Raja Rencong Dari Utara Bab 8

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 011
Raja Rencong Dari Utara

DELAPAN
DILERENG GUNUNG SINABUNG ADA sebuah bangunan kecil yang atapnya berbentuk puncak mesjid. Itulah tempat kediaman Panglima Sampono, seorang laki-laki berumur enam puluh tahun yang dianggap gagah perkasa dan sakti oleh penduduk disebelah timur daratan Pulau Andalas. Adapun Panglima Sampono ini dulunya adalah seorang pendatang dari selatan yang telah berjasa besar dalam mengusir pasukan asing yang mendarat dipantai Pulau Andalas sebelah timur, yang bermaksud hendak merampas beberapa daerah subur dan kaya raya. Sampono kemudian diangkat oleh Sultan Deli menjadi kepala Balatentara dan diberikan pangkat Panglima. Pada umur lima puluh tahun dia mengundurkan diri namun demikian sampai saat itu semua orang dan Sultan sendiri masih menyebutnya sebagai Panglima.
Sejak mengundurkan diri Panglima Sampono berdiam dilereng Gunung Sinabuhg, mempertekun diri dalam urusan akhirat serta memperdalam ilmu silat dan kesaktiannya. Bila terjadi huru hara dikesultanan Deli, Sultan mengirimkan utusan untuk minta bantuan Panglima Sampono menumpas huru hara itu Panglima Sampono tidak jarang pula turun dari Gunung Sinabung secara diam diam dan menghancurkan manusia manusia jahat seperti perampok, bajak laut dan lain sebagainya.
Didalam bangunan kecil yang atapnya berbentuk puncak mesjid itu duduklah Panglima Sampono bersama tiga orang tamunva. Ketiganya datang dengan maksud yang sama dan ketiganya adalah tokoh tokoh dunia persilatan yang cukup terkenal, ditakuti oleh kaum hitam dibagian Utara Pulau Andalas. Yang pertama ialah Datuk Nan Sabatang, seorang tokoh silat berbadan tinggi besar, berkumis melintang. Tamu kedua Lembu Ampel, tokoh silat berasal dari tanah Jawa tapi telah sejak dua tahun menetap di Pulau Andalas. Antara Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang terjalin hubungan erat karena adik kandung Datuk Nan Sabatang kawin dengan Lembu Ampel.
Kemudian orang yang ketiga berasal dari Malaka, bernama Sebrang Lor. Seperti telah diterangkan diatas kedatangan ketiga orang itu ketempat Panglima Sampono membawa maksud yang sama yaitu yang ada sangkut pautnya dengan meraja-lelanya perbuatan sewenang wenang yang dilakukan oleh Raja Rencong Dari Utara.
Berkata Sebrang Lor : "Petualangan Raja Rencong sudah sampai pula ke Malaka. Empat tokoh silat di Malaka dibunuh dengan kejam ketika mereka menolak untuk tunduk dan masuk kedalam Partai Topan Utara. Entah berapa belas orang lainnya yang juga telah dibunuh oleh Raja Rencong, diantaranya enam orang adalah teman temanku sendiri. Juga Raja Rencong pernah melarikan dua orang gadis dan kedua gadis itu tak diketahui nasibnya sampai sekarang, apa masih hidup atau sudah mati !. Boleh dikatakan pertolongan Tuhanlah yang masih menyelamatkanku sewaktu aku dan beberapa orang kawan bertempur dengan Raja Rencong. kawan kawanku mati semua, aku sempat menyelamatkan diri. Tapi beberapa hari kemudian kudengar keluargaku ditumpas oleh manusia laknat itu!".
Sebrang Lor menghentikan penuturannya sebentar untuk menghela nafas dalam dan menenangkan hati serta darahnya yang bergejolak, lalu baru ia meneruskan :"Meski mungkin ilmu silatku masih terlalu rendah untuk menghadap Raja Rencong, namun dendam kesumat tak bisa kupendam lebih lama. Itulah sebabnya aku menyeberang kesini mencari beberapa kawan untuk bersama-sama membalas dendam sakit hati. Ternyata kejahatan Raja Rencong di Pulau Andalas sebelah Utara ini lebih hebat dan bejad lagi! Namun demikian aku bersyukur karena telah berhasil menemui Datuk Nan Sabatang serta Lembu Ampel. Dan hari ini berhadapan pula dengan Panglima Sampono! Demi kebenaran dan demi ketenteraman hidup dunia persilatan kiranya Panglima Sampono tidak keberatan ikut bersama-sama kami menumpas biang malapetaka itu!".
Panglima Sampono merenung sejenak lalu menjawab : "Memang kejahatan dan ke-sewenang wenangan Raja Rencong Dari Utara sudah sejak beberapa bulan ini kudengar sudah melewati takaran. Tak bisa didiamkan lebih lama. Bahkan mungkin saudara Sebrang Lor tidak percaya kalau kuterangkan bahwa Raja Rencong Dari Utara sudah demikian gilanya sehingga gurunya sendiripun dibunuh!’.
Sebrang Lor terkejut, demikian pula Datuk Nan Sabatang serta Lembu Ampel.
"Gurunya yang mana, Panglima?" tanya Lembu Ampel. "Kabarnya dia tidak cuma punya seorang guru!"
"Guru yang pertama. Yang bernama Datuk Mata Putih!", sahut Panglima Sampono pula.
Terbelalaklah mata Seberang Lor.
"Datuk Mata Putih ilmu silatnya tinggi dan sakti sekali!", kata Seberang Lor pula dan diam diam dia membathin bahwa mungkin kalau berhadapan dengan orang tua itu dia cuma sanggup bertahan sampai dua puluh jurus!
"Tapi kita jangan lupa" menyahut Lembu Ampel.
"Disamping Datuk Mata Putih, Raja Rencong juga telah berguru dengan seorang sakti lainnya yang sampai saat ini tidak diketahui siapa adanya".
Seberang Lor mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia memandang berkeliling lalu berkata : "Nyatalah manusia itu tinggi kesaktiannya. Disamping sakti juga bernati luar biasa jahatnya. Namun aku yakin, berempat kita pasti dapat menyingkirkannya dari bumi Tuhan ini!"
"Bukan aku mematahkan semangat kalian", berkata Panglima Sampono, "bukan pula hendak merendahkan ketinggian ilmu silat dan tenaga dalam saudara saudara bertiga. Kemudian bukan pula hendak berpangku tangan, namun sekalipun kita berempat, belum tentu dapat dengan mudah menghadapi Raja Rencong Dari Utara. Ketinggian ilmunya sukar dijajaki!
Yang paling berbahaya ialah senjatanya sebilah Rencong Emas dan ilmu pukulan yang bernama ilmu pukulan kuku api!"
Semua orang berdiam diri beberapa lamanya.
"Lalu apa daya kita?" bertanya Datuk Nan Sabatang.
Metjnang diantara mereka Panglima Sampono paling dihormati karena ilmunya yang tinggi dan pangkat yang pernah dijabatnya. Ketiga orang itu mengharapkan jawaban sang Panglima.
"Untuk menghadapi Raja Rencong, tak bisa tidak harus mempergunakan akal. Menurut pengetahuanku Raja Rencong Dari Utara mempunyai seorang anak perempuan yang sudah gadis remaja. Gadis ini senang mengelana seorang diri. Meski dia mendapat pelajaran ilmu silat dan ilmu kesaktian langsung dari Raja Rencong, tapi ilmunya belum berapa tinggi. Kita cari gadis itu dan menawannya hidup hidup. Lalu kirimkan seorang utusan atau surat pada Raja Rencong dan suruh dia menyerah! Sementara itu kita berusaha pula menemui beberapa .orang tokoh silat lainnya untuk menambah kekuatan. Meski anaknya kita tawan tapi manusia macam Raja Rencong bukan mustahil mau mengorbankan keselamatan anaknya agar dapat membasmi kita!"
Semua orang menyetujui akal Panglima Sampono.
Setelah dirundingkan lebih masak maka rencanapun diaturlah. Satu hari kemudian keempat orang itu turun dari lereng Gunung Sinabung.
Sinar matahari yang tadi panas terik kini memudar kilauannya. Langit yang tadi cerah kini mendung tertutup awan hitam yang berarak dari jurusan utara ditiup angin keras. Agaknya tak lama lagi akan segera turun hujan lebat. Dikaki bukit yang sebelumnya diselimuti kemendungan dan kesunyian itu lapat lapat terdengar suara derap kaki kuda datang dari jurusan timur. Makin lama makin keras. Dari pengkolan jalan kemudian muncullah seorang penunggang kuda berwarna coklat. Kuda ini agaknya bukan kuda biasa.
Disamping tubuhnya yang besar tinggi, larinyapun laksana anak panah lepas dari busurnya. Dalam waktu yang singkat binatang dan penunggangnya sudah meninggalkan pengkolan tadi sejauh dua puluh tombak!
Kini kuda dan penunggangnya siap memasuki lagi sebuah pengkolan tajam. Meski pengkolan itu demikian patahnya namun sipenunggang tidak berusaha untuk memperlambat lari kuda coklat. Debu dan pasir beterbangan. Sesaat lagi kuda bersama penunggangnya itu hendak memasuki pengkplan tajam mendadak laksana melihat setan, kuda coklat meringkik keras dan mengangkat kedua kaki depannya keatas tinggi tinggi, Sepasang kakinya yang sebelah belakang kaku tak bisa bergerak laksana dua buah patok yang ditancapkan kedalam tanah.
Sipenunggang yang hampir saja hendak dilemparkan dari punggung binatang itu terkejut bukan main dan cepat cepat melompat turun. Dia memandang kedepan lalu memandang berkeliling. Tak satu makhluk hiduppun yang tampak. Orang ini kemudian berlutut untuk memeriksa kedua kaki kuda tunggangannya.
Untuk kedua kalinya dia menjadi kaget sewaktu mendapati sepasang kaki kuda disebelah belakang itu berada dalam keadaan kaku tegang akibat totokan totokan hebat! Ditanah tak jauh dari kaki kaki kuda kelihatan dua buah jambu klutuk. Pasti benda inilah yang telah dipakai untuk menotok kaki kaki kuda tersebut. Dengan pemas orang itu melepaskan kedua totokan itu lalu berdiri, memandang berkeliling dan membentak.
"Bangsat rendah yang berani kurang ajar lekas unjukkan diri!"
Suara bentakan itu melengking keras menggetarkan seantero kaki bukit dan itu adalah suara bentakan orang perempuan! Dan memang penunggang kuda coklat berpakaian ungu itu, meski parasnya ditutup dengan sehelai kerudung, namun dari potongan tubuh serta rambut panjang yang menjenguk dikuduknya akan sangat mudah dikentarai bahwa dia adalah seorang perempuan!
Tiba tiba dari sebuah tebing yang terletak dipengkolan tajam yang tingginya kira kira delapan tombak berkelebat dua sosok tubuh manusia. Belum lagi kedua orang ini menjejakkan kaki masing masing ditanah, dari jurusan lain berkelebat lagi dua bayangan manusia dan sesaat kemudian empat orang laki laki telah berada disitu dalam posisi mengurung sibaju ungu ditengah-tengah!
Sibaju ungu mendengus marah dibalik kerudungnya.
"Siapa kalian?!" bentaknya.
Salah seorang dari keempat manusia itu maju selangkah dan berkata : "Jawab dulu apakah kau anaknya Raja Rencong Dari Utara itu atau bukan?!"
Sepasang alis dibalik kerudung mengerenyit dan dua bola mata yang tajam memandang meneliti keempat laki laki dihadapannya.
"Apa maksud apa kalian terhadap anak perempuan Raja Rencong?!"
"Jawab dulu pertanyaanku tadi!"
"Keparat!" Aku memang Pandansuri, anak Raja Rencong Dari Utara!" jawab perempuan itu dengan garang. Lalu bentaknya: "Kalian berempat mau apa?!".
"Ah kawan kawan akhirnya berhasil juga kita menemui gadis ini", kata laki laki tadi yang bukan lain Seberang Lor adanya. "Ketahuilah kami berempat sudah sejak lama mencarimu untuk diculik! Sebenarnya mungkin kau tidak punya salah apa apa. Tapi akibat dosa dosa bapakmu, terpaksa kau kami culik!"
"Kalau begitu kalian adalah bangsat bangsat pengecut yang tak berani berhadapan langsung dengan bapakku!"
tukas Pandansuri. "Kalian mau menculik aku silahkan! Tidak semudah itu untuk menculik anak Raja Rencong Dari Utara!". Seberang Lor dan ketiga kawan kawannya yaitu Panglima Sampono, Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang saling memberi tanda lalu menyerbu dari empat jurusan menyerang kesatu sasaran yaitu Pandansuri!"
Dengan keluarkan tertawa mengejek Pandansuri jejakkan sepasang kakinya ketanah dan sekejap kemudian tubuhnya yang ramping itu melesat keatas tinggi lima tombak! Dari atas dia gerakkan kesepuluh jari2 tangannya sekaligus. Maka sepuluh larikan llnar kuning kemerahan mencurah kearah Panglima Sampono dan kawan kawan!
***


Next ...
Bab 9

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245




0 Response to "Raja Rencong Dari Utara Bab 8"

Posting Komentar