Ki Sawer Balangnipa itu cukup bisa ditandinginya dengan suara tertawanyal Diam-diam Ki Sewer Balangnipa sendiri terkejut melihat kehebatan tenaga dalam si pemuda, tapi dia sama sekali jauh dari gentar!
"Enam puluh tahun hidup baru hari ini ada tikus busuk yang berani menghina Ki Sawer Balangnipa!"
"Ah, nyatanya kau juga bukan orang sini!" ujar Wiro dengan menyengir seenaknya. "Sekarang kau katakan aku tikus busuk, betul-betul keterlaluan! Tapi supaya kau tahu diri memang namamu sesuai dengan tampangmu macam raja ular penyakitan!" (Sawer = ular, bhs. Jawa, pen.)
"Bangsat rendah! Kau benar-benar minta kubikin lumat!"
Tubuh Ki Sawer Balangnipa berkelebat dalam satu gerakan yang hampir tak kelihatan dan tahu-tahu sepuluh jari tangannya sudah mencengkeram ke perut dan ke muka Pendekar 212 Wiro Sableng! Ini adalah jurus serangan yang bernama "sepasang cengkeram kehancuran". Sekali cengkeram itu bersarang di muka Wiro pasti muka pemuda itu akan hancur mengerikan.
Jika perutnya kena direnggut lima jari tangan lainnya pasti akan robek dan ususnya berserabutan keluar! Begitulah kehebatan jurus "sepasang cengkeram kehancuran"!
Pendekar 212 Wino Sableng memang masih muda dalam usia tapi sudah cukup punya pengalaman dalam berbagai pertempuran menghadapi tokoh-tokoh silat kelas satu di pelbagai penjuru rimba persilatan! Sewaktu menerima serangan pertama kali dari Ki Sawer Balangnipa tadi dia sudah maklum bahwa orang tua ini bukan seorang yang bisa dibuat main. Maka dengan cepat pendekar kita berkelit ke samping seraya lancarkan satu tendangan kaki kanan ke arah rusuk lawan!
Melihat dua cengkeramannya yang hebat sanggup dikelit oleh lawan Ki Sawer Balangnipa penasaran bukan main. Di lain pihak Wiro Sableng merasakan adanya satu ancaman yang tersembunyi sewaktu menyaksikan bagaimana tendangannya yang hampir menemui sasarannya itu sama sekali tidak diperdulikan oleh lawan! Mustahil manusia itu tidak mengetahui bahaya yang mengancam dirinya!
Satu detik lagi kaki kanan Pendekar 212 akan mendarat dan menghancurkan tulang-tulang rusuk lawan, Pendekar 212 Wiro Sableng yang punya firasat tidak enak mendadak sontak segera menarik pulang kakinya dan melancarkan satu pukulan tangan kosong yang dinamakan pukulan "kunyuk melempar buah"!
Satu hal yang hebatpun terjadilah!
Adalah satu keuntungan besar bagi Wiro Sableng menarik pulang tendangannya tadi karena di saat yang hampir bersamaan Ki Sawer Balangnipa membab)atkan tepi telapak tangan kanannya ke bawah dengan deras! Bukan saja ini satu pukulan tangan yang amat dahsyat tapi juga diisi dengan kekuatan sakti yang sanggup membuat batu karang paling ataspun bisa hancur lebur! Dapat dibayangkan bagaimana kalau pukulan itu mengenai kaki kanan Wiro Sableng! Karena pukulannya mengenai tempat kosong dengan dendirinya angin pukulan itu terus melanda tanah! Pasir dan batu-batu berhamburan sampai beberapa tombak ke samping dan ke atas. Bumi bergetar dan ketika Wiro memandang ke depan dilihatnya bagaimana tanah yang kena angin pukulan lawan berlobang besar dan berwarna kehitaman! Diam-diam Pendekar 212 kaget juga karena sebelumnya tak pernah ia melihat ilmu pukulan yang begitu hebatnya! Mulai saat itu dia kerahkan tiga perempat tenaga dalamya untuk menghadapi lawan. Dari mulutnya terdegar suara suitan keras dan pada detik itu juga tubuhya lenyap!
Kalau tadi Wiro yang dibikin terkejut oleh serangan hebat lawan maka kini Ki Sawer Balangnipalah yang terkejut bukan main! Didengamya suitan pemuda itu, lalu tubuh si pemuda lenyap dari hadapannya dan sesaat kemudian dirasakannya sambaran angin serangan yang tajam dari kiri kanan!
Ki Sawer Balangnipa melompat mundur sampai lima langkah membentak keras dan maju lagi dalam satu kelebatan cepat menyambuti serangan Pendekar 212 Wiro Sableng!
Nloman Dwipa yang menyaksikan pertempuran diam-diam memuji kehebatan kedua belah pihak yang bertempur. Kalau saja dia tidak mendapat gemblengan dari Menak Putuwengi pastilah matanya akan sakit dan kepalanya akan pusing melihat kelebatan-kelebatan mereka yang bertempur yang hanya merupakan bayang-bayang hitam dari jubah yang dikenakan Ki Sawer Balangnipa dan bayangan putih pakaian Pendekar 212 Wiro Sableng. Kini semakin terbuka mata Nyoman Dwipa bahwa di atas jagat ini banyak sekali terdapat tokoh-tokoh silat berkepandaian tinggi seperti kedua orang itu! Dan diam-diam Nyoman Dwipa membathin apakah tingkat kepandaian Tjokorda Gde Djantra setingkat dengan kedua orang itu. Kalau betul tentu masih bukan suatu hal yang mudah baginya untuk bisa mengalahkan musuh besamya itu dalam tempo sepuluh sampai duapuluh jurus!
Nyoman Dwipa kembali memperhatikan kedua orang yang bertempur. Sementara itu telinganya mendengar lengking siulan yang nyaring luar biasa. Sesudah mengerahkan tenaga dalam dan menutup pendengarannya barulah rasa sakit yang menyamaki gendang-gendang telinganya akibat suara siutan aneh itu menjadi lenyap! Dan di muka sana dilihatnya bagaimana Ki Sawer Balangnipa mulai terdesak oleh serangan-serangan gencar Pendekar 212.
Dalam jurus keempat puluh Ki Sawer Balangnipa mulai menyadari bahwa jika dia terus bertahan dalam posisi demikian rupa naga-naganya paling lama sepuluh jurus lagi pasti dia akan kena dihantam lawannya! Keringat telah membasahi tubuh lakilaki ini, apalagi karena dia mengenakan jubah yang terbuat dari kulit ular yang tak tembus air!
"Pemuda gelo! Jika kau sayang nyawa cepat cabut senjatamu!" tiba-tiba Ki Sawer Balangnipa berseru dan habis berseru demikian dia lepaskan dua ekor ular yang telah dikeringkan dari lehernya! Sepasang binatang yang sudah mati itu, di tangan Ki Sawer Balangnipa tak ubahnya kembali menjadi hidup, menyambar dan meliuk, mematuk dan menjabat ke arah Pendekar 212.
Dari tubuh ular-ular yang sudah dikeringkan itu menghampar bau anyir yang menyesakkan rongga pernafasan sedang dan mulutnya yang membuka menyambar sinar hijau menggidikkan. Itulah sinar racun yang jahat sekali. Menghadapi ini Wiro segera tutup jalan pernafasannya dan berkelebat lebih cepat untuk menghindarkan serangan- serangan sepasang ular kering di tangan lawannya! Sepuluh jurus lagi berlalu. Agaknya Ki Sawer Balangnipa mulai mengeluarkan jurus-jurus ilmu silat simpanannya karena kelihatan sekali bagaimana permainan silatnya berubah. Tubuhnya bergerak gesit laksana seekor ular besar, meliuk kesana meliuk kesini!
Pendekar 212 Wiro Sableng mulai berada di bawah angin! Jurus demi jurus dia semakin terdesak ke tepi danau membuat pemuda ini memaki dalam hati.
Dia tengah berpikir-pikir untuk mulai mengeluarkan ilmu silat "orang gila" yang dipelajarinya dari Tua Gila ketika salah satu dari senjata di tangan Ki Sawer Balangnipa menghantam dadanya!
Pendekar 212 menjerit keras! Tubuhnya terjerongkang ke belakang dan kecebur masuk danau!
Dadanya sakit bukan main dan laksana hancur remuk! Pemandangannya berkunang-kunang! Untuk beberapa lamanya dia apungkan diri di permukaan air danau sambil mengerahkan tenaga dalamnya ke bagian yang kena dihantam lawan!
Di lain pihak Ki Sawer Balangnipa adalah hampir tidak percaya akan apa yang disaksikannya. Seorang yang kena digebuk ular kering yang menjadi senjatanya, tak ampun lagi pasti akan menemui kematian dengan tubuh remuk! Tapi kenyataannya pemuda itu masih hidup dan mengapungkan diri di atas air danau!
"Ki Sawer Balangnipa hadapi aku!" satu suara membentak dari samping dan Nyoman Dwipa dengan tongkat bambu kuningnya sudah melompat kehadapan Ki Sawer Balangnipa!
Manusia yang punya tampang seperti ular itu menyeringai mengejek. "Bagus!" katanya, "kaupun minta digebuk! Ayo majulah!"
Nyoman Dwipa bolang-balingkan tongkat bambu kuningnya. Meski tongkat itu kecil saja tapi deru angin yang keluar akibat putarannya deras bukan main. Sinar kuning menjulang panjang hingga diam-diam Ki Sawer Balangnipa segera maklum bahwa lawannya yang kedua inipun bukan orang sembarangan pula!
"Silahkan mulai, Ki Sawer Balangnipa!" kata Nyoman Dwipa pula. Dia sudah siap dengan kuda-kuda pertahanan sambil membolang-balingkan tongkat kecilnya!
"Sialan! Disuruh mulai menyerang lebih dulu malah menantang sombong!" damprat Ki Sawer Balangnipa. Dia maju satu langkah untuk melancarkan sebuah serangan yang dahsyat.
Di saat pertempuran antara Nyoman Dwipa dan Ki Sawer Balangnipa hendak pecah tiba-tiba dari arah danau terdengar seruan keras: "Nyoman! Biar aku teruskan pertempuranku dengan manusia bermuka ular penyakitan itu!" Seruan itu disertai dengan melayangnya kira-kira selusin ular-ular yang telah mati ke arah Ki Sawer Balangnipa! Jika saja laki-laki itu tak lekas menyingkir pasti kepala dan tubuhnya akan dihantam binatang-binatang peliharaannya itu sendiri! Ki Sawer Balangnipa menjadi lupa terhadap Nyoman Dwipa dan membalikkan tubuh dengan cepat melompat ketepi danau. Tenaga dalam dikerahkan seluruhnya ke tangan kanannya dan sekali dia menyapukan ular di tangan kanannya itu, maka menderulah satu gelombang angin yang deras ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng yang mengapung di tengah danau! Air danau muncrat sampai setinggi delapan tombak dilanda derasnya pukulan tangan kosong tersebut tapi Wiro sendiri saat itu sudah melesatkan tubuhnya ke tepi danau sebelah kiri. Dadanya sebenamya masih sakit tapi karena-yakin bahwa dirinya tak mengalami luka di dalam maka begitu sampai di daratan pemuda itu berseru lantang, "Muka ular! Terima pukulanku ini!"
Terlalu cepat bagi Ki Balangnipa untuk bisa melihat pukulan apa yang dilepaskan lawan tahu-tahu "wuus" satu larik sinar putih yang panas dan menyilaukan matanya menerpa dahsyat ke arahnyal Manusia yang mukanya seperti ular itu berseru keras lalu melompat cepat-cepat ke samping kanan. Tapi tak urung ular kering yang ditangan kirinya masih tempat disambar pukulan sinar matahari yang dilepaskan Wiro Sableng hingga senjata itu hancur lebur dan hanya bagian ekornya saja yang masih tergenggam dalam tangan kiri Ki Sawer Balangnipa!
"Keparat rendah!" maki Ki Sawer Balangnipa marah luar biasa hingga sepasang matanya laksana api berkobar! Selagi Pendekar 212 Wiro Sableng belum menjejakkan kedua kakinya di tanah, dia segera melancarkan serangan balasan yang tak kalah hebatnya!
Tangan kiri dipukulkan ke depan. Satu gelombang angin menggebu laksana topan, siap untuk menyapu dan menghancur leburkan tubuh Pendekar 212. Yang dilepaskan Ki Sawer Balangnipa adalah pukulan sakti yang sangat diandalkannya dan yang jarang sekali dikeluarkannya jika tidak menghadapi lawan yang teramat tangguh! Itulah pukulan yang bernama "sejagat bayu".
Jangan kata manusia, batu karangpun jika dihantam pasti akan hancur jadi debu! Serangan yang dilancarkan Ki Sawer Balangnipa tak kepalang tanggung karena sehabis memukul itu tubuhnya melesat ke depan dan menyusul serangan pertama tadi dengan serangan ular kering di tangan kanannya yang menderu ke arah batok kepala Pendekar 212 Wiro Sableng!
Pukulan "sejagat bayu" membuat tubuh Wiro Sableng tak dapat melayang turun menjejak tanah Betapapun dia mengerahkan tenaga dalamnya serta memukul ke muka dengan ilmu pukulan "dinding angin berhembus tindih menindih"
tetap saja tubuhnya tersapu sampai delapan tombak! Jika dia tak cepat membuang diri ke samping dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi, pastilah dia akan menghantarn pohon besar di belakang sana! Pukulan sejagat baju melanda pohon besar itu dan pohon-pohon serta semak belukar di sekitarnya, membuat semuanya itu tumbang dan tersapu sampai sepuluh tombak lebih dengan mengeluarkan suara berisik luar biasa. Air danau yang turut terserempet pukulan tersebut muncrat setinggi dua tombak!
Setelah jungkir balik dua kali berturut-turut Wiro Sableng berhasil mencapai tanah dengan kedua kaki lebih dahulu. Nafasnya sesak, tulang-tulang di sekujur tubuhnya serasa tanggal sedang dari sela bibirnya kelihatan darah kental! Pemuda ini ternyata telah terluka di dalam! Cepat-cepat Wiro menelan butir pil merah lalu duduk tak bergerak, meramkan mata mengatur jalan nafas dan tenaga dalam serta mengalirkan hawa sejuk dari pusarnya ke dada!
Ki Sawer Balangnipa tertawa gelak-gelak sambil mendekati Wiro Sableng. "Ha! ha! Sekarang kau baru tahu kehebatan Ki Sawer Balangnipa! Nah selamat jalan ke neraka, budak hina dina!"
Ki Sawer Balangnipa mengangkat tongkat ularnya tinggi-tinggi lalu dihantamkan secepat kilat ke arah batok kepala Pendekar 212 Wiro Sableng!
"Pengecut! Beraninya menyerang lawan yang sudah tak berdaya!".
Satu bentakan menggeledek dan selarik sinar kuiing menderu menangkis ular kering di tangan Ki Saver Balangnipa. Itulah tongkat bambu kuningnya Nyoman Dwipa. Pemuda ini ketika menyaksikan bagaimana Ki Sawer Balangnipa hendak menamatkan riwayat Wiro Sableng dalam keadaan pemuda itu tak berdaya, menjadi sangat geram dan menyerbu ke muka! Namun sebelum tongkat bambu kuning di tangan Nyoman Dwipa saling beradu dengan ular kering di tangan kanan Ki Sawer Balangnipa, terdengar suara menggembor yang disusul dengan bentakan lantang.
"Siapa bilang aku tak berdaya, Nyoman!"
Dan "wuut"!
Selarik sinar putih yang amat menyilaukan serta panas berkelebat diiringi suara mengaung macam ratusan tawon mengamuk!
Dan "cras"!
Terdengar kemudian pekik setinggi langit keluar dari mulut Ki Sawer Balangnipa. Tangan kanannya sebatas pergelangan lengan buntung dan memuncratkan darah! Telapak dan jari-jari tangan yang masih memegang ular kering tadi, kelihatan mental ke udara lalu jatuh ke dalam danau, membuat air danau di tempat jatun berwarna kemerah-merahan oleh darahl Apakah yang telah terjadi?
Sewaktu Ki Sawer Balangnipa siap untuk menamatkan riwayat Wiro Sableng, sebelum Nyoman Dwipa sempat menangkis senjata Ki Sawer Balangnipa maka Wiro sableng yang duduk diam mematung itu tiba-tiba membuat gerakan cepat luar biasa, mencabut Kapak Maut Naga Geni 212 dan membabat ke depan! Maksudnya cuma hendak menabas senjata lawan tapi tak terduga serangannya itu justru membuat buntung pergelangan Ki Sawer Balangnipa! Laki-laki ini menotok jalan darah di bahu kanan hingga darah berhenti memancur!
"Pemuda keparat! Kali ini kau menang! Tapi lain ketika jangan harap kau bisa hidup jika aku muncul kembali di depan hidungmu!" Habis berkata begitu Ki Sawer Baangnipa berkelebat dan lenyap di jurusan timur danau!
Wiro Sableng masukkan Kapak Naga Geni 212 ke balik pakaiannya lalu berdiri dengan perlahan-lahan. Nyoman Dwipa memegang bahunya.
"Kau tak apa-apa, Wiro?"
"Aku terluka di dalam," jawab Wiro mengaku terus terang, "tapi tak begitu berbahaya. Manusia itu hebat sekali ilmu pukulannya!"
"Tapi kau jauh lebih hebat!" kata Nyoman Dwipa pula. Dan dalam hati pemuda Bali ini menyadari sepenuhnya kalau saja dia yang berhadapan dengan Ki Sawer Balangnipa pasti akan lebih cepat dirobohkan, bahkan mungkin akan memenuhi ajal secara mengenaskan!
"Aku kebetulan lewat di sini dan mendengar suara ribut-ribut. Ketika kuselidiki kutemui kau mencak-mencak telanjang bulat melawan puluhan ular!"
Wiro tertawa sambil garuk-garuk kepalanya yang berambut basah. Kedua orang pemuda itu lalu menuturkan riwayat masing-masing. Wiro Sableng geleng-gelengkan kepala mendengar cerita Nyoman dan berkata, "Hebat sekali riwayatmu, Nyoman. Juga menyedihkan. Manusia macam Tjokorda Gde Jantra itu memang patut dihajar Sayang aku ada urusan yang perlu diselesaikan dengan cepat Kalau tidak pasti aku akan seiring denganmu. Tapi begitu urusanku selesai aku segera akan menyusulmu, Nyoman! Ingin sekali aku melihat tampangnya itu pemuda yang bernama Tjokorda Gde Jantra!"
"Terima kasih yang kau ada perhatian terhadap urusanku, Wiro," kata Nyoman Dwipa pula.
Wiro Sableng sekali lagi mengucapkan terima kasih dan kedua sahabat baru itu saling menjura lalu berpisah.
***

Next ...
Bab 10

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245




Related Posts :

0 Response to "Pembalasan Nyoman Dwipa Bab 9"

Posting Komentar