Raja Rencong Dari Utara Bab 12

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 011
Raja Rencong Dari Utara

DUA BELAS
KEDUA MATA DIPA WARSYAH membelalak besar seperti mau melompat dari rongganya sewaktu menyaksikan bagaimana kelima bawahannya jatuh bergedebukan di lantai dalam keadaan tubuh hangus dihantam pukulan kuku api yang dilancarkan oleh Pandansuri.
"Gadis jahanam! Jaga batang lehermu!"
Tubuhnya melompat ke muka dan hampir tak kelihatan kapan dia mencabut sepasang pedangnya, tahu-tahu dua sinar putih telah menyambar pinggang dan leher Pandansuri dari kanan dan kiri!
Pandansuri terkejut melihat datangnya serangan hebat dan cepat ini. Lekas-lekas dia menyingkir ke samping lalu menyusupkan satu tendangan ke arah perut sang perwira. Permainan pedang Dipa Warsyah hebat sekali karena begitu serangannya mengenai tempat kosong, sepasang pedang itu laksana kilat menderu ke bawah membuat Pandansuri terpaksa tarik pulang kaki kanannya dan sewaktu dia melancarkan dua jotosan ganas ke dada dan ke kepala lawan, kembali’ sepasang pedang membabat ke atas menggagalkan serangannya!
Panaslah hati si gadis. Dia bersuit nyaring dan sekali tubuhnya berkelebat lenyaplah dia dalam jurusjurus serangan yang ganas! Kedua orang itu berkecamuk dalam pertempuran yang luar biasa hebatnya!
Meski sang perwira dalam hal tenaga dalam masih kalah satu tingkat dari Pandansuri namun dengan permainan sepasang pedangnya yang hebat luar biasa dia berhasil memberikan tekanan-tekanan yang berbahaya pada lawannya! Kalau saja ilmu meringankan tubuh Pandansuri belum mencapai tingkat yang lebih tinggi dari sang perwira, niscaya gadis ini sudah sejak tadi kena celaka tersambar ujung pedang!
Melihat lawan begitu tangguh dengan hati memaki Pandansuri mulai keluarkan jurus-jurus simpanannya yang terlihay. Dipa Warsyah terkesiap melihat bagaimana permainan silat si gadis berubah total dan sukar diduga sasaran yang ditujunya. Dengan serta merta perwira ini percepat permainan pedangnya hingga rumah makan itu terbenam dalam deru sepasang pedang!
"Perwira edan! Makan pukulan selaksa palu godam ini!" teriak Pandansuri. Tubuhnya berkelebat dan tahutahu tangan kanannya menyusup di bawah pedang sebelah kiri Dipa Warsyah, menderu ke atas mengarah muka sang perwira!
Meski kagetnya bukan alang kepalang, tapi perwira ini tidak kehilangan akal. Dengan sebat pedang di tangan kanannya digerakkan ke atas! Pandansuri terkejut dan tak menyangka lawannya akan bergerak sekalap dan secepat itu. Namun demikian meskipun pedang datang menyambar gadis ini tidak takut. Sedikit saja dia merubah gerakan pukulannya tadi maka lengannya telah menghantam badan pedang. Pedang itu bukan saja mental dari tangan kanan Dipa Warsyah tapi juga patah dua!
Sambil mengirimkan satu tusukan sang perwira melompat ke samping kiri dan ke luar dari kalangan pertempuran. Justru ini adalah kesalahan besar. Dengan memisah jarak sejauh itu dia memberi kesempatan pada Pandansuri untuk melepaskan pukulan kuku api yang ganas! Perwira ini berusaha mengelak sambil menangkis tapi sia-sia saja. Tubuhnya sebatas dada ke atas hangus dilanda lima larik sinar merah kekuningan yang melesat dari lima kuku jari tangan kanan Pandansuri!
"Perempuan iblis!" teriak seorang kepala prajurit yang mengurung rumah makan. Sekali dia berteriak maka dua puluh prajurit-prajurit lainnya menyerbu! Rumah makan itupun hiruk pikuklah.
Tapi hanya sebentar karena setiap kali Pandansuri berkelebat, setiap kali dia menjentikkan kelima jari tangannya maka sekelompok demi sekelompok prajuritprajurit itu rebah ke lantai tanpa nyawa dan dalam keadaan tubuh hangus! Akhirnya enam orang sisa-sisa yang masih hidup segera ambil langkah seribu!
Rumah makan itu kini penuh dengan gelimpangan mayat. Suasana yang mengerikan itu ditambah pula bergidiknya oleh beberapa orang prajurit yang masih hidup megap-megap merintih menjelang ajal sampai! Kursi dan meja centang perenang tak karuan. Piring-piring dan gelas berhamburan dimana- mana. Makanan berhamparan! Satu-satunya meja dan kursi yang tidak berpindah dari tempatnya ialah yang tadi diduduki oleh Pandansuri!
Gadis ini melangkah ke kursi, duduk di situ dan meneguk tuak harum di dalam piala perak beberapa kali. Di tengah-tengah suasana yang mengerikan itu dia meneruskan menyantap hidangannya kembali!
Pandansuri sudah menyelesaikan makannya dan tengah meneguk tuak sewaktu dari pintu terdengar suara keras menggetarkan Seantero ruangan:"Buset ! Ini rumah makan apa tempat pembantaian manusia? !..Anak gadis Raja Rencong Dari Utara terkejut dan cepat berpaling.
"Ah, dia ", kata Pandansuri. Kedua bola matanya bersinar. Dia merasa geli dan juga merasa aneh melihat sikap orang diambang pintu menyaksikan mayat yang malang melintang dalam rumah makan dengan mata membeliak, mulut ternganga dan sambil garuk-garuk kepala! Tiba-tiba orang itu berpaling kepadanya dan:"Hai kau!" seru pemuda rambut gondrong.
Dia melangkah melompati mayat-mayat yang bergelimpangan mendadak dia menghentikan langkahnya ketika salah seorang dari mayat mayat itu dikenalnya.
"Ini Dipa Warsyah, perwira pasukan Kesultanan Deli!" katanya setengah berseru dan kembali memalingkan kepala pada Pandansuri. Sambil melangkah ke meja gadis itu dia bertanya: "Apa yang terjadi di sini?"
"Siapa tanya siapa?!..
"Eh !., si pemuda tertegun. Dua alis matanya yang tebal naik ke atas lalu sekelumit senyum tersungging di mulutnya. "Tentu saja aku bertanya dengan kau saudari, kecuali kalau mayat-mayat itu masih sanggup diajak bicara!"
Pandasuri pelototkan matanya. Si pemuda juga beliakkan sepasang matanya meski senyum tadi masih belum pupus dari mulutnya.
"Berlalu dari hadapanku sebelum aku jadi muak !" bentak Pandansuri.
"Saudari, kau galak sekali! Tidak percuma kau jadi anaknya Raja Rencong Dari Utara?!… Pandansuri terkejut.
"Dari mana kau tahu aku anak Raja Rencong?!"
"Ah kehebatan ayahmu dan kehebatanmu disampaikan orang dari mulut ke rnuiut. Dihembuskan angin ke pelbagai penjuru …
Pemuda itu kemudian menyeret sebuah kursi yang terbalik lalu duduk di hadapan Pandansuri dengan sikap seenaknya.
"Pemuda lancang! Kalau kau sudah tahu siapa aku mengapa tidak lekas angkat kaki dari rumah makan ini?!" Si pemuda tertawa pelahan.
"Kau tak punya hak mengusirkul Rumah makan ini bukan milikmu!" Si gadis mendengus.
"Ka|au begitu berarti akan bertambah satu mayat lagi di tempat ini!"
Si pemuda yang bukan lain Wiro Sableng si Pendekar 212 adanya tertawa perlahan.
"Jadi kau rupanya yang telah membunuhi semua manusia ini!", Wiro gelengkan kepala dan leletkan lidah. "Dan aku yakin mereka bukan manusia- manusia berdosa ! Sekalipun punya salah tapi sangat tak berperikemanusiaan menjagal mereka seperti ini !".
"Punya dosa atau tidak, salah atau tidak itu bukan urusanmu ! Lekas menyingkir dari hadapanku!"
bentak Pandansuri. "Kecuali kalau mau segera mampus!".
Kembali Pendekar 212 tertawa. Dia memandang ke luar lewat pintu rumah makan lalu berkata:"Seekor binatang jika dilepaskan dari bahaya besar, mungkin masih bisa menyatakan terima kasih! Tapi seorang manusia malah sebaliknya!"
"Keparat ! Kalau tidak mengingat pertolonganmu tadi siang-siang aku sudah bunuh kau!", bentak Pandansuri. "Soal pertolongan yang tak seberapa itu jangan diungkap-ungkap! Lagi pula siapa yang engkauminta tolong padamu sewaktu aku bertempur melawan empat manusia hina dina itu?!"
"Aku sama sekali bukan bermaksud mengungkap-ungkap pertolongan kecil itu" sahut Wiro,"tapi cuma sekedar membandingkan seorang manusia dengan seekor binatang., !".
Ejekan ini membuat Pandansuri menjadi marah sekali.
"Keparat! Kau betul-betul mau mampus cepat-Cepat !". Pandansuri mengangkat tangan kanannya.
Lima jadi tangannya siap dijentikkan ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng. Yang hendak diserang sebaliknya tenang-tenang saja malah tersenyumsenyum.
Ketenangan ini membuat Pandansuri menjadi ragu.
"Eh, kenapa maksudmu tidak diteruskan?
Bukankah kau mau membunuh aku?!" kata Wiro ketika dilihatnya Pandansuri berada dalam kebimbangan.
"Setan alas!" maki Pandansuri geram. Sekali tangan kirinya digerakkan maka meja makan yang dihadapannya melesat ke arah Wiro Sableng. Piring mangkuk dan gelas menyambar lebih dahulu!
"Benar-benar manusia yang tak tahu budi orang!" damprat Wiro Sableng. Laksana panah lepas dari busurnya tubuhnya mencelat ke atas. Piring mangkuk dan gelas lewat di sampingnya. Begitu meja makan menyusul datang, tanpa tedeng aling-aling Wiro Sableng tendangkan kaki kanannya. Meja itu hancur berantakan. Pecahan-pecahan papan dan kakikaki meja yang keseluruhannya berjumlah delapan belas keping langsung menyerang ke tubuh Pandansuri!
Dengan cekatan gadis ini melompat ke atas seraya memukulkan tangan kiri ke muka. Kepingankepingan meja yang menyerangnya berpelantingan kian ke mari. Wiro kemudian susulkan dengan satu jotosan ke arah perut si gadis. Dengan gerakan gesit Pandansuri berhasil mengelakkan malah di lain kejap dia berhasil menyambar patahan kaki meja dan menyerang Wiro Sableng dengan benda itu.
“..wutttt"
Wiro membuang diri ke samping kanan. Terlambat sedikit saja pasti pipinya kena disambar ujung kaki meja itu! Melihat serangan untuk kesekian kali luput lagi maka Pandansuri berkelebat cepat dan serangan dahsyatpun bertubi-tubi melanda Pendekar 212 wiro Sableng!
Diam-diam Wiro Sableng memuji kehebatan ilmu sifat dan kegesitan Pandansuri. Sebelum dirinya kena didesak, Wiro segera berkelebat cepat untuk mengimbangi kegesitan lawart. Lima jurus pertempuran berkecamuk dengan hebat Kaki meja di tangan Pandansuri merupakan senjata yang ampuh, menderu kian ke mari laksana belasan buah banyaknya dan menyerang dalam gerakan-gerakan yang sukar diduga. Penasaran sekali, wiro Sableng keluarkan sebuah jurus silat tangan kosong yang dipelajarinya dari Tua Gila (Mengenai siapa adanya Tua Gila harap baca serial Wiro Sableng yang berjudul: Banjir Darah di Tambun Tulang). Jurus ini bernama: "ular gila membelit pohon menarik gendewa"!

Jurus ini sepenuhnya mempergunakan kecepatan gerakan tangan. Bagi Pandansuri yang tak bisa melihat kecepatan tangan lawannya, dan hanya melihat tubuh lawan berada dalam keadaan tak terlindung segera hantamkan kaki meja di tangan kanannya secepat kilat ke arah dada Wiro Sablengi
"Wuutt!"
Kaki kursi itu menderu dan diantara dahsyatnya deru tersebut Pandansuri mendengar suara tertawa lawan yang menjengkelkan hatinya. Tenaga dalamnya dilipat gandakan hingga dalam satu kejapan mata lagi akan hancur remuklah dada Pendekar 212 dilanda kaki meja!
Namun betapa terkejutnya Pandansuri sewaktu merasakan gerakan tangan kanannya itu tertahan oleh satu kekuatan yang tak kelihatan, dan tahutahu kaki meja terlepas dari genggamannya!.
Bila dia menyurut mundur dan memandang ke depan dilihatnya Wiro Sableng berdiri tertawatawa sambil membolang balingkan kaki meja itu!
"Saudari, kurasa cukup sudah kita main-main.
Sekarang kau dengarlah baik-baik! Sewaktu melihat kau bertempur melawan empat orang tokoh silat itu dan berada dalam keadaan terdesak aku telah membantumu! Tapi setelah kau lolos dan tahu siapa kau adanya, nyatalah bahwa aku telah membuat kesalahan besar! Aku berjanji pada keempat orang itu untuk menangkap dan menyerahkanmu kepada mereka.
Nah bagaimana tanggapanmu! Menyerah baikbaik atau terpaksa kita musti main-main lagi barang beberapa jurus?!"
"Menyerah diri pada manusia macammu lebih baik bunuh diri!".
"Ah jangan! Jangan bunuh diri!" tukas Wiro sambil senyum-senyum. "Kalau kau bunuh diri kekasihmu tentu akan sedih dan menangis, lalu mengamuk macam orang gila! Aku kawatir manusiamanusia tak berdosa akan jadi korban amukannya!"
"Pemuda sombong kurang ajar! Aku mengadu jiwa sampai seribu jurus!" teriak Pandansuri Didahului oleh satu pekikan yang dahsyat maka gadis ini menyerang hebat sekali. Gerakannya jauh berbeda dari jurus-jurus serangan sebelumnya.
Sebelum serangan itu sampai anginnya sudah menyambar keras!
Wiro tetap berdiri di tempatnya sambil bolang balingkan kaki meja di tangan kanannya. Dia terkejut sewaktu merasakan angin serangan yang tajam menyelusup ke arah barisan tulang-tulang iga di sisi kanannya! Wiro Sableng sabatkan kaki meja dengan sigap.
"Buuk"!
Wiro Sableng mengeluh! Kaki meja terlepas dari tangan kanan sedang tubuhnya terjajar ke belakang sampai tiga langkah! Ketika memandang kelengannya sebelah kanan lengan itu kelihatan bengkak dan merah.
Ternyata tumit kiri Pandansuri telah berhasil menghantam lengan itu!
"Itu baru lenganmu! Sebentar lagi kepalamu yang bakal pecah!" Wiro keluarkan suara bersiul.
"Rupanya kau memang tak boleh dibuat main!
Baik, kau mulailah!" kata Pendekar 212 Wiro Sableng dan memasang kuda-kuda untuk menyerang.
Namun sebelum dia bergerak tubuh si gadis sudah berkelebat dan lenyap! Angin serangan yang dahsyat menelikung sekujur tubuh Wiro. Untuk mengimbangi gerakan lawan mau tak mau pemuda ini kerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan sesaat kemudian tubuhnya itu hanya merupakan bayang-bayang putih saja!
Diam-diam Wiro Sableng merasa kagum juga dengan permainan silat Pandansuri. Saat itu mereka sudah bertempur sepuluh jurus lebih. Meski Pandansuri tak berhasil menjatuhkan serangan kepadanya namun dia sendiri dipaksa untuk bertahan terus-terusan, sama sekali tak punya kesempatan untuk balas menyerang! Ini membuat Wiro Sableng menjadi penasaran. Beberapa kali totokannya tak mengenai sasarannya. Kalau saja dia tidak bermaksud untuk meringkus gadis itu hidup-hidup, itu lain perkara, dia bisa turun tangan dengan ganas!
Dalam telikungan serangan yang dahsyat itu mendadak Wiro Sableng menyaksikan berkelebatnya sinar merah kekuningan! Melihat lawan menyerang dengan ilmu pukulan sakti yang berarti menginginkan jiwanya maka Wiro Sableng tentu saja tak mau tinggal diam lagi. Tenaga dalamnya yang sejak tadi sudah disiapkan secepat kilat dialirkan ke tangan kanannya. Sesaat kemudian tangan itupun didorongkan ke depan. Gerakan Wiro Sableng ini sekaligus merupakan campuran dari pukulan "benteng topan melanda samudera" dan "tameng sakti menerpa hujan".
Terdengar suara letusan yang dahsyat. Langit-langit rumah makan hancur hangus berantakan. Tubuh Pandansuri mencelat sepuluh langkah, terbanting ke dinding! Wiro sableng sendiri terhuyung gontai.
Kejutannya bukan olah-olah sewaktu menyaksikan bagaimana ujung lengan bajunya mengepul hangus terasa panas dan perih! Buru-buru pemuda ini merobek ujung lengan baju itu. Ketika dia memandang ke jurusan dinding dimana tubuh Pandansuri tadi terbanding keras, astaga! Gadis itu sudah lenyap!
Wiro melompat ke pintu depan! Kasip sudah! Si gadis tak kelihatan lagi! Wiro memaki dalam hati. Segera pula dia meninggalkan rumah makan itu.
***


Next ...
Bab 13

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245




Related Posts :

0 Response to "Raja Rencong Dari Utara Bab 12"

Posting Komentar