Raja Rencong Dari Utara Bab 6

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 011
Raja Rencong Dari Utara

ENAM
MENDENGAR SUARA BENTAKAN ITU dan merasa totokan pada punggungnya lepas Pandansuri menjadi lega. Sebaliknya ketiga Kyai terkejut bukan main! Mereka adalah orang orang cabang atas dalam ilmu silat, tapi sekali terpa saja ketiganya telah "dilemparkan" keluar sejauh lima langkah dari kalangan pertempuran! Mereka sama palingkan kepala dengan cepat!
Seorang laki laki berbadan tinggi tegap berdiri bertolak pinggang dibawah atap bangunan tua! Pakaiannya dan juga destarnya yang tinggi berwarna ungu.
Tampangnya yang angker itu dihias dengan kumis hitam melintang. Bajunya yang sengaja tidak dikancingkan memperlihatkan dada yang penuh otot dan berbulu!
"Apakah kami berhadapan dengan Raja Rencong dari Utara?!" tanya Kyai Suhudilah.
Pelipis laki laki itu menggembung. "Sialan! Ditanya malah menanya! Jawab! Apa kalian tidak malu mengeroyok seorang perempuan?!"
"Malu atau tidak malu bukan itu soalnya", jawab Kyai Suhudilah. "Kami datang mencari Raja Rencong! Dan anak gadisnya hendak membunuh kami bertiga! Apakah salah kalau kami tak bisa berpangku tangan ?!"
Laki laki berkumis melintang tertawa sambil usap usap dadanya yang berbulu.
"Baru menghadapi anaknya kalian sudah kewalahan!
Bagaimana kalian punya nyali untuk datang kemari dan mencariku ?!"
"Ayah! Perlu apa bicara panjang lebar dengan Tua bungka ini! Dia telah menghina kita! Biar kau engkausaksikan bagaimana daku memberi pelajaran caranya mati pada mereka!". Pandansuri lantas cabut sebilah rencong perak dari balik pakaiannya. Senjata ini berkilauan ditimpa sinar matahari dan adalah sebuah senjata mustika. Tanpa berbaling pada anaknya Raja Rencong berkata : "Pandan, kau masuklah! Siapkan Arena Topan Utara!".
Meskipun hatinya penasaran sekali diperintah demikian, dengan banting banting kaki Pandansuri akhirnya masuk kedalam bangunan tua yang berbentuk seperti bangunan tempat kediaman hantu itu!
"Raja Rencong Dari Utara!" kata Kyai Suhudilah.
"Banyak hal pertanggungan jawab yang hendak kuminta padamu !".
"Begitu?! Silahkan masuk ketempatku! Kita bicara di Arena Topan Utara!".
"Cukup disini saja", sahut Kyai Suhudilah.
Raja Rencong menyeringai. "Walau bagaimanapun aku masih punya peradatan dalam menerima kunjungan tamu! Sekalipun tamu tamu itu datang sengaja untuk mencari mampus!". Habis berkata begitu Raja Rencong memutar tubuh dan masuk kedalam bangunan tua. Mau tak mau ketiga Kyai terpaksa mengikuti dari belakang!
Bangunan itu ternyata panjang sekali. Ketiga Kyai melangkah dibelakang Raja Rencong terpisah sejauh sepuluh langkah. Mereka senantiasa berlaku waspada karena kalau bangunan tua itu betul betul menjadi sarang Raja Rencong Dari Utara bukan mustahil dilengkapi dengan segala macam alat rahasia yang berbahaya.
Dan bukan tidak mustahil pula Raja Rencong tengah hendak menjebak mereka bertiga!
"kawan kawan, bagaimana kalau kita serang dan ringkus dia hidup hidup selagi membelakangi kita ini?!" bisik Kyai Selawah. Kyai Suhudilah merenung sejenak lalu menggeleng pelahan. "Itu tindakan pengecut", katanya.
"Kalau kita menang tak akan terpuji, kalah malah memalukan!"
"Tapi terhadap manusia biang malapetaka macam yang satu ini kurasa tak perlu memakai segala macam ukuran baik dan buruk lagi!", bisik Kyai Tanjung Laboh.
"Walau bagaimanapun kita tak bisa bertindak begitu", menyahut Kyai Suhudilah.
Ketiganya melangkah terus mengikuti Raja Rencong.
Mereka menuruni sebuah tangga batu. Tangga Itu sebenarnya terbuat dari batu mar-mar yang putih bersih. Tapi karena tak pernah dirawat dan dibersihkan tangga itu telah menjadi hitam diselimuti lapisan debu setinggi beberapa mili! Raja Rencong menuruni anak tangga dengan sikap acuh tak acuh. Ketika Kyai Suhudilah dan kawan kawan memandang kebawah, pada lapisan debu yang menutupi anak anak tangga tak kelihatan sedikit jejakpun! Sebaliknya ketika mereka memandang kebelakang, keanak-anak tangga yang tadi mereka lewati kentaralah jejak jejak kaki mereka, meskipun tidak membayang jelas! Dan ketiga Kyai ini sama sama menggigit bibir.
"Kuatkan hati kalian!" bisik Kyai Suhudilah memberi semangat. "Betapapun kejahatan itu tak bisa bertahan lama! Kalaupun kita harus pasrahkan jiwa ditempat ini, kita mati dalam berjuang! Mati syahid!"
Di bagian bawah bangunan tua itu terdapat sebuah ruang batu yang amat luas yang kira-kira dapat menampung lima ratus orang di keempat tepinya.
Ruangan batu ini berbeda sekali dengan seluruh keadaan bangunan yang telah dilihat oleh ketiga Kiai. Keadaannya luar biasa bersihnya hingga bayangan-bayangan tubuh orang yang berada di ruangan itu akan kelihatan samarsamar
di lantai dan dinding serta atap. Ruangan itu berbentuk empat persegi. Di bagian tengahnya terdapat pelataran yang agak tinggi, berbentuk lingkaran. Inilah Arena Topan. Utara!
Di tengah Arena terdapat sebuah meja kayu jati yang indah berukir-ukir dikelilingi empat buah kursi. Satu dari keempat kursi ini lebih bagus dan besar dari tiga lainnya.
Di atas meja terdapat empat buah piala perak. Raja Rencong naik ke atas Arena dan duduk di kursi besar, memandang pada ketiga tamunya dan berkata :"Silahkan mengambil tempat duduk !"
Ketiga Kiai duduk di masing-masing kursi.
Kewaspadaan mereka semakin dipertebal. Tak seorang lainpun yang kelihatan.
"Sebelum kita bicara silahkan minum arak dalam piala!" Raja Rencong lalu mendahului meneguk arak dalam piala di hadapanny.a. Ketika dia meletakkan piala yang kosong itu di atas meja kembali matanya membeliak: ."Kenapa kalian tidak mau minum?".
"Terima kasih! Agama kami tidak memperkenankan meneguk minuman keras macam begini", sahut Kiai Suhudilah.
"Agamamu-agamamu! Di sini kalian harus mengikuti aturanku dan menghormati diriku! Lekas minum!".
"Terima kasih. Lebih baik ".
"Apakah kau kira aku hendak meracuni kalian?!" sentak Raja Rencong mulai beringasan.
"Kami datang ke sini bukan untuk minum-minum" membuka mulut Kiai Tanjung Laboh.
"Tapi untuk bicara! Untuk meminta pertanggungan jawabmu .. Raja Rencong menyeringai. Lalu matanya yang garang menyapu paras ketiga Kiai di hadapannya.
Dan dari mulutnya mendesis suara pertanyaan :"Bicara hal apa dan pertanggungan jawab apa?!" "Kurasa kau sudah cukup maklumi" jawab Kiai Suhudilah. "Tapi aku tak keberatan untuk mengatakannya blak-blakan padamu. Selama belasan tahun daerah utara ini aman tenteram! Namun sejak kau muncul maka di mana-mana timbul malapetaka, dlmana-mana timbul keonaran! Kalau cuma malapetaka dan keonaran biasa itu bukan apa-apa tapi kau juga
sekaligus mempunyai cita-cita untuk mendirikan sebuah Partai yang bertujuan jahat sematamata!" Sampai di situ Raja Rencong menukas.
"Apakah menjadi hak orang lain untuk tidak tenang dengan cita-cita seseorang ?!"
"Memang bukan hak orang lain! Tapi kalau cita-cita itu hendak dicapai dengan mengorbankan nyawa manusia yang tak mau tunduk dan ikut dalam Partaimu, dengan jalan membunuh puluhan manusia tanpa kemanusiaan, maka itu adalah hak setiap Orang untuk turun tangani Di samping itu aku pribadi Ingin meminta pertanggungan jawabmu atas kematian Wakil serta duapuluh orang penghuni Pesantren Suhudilah!"
Raja Rencong Dari Utara memuntir-muntir kumis kumisnya. Dalam pada itu Kiai Tanjung Laboh berkata pula: "Aku dan Kiai Selawah merasa mempunyai tanggung jawab untuk mengamankan dan menenteramkan daerah utara yang telah dilanda malapetaka besar itu! Karena itulah kami berdua datang menyertai Kiai Suhudilah !".
"Jika begitu katakan saja cara bagaimana kalian bertiga hendak turun tangan terhadap Raja Rencong Dari Utara!", kata Raja Rencong.
"Atas apa yang kau telah buat didunia luar dan di Pesantrenku, aku dan kawan kawan berhak memisahkan batang lehermu dengan badan! Namun sebagai orang beragama kami masih mau memberikan ampunan dengan jalan hanya memotong kedua tanganmu sebatas siku !"’
Raja Rencong Dari Utara kerenyitkan kening, mendelikkan mata lalu tertawa gelak gelak hingga keempat dinding ruangan itu bergetar! Tangan kirinya mengusap-usap dadanya yang berbulu. Kyai Suhudilah keluarkan sebatang golok besar yang tajam luar biasa.
Sehelai rambut yang dimelintangkan diatas mata golok lalu ditiup pelahan pasti akan putus!
"Terima kasih..terima kasih! Sungguh kalian bertiga manusia manusia agama yang baik budi dan punya pertimbangan yang adil!" kata Raja Rencong.
Lalu sambungnya : "Karena kalian bertiga mau mengampuni jiwaku, maka akupun rela pula untuk tidak mencabut nyawa kalian meskipun aku mempunyai aturan bahwa siapa yang berani datang kepulau ini pasti akan kubunuh! Karenanya kalian bertiga lekas lekas saja bunuh diri! Bagaimana cara terserah masing masing kalian! Tentang jenazah kalian tak perlu dikhawatirkan!
Danau yang mengitari pulau ini cukup layak menjadi kubur kalian!"
"Raja Rencong", ujar. Kyai Suhudilah. "Kejahatanmu akan kami balas dengan keadilan! Itu sudah lebih dari layak! apakah kau masih hendak berkeras kepala mengikuti kesesatannya setan?!"
Raja Rencong Dari Utara berdiri dari kursinya sambil tertawa sedingin es.
"Diberi kesempatan untuk bunuh diri, kalian tidak mau melakukan! Terpaksa tanganku yang bertindak.
Perlahan lahan Raja Rencong angkat tangan kanannya. Lima jari yang dikembang kukunya kelihatan berubah merah kekuningan!
"Wuut!"
Lima larik sinar merah kekuningan yang panasnya bukan olah-olah menggempur ke arah tiga Kiai.
Baiknya para Kiai ini sudah bersiap sedia sehingga begitu serangan ilmu kuku api dilancarkan maka ketiganya sudah melewat dari kursi masing-masing!
Yang menjadi korban ialah tiga kursi bekas tempat mereka duduk. Ketiga kursi itu serta merta menjadi hitam hangus mengebul!
Meski hati tergetar hebat melihat kehebatan kesaktian lawan namun ketiga Kiai sudah bertekad bulat untuk berkorban jiwa demi kemusnahan manusia biang malapetaka! Serentak turun ketiganya Ialah mencabut senjata dan menyerang dengan hebat!
Kiai Suhudilah menyerang dengan sebuah tasbih Kumala Hijau, sedang tangan kiri memutar golok Datar yang tadi hendak dipakai untuk memotong kedua lengan Raja Recong. Kiai Selawah menggempur dengan sebilah pedang biru sedang Kiai yang ketiga yakni Kiai Tandjung Laboh menghantam dengan sebuah kebutan yang berbentuk seperti sapu kecil Raja Rencong Dari Utara berdiri di tempatnya dengan sikap acuh tak acuh meski topan serangan melandanya. Yang hebat ialah jangankan tubuhnya, rambut atau pakaiannyapun tidak berkibar dilanda angin serangan para Kiai! Sesaat tiga ujung senjata akan ‘.’mencium" dirinya, Raja Rencong Dari Utara gerakan tangan kanannya! Pedang, Tasbih Kumala Hijau dan Kebutan Sakti terpental kembali laksana menghantam benda karet yang atos!
Berobahlan paras ketiga Kiai! Raja Rencong Dari Utara tertawa mengejek.
Tiba-tiba sekali tangan kanannya bergerak dan dari mulutnya yang tadi tertawa keluar seman :"Makan jotosan selaksa palu godam ini !"
Meski sebelumnya berseru demikian rupa yang sekaligus memberi peringatan pada calon korbannya namun ketiga Kiai tak dapat melihat gerakan tangan lawan dan yang lebih hebat lagi mereka tak tahu siapa di antara mereka yang menjadi sasaran, demikianlah saking cepatnya geraan serangan Raja Rencong Dari Utara.
Lalu terdengarlah suara :"Ngek!"
Tubuh Kiai Selawah tertekuk ke muka sebentar lalu mencelat mental keluar Arena, menggeletak di lantai batu dengan perut pecah !
Kiai Suhudilah dan Kiai Tanjung Lor tertegun terkesiap beberapa ketika lamanya!
"Kenapa termangu?! Kalian tokh.akan menerima nasib macam dia pula ?!" ujar Raja Rencong pula. Kedua Kiai kertakan rahang. Pelipis-pelipis keduanya menggembung tanda mereka tak dapat lagi mengendalikan amarah yang meluap! Kiai Suhudilah engkau menyerang lebih dahulu dengan jurus silat Turki yang aneh gerakannya.
"Hemm silat picisan dari negeri orang yang ditontonkan di depanku!" ejek Raca Rencong.
"Sanggupkan ilmu silat Turki menerima pukulanku yang ini ?!"
Dengan jari-jari tangan mengembang, Raja Rencong Dari Utara dorongkan tangan kanannya ke arah Kiai Suhudilah! Bacokan golok besar dan hantaman Tasbih Kumala Hijau tertahan dan mental. Bersamaan dengan itu satu gelombang angin yang luar biasa hebatnya menerpa tubuh Kiai Suhudilah! Kiai ini mengeluh dan mental ke luar Arena. Begitu terhantar di lantai batu tak berkutik lagi karena meski di luar.
tubuhnya tak kelihatan rusak namun di dalam dua balas urat-urat yang paling penting telah putus!
Itulah kehebatan ilmu pukulan "topan pemutus urat"!
Semangat Kyai Tanjung Laboh seperti terbang menyaksikan kematian kedua, kawannya itu! Mukanya pucat tiada berdarah. Dan Tiba tiba Raja Rencong berpaling padanya dengan seringai maut bermain dibibir.
"Sesudah melihat tontonan ngeri itu apakah kau masih punya nyali? Bukankah lebih baik bunuh diri saja agar kau bisa mampus dengan enak?!"
"Demi Tuhan! Lebih baik mati dengan senjata ditangan dari pada melakukan kepengecutan" jawab Kyai Tanjung Laboh. Seluruh tenaga dalamnya telah dialirkan keujung kebutan dan sekali dia menggerakkan senjata itu maka sepuluh jalan darah ditubuh Raja Rencong diancam bahaya maut!
Anehnya Raja Rencong cuma ganda tertawa yang membuat darah Kyai Tanjung Laboh tambah meluapluap!
Sekejap lagi sambaran ujung kebutan akan melanda jalan jalan darah ditubuh lawannya Tiba tiba tangannya terasa kesemutan dan kebutannya terpental lepas dari tangan!
Meski menyadari sepenuhnya bahwa Raja Rencong bukan lawannya namun dengan kalap Kyai Tanjung Laboh yang berhati jantan itu menyambar pedang Kyai Selawah yang tadi terjatuh dan dengan senjata itu dia menggempur habis habisan! Hujan serangan menelikung tubuh Raja Rencong yang sama sekali tidak bergerak ditempatnya malah menanggapi serangan itu dengan tertawa-tawa!
Kyai Tanjung Laboh penasaran dan juga heran kenapa pedangnya sama sekali tak berhasil menyentuh bagian tubuh manapun dari lawannya! Tengah dia pergigih serangan Tiba tiba Raja Rencong berseru :"Tiga jurus kau mencak mencak sudah keliwat cukup!
Lihat jotosan, awas kepalamu!"
Meski sudah diperingatkan demikian rupa namun sewaktu pukulan "selaksa palu godam" menyerang kepalanya Kyai Tanjung Laboh tak sanggup berkelit.
Dicobanya membabat lengan lawan dengan pedang. Tapi sudah tidak keburu! Kyai yang terakhir ini terbadai dilantai dengan kepala pecah, darah muncrat dan otak berhamburan!
***


Next ...
Bab 7

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245




0 Response to "Raja Rencong Dari Utara Bab 6"

Posting Komentar