WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 011
Raja Rencong Dari Utara
TUJUH
DIATAS SEBUAH BATU DALAM SEBUAH GOA seorang laki-laki tua berjanggut dan berambut putih duduk bersila meramkan mata tengah bersemedi.
Sejak tengah malam tadi dia bersemedi dan sampai matahari terbit di ufuk timur masih juga dia belum bergerak dari tempatnya. Menjelang tengah hari, jadi sesudah dua belas jam lamanya duduk bersemedi perlahan-lahan baru dia membuka kedua matanya.
Aneh dan juga menyeramkan! Ternyata kedua matanya berwarna putih keseluruhannya! Tapi dia tidak buta!
Kakek ini menghela nafas dalam. Air mukanya keruh tanda ada sesuatu yang dipikirkannya dan apa yang dipikirkannya itu menimbulkan kesusahan dalam dirinya. Di dunia persilatan orang tua ini berjuluk Datuk Mata Putih. Umurnya hampir mencapai tujuh puluh lima tahun. Tubuhnya kurus hanya tinggal kulit pembalut tulang. Namun kekuatannya tidak kalah dengan orang-orang yang berumur setengah abad dan menilik bagaimana batu tempat dia duduk bersemedi mencekung dalam, nyatalah bahwa orang tua ini memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi!.
Setelah menghela nafas dalam sekali lagi dia berdiri dan melangkah ke mulut goa. Di luar goa pemandangan indah sekali. Betapa bahagianya menikmati keindahan alam ciptaan Yang Kuasa itu.
Namun jauh di luar keindahan itu, hampir disegala penjuru Jagat raya bertebaran noda-noda hitam yang merusak keindahan! Noda-noda hitam itu ialah kejahatan, kecurangan, kekejian dan segala macam kemaksiatan!
Dan yang membuat orang tua ini untuk ketiga kalinya menghela nafas panjang dan" dalam ialah karena seorang di antara manusia-manusia yang melakukan kejahatan dan kekejian itu adalah muridnya sendiri!
Telah tiga bulan ini didengarnya tentang perilaku muridnya itu di luaran. Dan ini membuat dia terkejut serta merasa menyesal telah mempunyai murid seperti itu! Apakah yang bisa dibuatnya selain meninggalkan pertapaan, mencari murid yang sesat itu lalu menghukumnya? Diam-diam dia merasakan penyesalan tambah mendalam bila dia ingat karena kepercayaan penuh terhadap sang murid, sebelum dilepas dari pertapaan dia telah menyerahkan Rencong Emas, sebuah senjata sakti luar biasa yang merupakan satu dari beberapa buah senjata mustika dunia persilatan!
Beberapa saat kemudian orang tua itupun berlalu meninggalkan pertapaan! Ilmu larinya hebat sekali hingga dalam waktu yang singkat sosok tubuhnya sudah lenyap di kejauhan !
Bersamaan dengan lenyapnya sang surya di ufuk tenggelamnya, sesosok tubuh berkelebat dan berdiri di bawah atap bangunan tua yag terletak di Bukit Toba. Tanpa memandang berkeliling, tanpa bimbang ragu sedikitpun, orang ini melangkah cepat memasuki bangunan tua. Dalam tempo yang singkat dia sudah berada di Arena Topan Utara yang terletak dibagian bawah bangunan tua! Segala sesuatunya diruangan luas itu berada dalam keadaan bersih. Namun orang yang memasuki ruangan tersebut tahu bahwa baru engkauseminggu yang lalu tiga orang Kyai telah menemui kematiannya ditempat itu! Orang itu menggerakkan bibirnya sedikit. Maka menggemalah suaranya yang keras lantang menggetarkan seantero bangunan dan ruangan.
"Hang Kumbara aku datang!".
Belum habis kumandang gema suara itu, dari sebuah pintu didinding kanan muncullah seorang berpakaian ungu. Begitu melihat siorang tua, laki laki berpakaian ungu ini berseru : "Guru!". Dia melangkah cepat kehadapan siorang tua dan menjura dalam penuh hormat.
"Sungguh satu kegembiraan bisa bertemu dengan guru. Mohon dimaafkan kalau- murid sudah lama tak menyambangi guru hingga guru sendiri yang sampai berkunjung kesini!".
Orang tua itu atau bukan lain dari pada Datuk Mata Putih meneliti paras muridnya sejenak lalu tertawa rawan.
"Kudengar kau sudah mendapat nama besar diluaran", kata Datuk Mata Putih.
"Ah, hanya nama dan gelar yang tak berarti guru. Marilah kita bicara dikamarku", kata laki laki berpakaian ungu yaitu Raja Rencong Dari Utara.
"Pandansuri ada disini?".
"Sudah sejak sepuluh hari dia meninggalkan Pulau ".
"Kalau begitu biar kita bicara disini saja".
"Baik guru. Tapi perkenankan murid menyuguhkan minuman lebih dahulu ".
"Tak usah", sahut Datuk Mata Putih.
"Agaknya ada sesuatu hal penting yang amat mendesak hendak guru bicarakan", kata Raja Rencong Dari Utara.
"Hang Kumbara", Datuk Mata Putih menyebut nama asli Raja Rencong, "kurasa kau sudah bisa menduga maksud kedatanganku".
"Ah, murid yang bodoh ini mana mungkin bisa menduga, guru".
"Kedatanganku sehubungan dengan apa apa yang kudengar di luaran tentang kau " Apakah itu betul?!"
"Apakah yang guru dengar diluaran tentang diriku itu?"
Datuk Mata Putih merasa kurang senang bicara bersilat lidah begitu. Maka diapun berkata secara blak-blakan.
"Kulepas kau dari pertapaan beberapa waktu yang lalu hanya dengan dua maksud! Pertama untuk mencari pembunuh ayahmu dan kedua untuk berbuat kebaikan diatas dunia ini! Tapi apa yang kau perbuat kemudiannya? Demi cita cita besarmu kau membunuh belasan manusia, mendatangkan malapetaka dimana mana. Nyatalah kau telah sesat dan aku sangat menyesal akan hal ini. Kuharap kau menyerahkan kembali Rencong Emas yang dulu kuberikan dan ikut aku kepertapaan untuk dikurung dalam goa selama sepuluh tahun !" Sepasang bola mata Raja Rencong Dari Utara membelalak.
"Guru apakah sesat namanya jika murid bercita-cita hendak mendirikan sebuah Partai di daerah Utara ini?".
‘Tidak. Asal saja kau menempuh cara cara yang wajar!"
"Murid telah mencobanya. Tapi tokoh tokoh silat didaerah sini terlalu keras kepala dan tidak memandang sebelah matapun terhadap murid….”
"Kalau mereka tak mau masuk Partaimu, kau tidak layak memaksa, aalagi kalau sampai membunuh orang-orang yang tak berdosa itu!".
"Tapi harap guru maklum kenapa murid bertindak sampai demikian jauh".
"Terangkan alasanmu!" ujar Datuk Mata Putih pula.
"Murid merasa mempunyai dendam terhadap orang-orang dunia persilatan. Karena kalau tidak ada orang-orang pandai itu maka tak akan ayah menemui kematian dalam cara yang mengerikan! Dipenggal lehernya dan kepalanya ditancapkan di atas sebilah tombak di tengah-tengah pasar!"
"Aku tahu hal itu. Dan kau telah berhasil mencari serta membunuh manusia yang telah menewaskan ayahmu! Lantas kenapa kau menjadi tersesat?!"
"Murid tidak merasa tersesat, guru! Orang-orang dunia persilatanlah yang telah sesat dan menyebabkan kebencian murid tiada batas lagi ternadap mereka!
Sesudah menamatkan riwayat pembunuh ayah, .beberapa orang tokoh silat mencari murid hendak balas dendam! Dendam! Seakan-akan adalah dosa besar bagi murid karena membunuh orang yang telah membunuh ayah! Mereka tak berhasil mencari murid! Dan guru tahu apa yang dibuat orang-orang berkepandaian tinggi itu?! Ibu dibunuh, adik-adikku dipancung satu demi satu! Dua orang adik perempuanku diperkosa lalu ditinggalkan begitu saja sampai mereka bunuh diri! Dan orang-orang pandai itu belum puas rupanya! Sampai-sampai calon istrikupun mereka rusak kehormatannya dan dibunuh! Ketika salah seorang dari mereka berhasil murid pecahkan kepalanya, seluruh keluarga calon istriku ditumpas!
engkauKekejaman dan kebiadaban manakah yang lebih terkutuk dari itu?! Kata mereka, mereka adalah orang-orang pandai, tokoh-tokoh silat utama ! Tapi kebejatan yang mereka lakukan! Salahkan kalau murid menanam rasa kebencian terhadap orangorang pandai itu?! Sesatkah kalau murid membunuh belasan manysia yang bertanggung jawab atas kematian ibu, adik-adikku, calon istriku dan seluruh keluarganya ?"
"Orang-orang yang bertanggung jawab atas semua itu jumlahnya hanya sepersepuluh saja dari jumlah manusia yang telah kau bunuh! Apa pertanggungan jawab atau alasanmu atas yang sembilan persepuluh lainnya? Yang kau bunuh tanpa pangkal sebab atau kesalahan atau dosa apapun juga ?!"
"Sudah murid katakan bahwa murid bertekad untuk melenyapkan orang-.orang pandai di dunia ini!
Karena justru merekalah yang menjadi pangkal sebab segala kejahatan!"
"Sungguh picik jalan pikiranmu! Beberapa belas orang yang bersalah dan punya dosa tapi ratusan manusia yang kau jadikan korban! Aku tak dapat menerima alasanmu! Lekas serahkan Rencong Emas dan kau ikut aku kembali kepertapaan!".
Hang Kumbara atau Raja Rencong Dari Utara terkejut. Untuk beberapa ketika lamanya guru dan murid saling pandang memandang; Sekelumit senyum kemudian tersungging di bibir Hang Kumbara.
"Apakah ini suatu perintah, guru?" tanyanya.
"Lebih dari perintah" jawab Datuk Mata Putih tegas. Senyum itupun lenyaplah dari bibir Raja Rencong.
"Mohon dimaafkan. Kali ini murid tak dapat mengabulkan permintaan, tak dapat mematuhi perintah guru ".
"Kau sudah tahu hukuman bagi seorang murid yang membangkang?!" tanya Datuk Mata Putih.
Sepasang matanya yang putih memandang tajamtajam menyorot ke mata muridnya. Jika bukan Raja Rencong pastilah seseorang akan merasa bergidik dipandang begitu rupa oleh Datuk Mata Putih.
"Guru, harap kau mengerti kedudukan murid saat ini. Dalam waktu singkat murid hendak meresmikan berdirinya Partai Topan Utara dimana murid menjadi Ketuanya".
"Aku tidak perduli apa urusanmu, apa kedudukanmu!
Sekali aku bilang serahkan Rencong Emas dan Ikut kepertapaan maka kau harus patuh!"
Air muka Raja Rencong Dari Utara berubah total. Perubahan ini segera dimengerti oleh Datuk Mata Putih? Dan tanya orang tua ini : "Kau hendak melawan terhadap gurumu sendiri ?!".
"Sungguh aneh kehidupan ini!" kata Raja Rencong tanpa memandang pada gurunya. "Tiap tiap manusia terlalu mengurus kepentingan dirinya sendiri tanpa mau memperhatikan kepentingan orang barang sedikitpun!
Karena kau memaksa sedang murid tak dapat mematuhi maka cukup pembicaraan sampai disini guru!". Raja Rencong Dari Utara menjura dan hendak berlalu dari hadapan Datuk Mata Putih.
" Aku menyesal mempunyai murid sesat macammu ini Hang Kumbara!" ujar Datuk Mata Putih.
"Dan murid juga menyesal menghadapi kehidupan macam begini!", kata Raja Rencong pula, lalu sambungnya : "biarlah penyesalan itu sama sama kita bawa mati bila sudah tiba saatnya!".
"Mungkin memang begitu caranya memupus penyesalan" menyahuti Datuk Mata Putih. "Tapi bagiku penyesalan itu hanya bisa ditebus dengan menjatuhkan hukuman tegas terhadapmu!"
Raja Rencong Dari Utara menghentikan langkahnya dan memutar tubuh. Pandangan matanya tak berkesip.
"Hukuman tegas macam apakah, guru?!"
"Mulai detik ini putus hubungan kita sebagai guru dan murid ".
"Kalau begitu silahkan kau angkat kaki dari tempatku!" belalang Raja Rencong Dari Utara.
Paras Datuk Mata Putih kelam kemerahan.
Dadanya bergejolak dan darahnya seperti mendidih karena marah.
"Aku akan angkat kaki Hang Kumbara!" sahut Datuk Mata Putih. "Tapi setelah lebih dulu memecahkan batok kepalamu!"
Raja Rencong Dari Utara rangkapkan kedua tangan dimuka dada lalu tertawa gelak gelak. Arena Topan Utara bergetar dan diam diam Datuk Mata Putih terkejut.
Suara tertawa yang hebat itu berarti hebatnya pula tenaga dalam Hang Kumbara. Rupanya Hang Kumbara sudah maju tenaga dalamnya dari sejak dia meninggalkan pertapaan tempo hari.
"Kalau seorang guru hendak membunuh murid sendiri ditutup dengan topeng alasan sebagai kewajiban!
Tetapi kalau seorang murid membuat kesalahan dikatakan murid sesat! Biarlah kau menamakan aku murid sesat karena dalam kesesatan itu kau sendiri sudah kesasar untuk mengantar nyawa kesini Datuk Mata Putih!"Datuk Mata Putih serasa mau pecah kepala dan dadanya dilanda amarah! Sekali tubuhnya berkelebat maka diapun lenyap dan dua jari tangannya tahu tahu sudah mendarat di dada Raja Rencong Dari Utara, melontarkan satu totokan yang luar biasa cepat dan lihay!
Tapi kejut Datuk Mata Putih bukan olah ketika melihat Hang Kumbara masih berdiri ditempatnya, cuma terhuyung-huyung sebentar dan sambil tertawa mengejek! Sama sekali tidak menjadi kaku tegang akibat totokan yang dilancarkan tadi! Kalau tidak manusia ini memiliki tenaga dalam yang tinggi mana mungkin dia sanggup menutup jalan darahnya melawan tenaga totokan yang besar itu?!
Hanya dalam beberapa bulan saja turun dari pertapaan Hang Kumbara telah demikian jauh maju ilmu kepandaiannya! Tak mungkin hal ini terjadi kalau dia tidak berguru pada seorang sakti lainnya! Maka sewaktu menyerang kedua kalinya, tak ayal agi Datuk mata Putih mengeluarkan jurus terhebat yang dimilikinya yaitu yang bernama : "Dua ekor naga keluar dari goa".
Jurus ini sengaja dikeluarkannya karena dia bermaksud untuk meringkus Hang Kumbara detik itu juga. Kedua tangan terpentang lebar lebar kemudian berkelebat dalam bentuk silang, satu memukul kearah perut dan satu lagi menjambak kearah rambut. Kaki kanan ditendangkan kemuka untuk menghantam tulang kering lawan. Seseorang yang kena dipreteli Oleh jurus yang hebat ini pasti tubuhnya bagian bawah akan terlontar kebelakang sedang rambut terjambak dan otot otot perut menderita sakit yang luar biasa. Dalam keadaan begitu akan mudah untuk meringkus lawan!
Namun untuk kedua kalinya Datuk Mata Putih dibikin kaget. Kaget bukan saja karena Hang Kumbara sanggup mengelakkan serangannya itu tapi begitu mengelak begitu Hang Kumbara menyerangnya dengan jurus yang sama, malah jurus "dua ekor naga keluar dari goa" yang dilancarkan oleh Hang Kumbara jauh lebih dahsyat dan mendatangkan angin laksana topan prahara! Ini adalah satu hal yang tak pernah diduga oleh Datuk Mata Putih. Dengan segera sang Datuk keluarkan sehelai selendang putih yang merupakan senjata yang diandalkannya. Sekali kebutkan selendang itu maka musnahlah serangan Raja Rencong Dari Utara!
Raja Rencong Dari Utara sudah tahu dan makum akan kehebatan senjata ditangan bekas gurunya.
Meski senjata itu tidak sehebat Rencong Emas namun tak bisa dibuat main main! Sekali kepala kena terpukul pasti akan rangkah! Karenanya Raja Rencong Dari Utarapun segera mencabut Rencong Emas dari pinggangnya. Sinar kuning menerangi Arena Topan Utara!
"Datuk Mata Putih" kata Raja Rencong dengan seringai bermain dimulutnya. "Seandainya ini kau yang membuat! Hari ini kau sendiri akan menjadi korbannya! Betapa kau akan mampus penuh penyesalan karena telah membuat Rencong Emas ini!".
Ucapan itu membuat Datuk Mata Putih tambah mendidih amarahnya. Dengan cepat dan menyerang kembali. Selendang putih berkelebat kearah dada Raja Rencong kemudian bergerak laksana mematuk ketenggorokan dan sewaktu Raja Rencong mengelak, ujung selendang dengan cepat meliuk melibat Raja Rencong ditangan Raja Rencong Dari Utara!
Raja Rencong Dari Utara ganda tertawa. Bagaimanapun hebatnya selendang putih itu tak akan dapat menandingi Rencong Emas yang sakti. Karenanya begitu selendang hendak melibat senjatanya. Raja Rencong babatkan senjata itu dengan cepat, siap untuk merobeknya!
Datuk Mata Putih juga sudah maklum apa yang terlintas dipikiran Hang Kumbara. Pada saat Rencong Emas membabat, saat itu pula dia menggerakkan lengan kanannya. Ujung selendang laksana seekor ular menyelusup kebawah lalu naik lagi keatas dan menghantam Raja Rencong Dari Utara dengan amat kerasnya!
Raja Rencong terbanting kebelakang sampai lima langkah. Dadanya sakit bukan main. Nafasnya sesak, wajahnya merah karena menahan sakit dan amarah. Bagaimanapun hebatnya akibat pukulan ujung selendang tapi tidaklah sehebat yang diduga Datuk Mata Putih. Jangankan tubuh manusia, batang pohon besarpun akan hancur patah dilanda pukulan selendang itu! Tapi Hang Kumbara boleh dikatakan tidak mengalami sesuatu apapun! Tentu saja ini membuat Datuk Mata Putih jadi penasaran. Selagi Hang Kumbara mengatur jalan nafas serta darah dan mengerahkan tenaga dalamnya kebagian dada yang sakit maka Datuk Mata Putih telah menyerangnya dengan jurus yang mematikan!
Dengan mengandalkan kegesitan ilmu mengentengkan tubuh, Hang Kumbara berkelebat kian kemari dan dalam tempo yang singkat murid dan guru itu sudah bertempur sepuluh jurus!
Sinar putih dari selendang ditangan Datuk Mata Putih bergulung-gulung sedang sinar kuning Rencong Emas ditangan Hang Kumbara mencurah laksana hujan dan kedua senjata itu saling mengeluarkan engkauangin yang teramat hebat!
Kalau dalam sepuluh jurus itu Hang Kumbara mengeluarkan jurus jurus ilmu silat yang dipelajarinya dari Datuk Mata Putih dan dapat bertahan dengan gigih, maka dalam jurus jurus berikutnya didahului oleh satu bentakan menggelegar Hang Kumbara merobah permainan silatnya yang jurus jurusnya serba asing dan aneh bagi Datuk Mata Putih. Demikian hebatnya jurus jurus ini hingga dalam tempo yang singkat sang Datukpun sudah terdesak hebat! Bagaimanapun sebatnya kebutan selendang saktinya, bagaimanapun rapatnya pertahanan namun Datuk Mata Putih tiada sanggup membebaskan diri dari telikungan senjata lawan, apalagi untuk balas menyerang!
Dalam jurus kedelapan belas terdengar keluhan Datuk Mata Putih! Ujung Rencong Emas merobek pakaiannya dan melukai jidatnya! Meski luka itu tidak berapa dalam namun karena Rencong Emas bukan senjata sembarangan maka bekas luka mendatangkan hawa panas yang mengalir kesekujur tubuh dan mempengaruhi gerakan gerakannya. Dia mulai gugup dalam posisi bertahannya. Tusukan kedua menggores pelipisnya! Darah mengucur menutup mata kanannya!
Datuk Mata Putih semakin kepepet. Dalam keadaan putus asa orang tua itu menyerbu dengan kalap. Selendang menderu, tangan kiri menghantamkan pukulan tangan kosong yang mendatangkan angin ratusan kali beratnya sedang kaki kanan bergerak dalam satu tendangan kearah selangkangan Raja Rencong Dari Utara! Ini betul betul satu -serangan yang mematikan.
Jika saja lawan yang diserang tingkat kepandaiannya berada disebelah bawah pastilah dia akan konyol! Namun keadaan Datuk Mata Putih yang menyerang dengan kalap itu adalah satu hal yang sia sia!
Meski tendangannya berhasil juga menghantamkan pinggul kiri Raja Rencong namun orang tua ini terpaksa menerima satu tikaman yang keras didada kirinya, tepat pada jantungnya! Tak ampun lagi begitu ‘Rencong Emas dicabut begitu Datuk Mata Putih terkapar dilantai. Kedua matanya yang putih berputarputar sebentar, kakinya bergerak-gerak. Tapi kemudian tak satu bagian tubuhnyapun yang bisa berkutik lagi! Betapa mengenaskannya seorang guru menemui kematian ditangan muridnya sendiri dan ditusuk dengan senjata ciptaannya sendiri!
***
Next ...
Bab 8
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245


0 Response to "Raja Rencong Dari Utara Bab 7"
Posting Komentar