Raja Rencong Dari Utara Bab 11

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 011
Raja Rencong Dari Utara

SEBELAS
KEDAI NASI ITU ADALAH KEDAI NASI yang paling besar di seluruh daerah selatan.
Sebenarnya kurang pantas kalau disebut kedai nasi; lebih tepat agaknya jika dikatakan rumah makan. Karena di samping besar, juga rumah makan itu terkenal kemana-mana. Pemiliknya seorang laki-laki berbadan gemuk pendek persis macam babi buntak. Kata setengah orang konon kabarnya pemilik kedai yang bernama Dang Lariku itu ada memasukkan sejenis bumbu ke dalam masakannya hingga apa saja yang dijualnya di rumah makan itu terasa enak sekali. Bumbu apa yang dimaksudkan Dang Lariku itu tak seorangpun yang mengetahuinya.
Tentu saja Dang Lariku sendiri merahasiakannya agar tidak ditiru oleh lain orang.
Saat itu hari sudah petang, matahari hampir tenggelam. Sore berebut dengan senja. Keadaan di rumah makan Dang Lariku agak sepi. Hanya ada satu dua orang yang duduk bercengkrama sambil menikmati kopi pahit.
Dang Lariku baru saja menyalakan sebuah lampu besar di ruangan tengah rumah makan sewaktu didengarnya suara derap kaki kuda yang kemudian berhenti tepat di hadapan rumah makannya.
Dang lariku merasa gembira. Karena suara derap kaki kuda yang berhenti di depan rumah makannya Itu berarti datangnya seorang tamu dan berarti uang dalam kasnya akan bertambah pula Dia memandang ke pintu dan tersenyum hendak Menyambut tamunya! Namun begitu sang tamu masuk maka berubahlah paras Dang Lariku dari jembira menjadi pucat seperti kertas! Tamu yang engkaumasuk seorang perempuan berpakaian ungu.
Parasnya tak bisa dilihat karena tertutup dengan kerudung biru! gerakannya melangkah menggetarkan lantai rumah makan! Beberapa orang yang tengah asyik mengisi perutnya dalam rumah makan segera berdiri dan dengan ketaKutan cepat-cepat angkat kaki lewat pintu belakang!
Siapakah sesungguhnya tamu yang datang ini?
Tentu pembaca sudah dapat menduga. Dia bukan lain Pandansuri, anak Raja Rencong Dari Utara.
Dan siapakah di daerah selatan yang tidak kenal dengan gadis itu?! Pandansuri sudah terkenal kekejamannya!
Menghajar seseorang yang terlalu berani memandang kepadanya sampai setengah mati bukan apa-apa bagi gadis itu! Membunuh orang-orang yang berlaku kurang ajar sudah menjadi kebiasaannya!
Bahkan belakangan ini dia laksana seekor harimau lapar yang sengaja mencari mangsanya!
Meski hatinya kecut berdebar dan parasnya sepucat kertas namun dengan semanis dan seramah mungkin Dang Lariku menyabut tamunya, mempersilahkan duduk lalu berteriak pada pelayan agar segera menyediakan hidangan yang paling lezat serta tuak yang paling harum! Sementara itu Pandansuri duduk di sudut rumah makan, memandang berkeliling dan tersenyum kecil sewaktu menyaksikan bagaimana rumah makan itu menjadi sunyi akibat kedatangannya! Tak lama kemudian Dang Lariku sendiri yang muncul membawakan hidangan dan minuman ke meja Pandansuri. Seorang pelayan membawakan sepiring besar buah-buahan.
"Sungguh satu kehormatan besar lagi bagiku karena puteri Raja Rencong Dari Utara kembali berkenan mampir di rumah makanku yang buruk ini ", kata Dang Lariku pula.
Pandansuri tak menjawab. Diputarnya kerudung mukanya sedikit hingga mulutnya bisa menyantap hidangan dengan leluasa. Gadis ini baru menghabiskan setengah bagian dari hidangannya sewaktu sebuah kereta berhenti dan tak lama kemudian dua orang pemuda memasuki rumah makan. Melihat kepada pakaiannya yang serba bagus dapat diduga bahwa kedua pemuda ini adalah anak bangsawan.
Sedang melihat kepada paras masing-masing jelas mereka bersaudara, adik dan kakak.
Karena dalam rumah makan itu hanya Pandan suri yang ada maka dengan sendirinya gadis ini menjadi perhatian kedua pemuda. Sambil mencari tempat duduk, mereka tiada berhenti memandang Pandansuri.
"Aneh", kata pemuda yang seorang. Namanya djebat Seloka. "Baru kali ini kulihat ada orang berkerudung begini. Bahkan tengah makanpun dia tak mau membuka kain penutup wajahnya itu ".
"Bukan aneh ‘, menyahuti pemuda yang seorang Namanya Gandra Seloka dan dia adalah adik Djebat Seloka. "Bukan aneh", mengulang lagi Gandra Seloka,"tapi lucu!". Kedua pemuda itu tertawa-tawa.
Dang Lariku yang sudah berada di dekat meja kedua bangsawan menjadi cemas sekali! Siapa yang berani mengganggu apalagi menghina pasti akan dihajar babak belur bahkan tidak jarang dibunuh Oleh Pandansuri. tapi agaknya si gadis kali ini tidak mengambil perduli. Mungkin juga tidak mendengar ucapan-ucapan kedua orang itu karena dia terus taja menyantap makanannya.
"Mungkin juga dia bangsa perampok", berkata lagi Djebat Seloka. kawannya tertawa. "Kurasa kurang tepat!" dia menyahuti. "Kalau perampok seperti ini tentu semua orang akan mau menyerahkan barang-barangnya, bahkan dirinya sekaligus!".
Kembali kedua pemuda bangsawan itu tertawa gelak-gelak Tawa mereka masih belum berakhir tibatiba gadis berkerudung menggebrak meja dan tahutahu dua buah piring melesat ke arah kepala Gandra dan Djebat Seloka!
Kedua pemuda ini kaget bukan main! Dengan cepat mereka melesat dari kursi masing-masing!
dua buah piring menghantam dinding rumah makan hingga pecah berantakan sedang isinya berhamburan di lantai! Dang Lariku meramkan mata melihat hancurnya kedua piring itu. Dan dia tahu bahwa sebentar lagi bukan hanya kedua buah piring itu saja yang menjadi kerugian baginya!
"Bagus! Kalian tikus-tikus busuk rupanya punya ilmu juga huh?!" bentak Pandansuri. Dia sudah berdiri di depan meja dengan kedua tangan di pinggang sedang matanya menyorot penuh amarah!
"Saudari kau galak sekali!" kata Gandra Seloka dan kembali dia mulai cengar cengir. Saudaranya menimpali.
"Bukalah kerudungmu itu agar kami bisa melihat, betapa cantiknya paras mu kalau sedang marah!".
"Keparat! Kalian minta mampus!" bentak Pandansuri. Kursi di depannya ditendang hingga hancur berantakan dan hancuran kursi itu melesat ke arah dua bersaudara Seloka. Tapi lagi-lagi keduanya bisa mengelak! Ini membuat Pandansuri semakin meluap amarahnya.
"Anjing anjing bermuka manusia! Kalian tahu dengan siapa berhadapan? Aku Pandansuri anak Raja Rencong Dari Utara!"
Kini rasa terkejut kedua pemuda itu bukan rasa terkejut main-main lagi. Lutut mereka menggigil sedang mata mereka membeliak, mulut menganga.
Meski mereka menguasai ilmu silat yang dapat diandalkan, tapi berhadapan dengan anak Raja Rencong Dari Utara benar-benar mereka tidak punya nyali, bukan tandingan mereka!.
"Celaka kakak", bisik Djebat Seloka, "baiknya kita segera saja angkat kaki dari sini!"
Gandra Seloka menganggukkan kepala. Lalu . kedua pemuda ini cepat melompat ke pintu.
"Bedebah, mau kabur kemana?!" teriak Pandansuri.
Tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu dia sudah menghadang di ambang pintu! Kedua pemuda laksana kain kafan pucat paras mereka. Djebat seloka bicara tergagau-gagau:
"Saudari ha… harap kau mau mememaafkan.
Ka… kami tidak mengira kalau kau.. .. adalah anaknya Raja Rencong . .. !".
Di balik kerudungnya Pandansuri mendengus.
Dia melompat ke muka. Kedua tangan terpentang lebar dan tahu-tahu kedua pemuda bangsawan itu merasakan rambut mereka diiambak lalu: praak!
Kedua kepala pemuda bersaudara itu diadu satu sama lain oleh Pandansuri, hingga mengeluarkan suara keras! Batok kepala Djebat dan Gandra Seloka pecah. Darah dan otak bermuncratan.
"Itu hadiah yang paling bagus buat kalian" Kata Pandansuri seraya melepaskan jambakannya.
Tubuh Djebat dan Gandra Seloka melingkar di Lantai.
Dang Lariku si pemilik rumah makan ketika menyaksikan bagaimana kepala kedua pemuda itu pecah lantas saja roboh pingsan! Para pelayan tak ada seorangpun yang berani menjengukkan muka!
Seperti tak ada kejadian apa-apa Pandansuri kembali ke mejanya lalu berteriak memanggil pelayan.
Pelayan datang dengan tubuh menggigil mukapucat.
"Hidangkan makanan baru buatku!" kata Pandansuri.
"Ba …. baik yang mulya kata pelayan.
Sesaat kemudian Pandansuri sudah duduk pula menyantap hidangannya.
Belum lagi waktu berjalan sampai lima menit tiba-tiba di luar terdengar derap kaki kuda banyak sekali dan suara seseorang memberi aba-aba berhenti.
Pandansuri tidak mengambil perduli suara berisik di luar rumah makan. Juga tidak menoleh ketika seorang laki-laki bertubuh tinggi besar, berkumis melintang serta membawa sepasang pedang di pinggang, diiringi oleh lima orang yang juga rata-rata berbadan tegap memasuki rumah makan!
"Hai!"
Keenam orang itu sama-sama mengeluarkan seruan dan menghentikan langkah diambang pintu sewaktu mata mereka membentur dua sosok tubuh yang menggeletak di lantai rumah makan dengan kepala-kepala pecah!
"Apa yang terjadi di sini?!" ujar laki-laki paling depan lalu dia memandang seputar ruangan dan sewaktu matanya melihat Pandansuri yang duduk di sudut kanan enak-enak menyantap hidangan kembali laki-laki ini berseru terkejut: "Hai! Dia adalah anaknya Raja Rancong! Musuh besar yang kita cari-cari! Kurung seluruh rumah makan ini!". Kelima orang di samping laki-laki itu segera memencar dan memberikan perintah beruntun hingga dalam sekejap saja seluruh rumah makan itu telah dikurung lebih oleh dua puluh orang.
Siapakah laki-laki berkumis melintang serta pengiring-pengiringnya itu? Dia adalah Dipa Warsyah seorang perwira tinggi balatentara Kesultanan Deli, yang tengah menjalankan tugas Sultan Deli yaitu mencari dan menangkap Raja Rencong Dari Utara baik hidup atau mati! Karena Raja Rencong sudah dikenal kehebatan dan kesaktiannya, meskipun Dipa Warsyah bukan seorang yang berkepandaian rendah namun perwira ini tidak mau ambil risiko.
Dalam menjalankan tugas Sultan itu maka Dipawarsyah membawa serta lima orang tangan kanannya dan dua puluh orang prajurit-prajurit yang terlatih baik!
Mendengar seruan Dipa Warsyah tadi, Pandansuri berpaling sebentar lalu meneruskan makannya dengan sikap yang kelihatannya tetap acuh tak acuh, tapi diam-diam gadis ini mempertinggi kewaspadaannya karena dia tahu siapa adanya orang-orang itu!
Melihat sikap ei gadis demikian rupa, sang perwira merasa dongkol dan dianggap sepele.
"Anak Raja Rencong! Kau berhadapan dengan perwira Kesultanan Deli…!".
Sebelum Dipa Warsyah meneruskan bicaranya, Pandansuri sudah berpaling dan memotong: "Apa urusanmu, perwira? Apa mau mengemis ketika orang sedang makan? Hanya pengemis-pengemislah yang suka mengusik orang makan!"
Merahlah paras Dipa Warsyah.
Dia berpaling pada kelima bawahannya yang berkepandaian tinggi dan memerintah: "Atas nama Sultan Deli tangkap gadis itu!".
Kelima orang yang diperintah segera bergerak.
"Tunggu dulu!" seru Pandansuri dengan suara keras dan sambil mencampakkan tulang ayam yang di tangan kanannya ke lantai papan hingga tulang ayam itu menancap di lantai!.
"Atas alasan apa Sultan kalian menyuruh tangkap aku?!" bentak Pandansuri lantang.
Dipa Warsyah menjawab: "Sebenarnya ayahmu yang kami cari! Tapi menangkap anaknyapun cukup berharga!".
"Pandansuri tertawa gelak-gelak. Suara tertawa itu merdu sekali namun kemerduan itu dibayangi oleh sesuatu yang mengerikan. Dia memandang pada kelima bawahan Dipa Warsyah. "Kalian mau menangkap aku? Majulah!".
Mengandalkan jumlah yang banyak serta kepandaian mereka yang tinggi maka tanpa cabut senjata kelima anak buah Dipa Warsyah melompat ke muka. Lima pukulan dan lima totokan menderu bersirebut cepat! Sekejap kemudian mengumandanglah lima pekikan di dalam rumah makan itu!
***


Next ...
Bab 12

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245




Related Posts :

0 Response to "Raja Rencong Dari Utara Bab 11"

Posting Komentar