Raja Rencong Dari Utara Bab 9

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito

Episode 011
Raja Rencong Dari Utara

SEMBILAN
PUKULAN KUKU API!" SERU PANGLIMA Sampono. "Lekas menyingkir!"
Keempat tokoh silat itu sebenarnya bisa balas menghantam langsung keatas namun mereka belum mengetahui sampai dimana ketinggian tenaga dalam lawan. Hingga kalau mereka tak menyingkir dan tenaga dalam lawan lebih tinggi sedikit saja dari mereka pastilah mereka akan celaka! Keempatnya melompat kebelakang sejauh tujuh langkah lalu sekaligus menghantamkan tangan kanan keatas! Empat gelombang
angin keras laksana angin punting beliung menerpa satu jengkal diatas kepala Pandansuri. Panglima Sampono dan kawan kawan sengaja menyerang bagian satu jengkal diatas kepala sigadis karena mereka hendak memaksa gadis itu turun ketanah kembali untuk kemudian diringkus hidup hidup!
Pandansuri memang tak ada jalan lain, terpaksa melayang turun kebawah. Tapi dia tidak bodoh dan sudah maklum maksud ke empat lawannya. Maka begitu melayang turun untuk kedua kalinya dia menebar pukulan Kuku Api yang dahsyat itu kearah keempat lawannya! Kalau tadi Panglima Sampono melompat kebelakang untuk menghindari pukulan maut yang membuat tanah berlobang besar dan hangus itu, maka kini keempatnya melompat kemuka dan serentak dengan itu masing masing mereka lalu melompat keatas.
Datuk Nan Sabatang serta Seberang Lor melancarkan dua buah totokan sedang Panglima Sampono dan Lembu Ampel ulurkan sepasang tangan mereka untuk meringkus Pandansuri hidup hidup!
Pandansuri tidak menyangka kalau keempat lawan akan berani menyelusup kemuka dibawah deru sinar serangannya. Pada saat pukulan kuku api itu melanda tanah, membuat tanah terbongkar dan hangus hitam maka dia lebih tak menduga lagi karena saat itu cepat sekali tahu tahu keempat lawannya sudah berada dekat sekali disampingnya melancarkan dua totokan dan dua serangan meringkus! Padahal posisinya saat itu dalam keadaan yang tak menguntungkan!
Sebagai seorang yang menerima langsung pelajaran dari Raja Rencong tentu saja tingkat kepandaian Pandansuri meski tak bisa disejajarkan dengan ayahnya tapi telah mencapai tingkat tinggi. Tahu dirinya sudah kepepet namun gadis ini tak kehilangan akal. mengelak mungkin kasip dan mungkin salah satu dari serangan lawan akan berhasil juga bersarang ditubuhnya. Kalaupun dia kena dihantam dia harus pula dapat balas menghantam sekurang-kurangnya seorang dari keempat lawannya. Maka tak ayal lagi Pandansuri kembangkan kedua telapak tangannya lalu tubuhnya berputar laksana titiran, tangannya menyambar seperti baling baling dari angin laksana topan menderu menerpa keempat tokoh silat! Itulah pukulan"selaksa palu godam" ‘yang dilancarkan dalam jurus yang bernama "titiran dewa menjulang langit"!
Panglima Sampono dan kawan kawan tiada menduga kalau sigadis akan balas menyerang kalap begitu rupa.
Lembu Ampel, Datuk Nan Sabatang dan Seberang Lor yang ragu ragu untuk mengadakan bentrokan pukulan segera menarik pulang serangan mereka. Sebaliknya Panglima Sampono yang merasa sudah kepalang tanggung lipat gandakan tenaga dalamnya dan mem babat lengan Pandansuri! Bentrokan lengan tak dapat dihindarkan lagi.
"Buk"!
Dua lengan beradu mengeluarkan suara keras.
Panglima Sampono merasa tangannya sakit bukan main dan tubuhnya terjajar kebelakang sampai lima langkah. Sebaliknya Pandansuri mengeluh dalam hati menahan sakit sedang tubuhnya mental sampai enam langkah! Kini maklumlah Panglima Sampono dan kawan kawan. Tingkat tenaga dalam sigadis nyatanya hanya sedikit saja berada dihawahnya! Karena ketiga orang lainnya itu hanya satu tingkat saja lebih rendah tenaga dalamnya dari Panglima Sampono maka ketiganya menjadi bernyali besar dan ber-sama sama dengan sang panglima mereka kembali menggempur Pandansuri!
Pertempuran empat lawan satu berkecamuk dengan hebatnya. Berkali-kali Pandansuri merobah jurus jurus ilmu silatnya. Setiap gerakannya cepat dan aneh serta mempunyai lima sampai delapan pecahan yang hebat. Namun sampai jurus keduapuluh tetap saja gadis ini tak dapat menguasai jalannya pertempuran malah jurus demi jurus selanjutnya dia mulai terdesak. Hanya kegesitan dan ilmu meringankan tubuhnya yang lebih tjnggi tingkatnya dari keempat
lawannya itulah yang menyelamatkan Pandansuri dari dilanda hantaman pukulan lawan!
Namun sampai berapa lamakah Pandan suri akan dapat bertahan? Sampai berapa jurus dimuka dia bisa mengandalkan kegesitan dan ilmu meringankan tubuhnya? Satu ketika, cepat atau lambat pasti salah satu lawannya kan berhasil menghajarnya dan celaka lah dia!
Pada jurus ketiga puluh dua, qadis ini tak sanggup lagi bertahan. Dia segera terdesak total. Sebelum kasip Pandansuri menggerakkan tangannya kepinggang Sesaat kemudian mencurahlah sinar putih yang mendatangkan angin dingin menggidikkan, membuat keempat tokoh silat tersuruk dan terkejut.
Ketika memandang kedepan ternyata sigadis telah mencabut sebilah rencong perak.
Saat itu udara semakin mendung. Awam hitam tebal menutupi hampir seluruh langit disekitar kaki bukit sedang angin bertiup makin besar. Hujan rintik rintik telah mulai turun.
"manusia manusia keparat! Batas kesabaranku sudah lewat! Mulai detik ini jangan harap kalian bisa lolos dari lobang jarum kematian!"
Ucapan Pandansuri itu disusul oleh gelegar guntur yang menggetarkan bumi! Dan dalam kejap itu maka turunlah hujan yang bukan alang kepalang lebatnya! Didahului lengkingan yang tak kalah hebatnya oleh suara guntur. Pandansuri melompat kemuka, menebar empat serangan sekaligus dalam jurus yang dinamakan "empat ekor naga menggempur sang surya"!
Bagi Panglima Sampono dan kawan kawan, jurus yang bernama "empat ekor naga menggempur sang surya"
itu tidak mengkhawatirkan mereka. Yang membuat mereka harus berhati-hati ialah senjata ditangan sigadis.
Dari sinar- dan hawa yang keluar dari rencong perak itu nyata bahwa senjata itu adalah sebuah senjata mustika yang tak bisa dibuat main. Maka Panglima Sampono segera keluarkan pula senjatanya yaitu sebuah tombak pendek yang ujungnya bercagak dua.
Datuk Nan Sabatang menghunus sebilah keris berwarna biru. Seberang Lor mencabut pedang berkeluk sedang Lembu Ampel meloloskan sebuah rantai berduri!
Dibawah hujan lebat yang sekali-sekali diseling oleh suara guntur dan sabungan kilat maka kelima engkauorang itu bertempur dengan hebat! Panglima Sampono dan kawan kawan meski serangan serangan mereka kelihatan hebat namun keempatnya tidak berniat untuk mencelakai Pandansuri, sebaliknya mendesak sampai akhirnya mereka punya kesempatan untuk meringkus si gadis hidup hidup!
Dilain pihak Pandansuri yang diam diam mengetahui maksud lawan lawannya itu dan yang tadi bertempur dengan segala kehebatannya yang ada maka kini semakin memperderas serangannya hingga cukup menyukarkan juga bagi Panglima Sampono dan kawan kawan untuk melaksanakan niat mereka. Tapi itu tidak berjalan lama.
Setelah berulang kali dibawah hujan lebat itu terjadi bentrokan senjata maka dalam satu gerakan yang gesit lihay Panglima Sampono berhasil menyusupkan tombak bercagaknya kebadan rencong yang ditangan Pandansuri. Gadis ini cepat cepat menarik tangannya tapi terlambat. Cagak dari tombak besi ditangan Panglima Sampono berputar lebih cepat dan terlepaslah rencong perak itu dari tangan Pandansuri.
Panglima Sampono menyabut senjata itu dengan tangan kiri!
Penuh kalap Pandansuri menyentikkan lima jari tangannya ke arah Panglima Sampono, melancarkan pukulan kuku api! Tapi dari samping menabas pedang berkeluk Seberang Lor. Mau tak mau anak Raja Rencong Dari Utara itu batalkan serangannya kecuali kalau dia, mau kehilangan lima jari tangan kanannya itu!
"Sebaiknya kau menyerah saja!" kata Seberang Lor "Niscaya kami akan perlakukan kau secara baik baik!"
"Keparat! Lebih baik mampus dari pada menyerah!" bentak Pandansuri! Dia melompat kearah sebatang cabang sebesar lengan yang panjangnya kurang dari satu meter dan terus menyerbu Panglima Sampono dan kawan kawannya. Dengan cabang pohon yang penuh dengan ranting ranting itu, Pandansuri menyerang dalam jurus "raja naga mengamuk"!
"Dara tolol!" gerutu Panglima Sampono. Dia memberi isyarat pada ketiga kawan kawannya dan serentak keempat orang itu menyerbu kembali. Dan dibawah hujan lebih itu dilanjutkanlah pertempuran empat lawan satu yang hebat itu. Pada waktu langit disekitar bukit tertutup awan gelap dan udara menjadi mendung, dikaki bukit sebelah timur seorang, pemuda berjalan seenaknya. Tampaknya dia cuma lenggang kangkung biasa saja namun luar biasa dalam tempo yang singkat dia sudah meninggalkan kaki bukit sebelah timur itu dan mencapai sebuah jalan buruk.
Angin bertiup keras melambai-lambaikan pakaian putih serta rambutnya yang gondrong. Mendongak keatas langit pemuda itu berkata dalam hati : "Celaka!
Kalau hujan turun aku bisa basah kuyup!".
Sambil "berjalan" cepat itu dia memandang kian kemari mencari-cari tempat yang baik untuk kelak berteduh bila hujan turun.
Lapat-lapat jauh dimuka sana telinganya yang tajam mendengar suara ringkikan kuda. Cuma ringkikan kuda, pikir pemuda ini dan dia terus juga lenggang kangkung seenaknya, debu dan pasir jalanan beterbangan dibelakangnya. Semakin jauh menempuh jalan itu telinganya kembali menangkap suara didepan sana. Kali ini bukan suara ringkikan kuda lagi tapi suara bentakan bentakan. Sipemuda mempercepat "jalannya".
Hampir sepeminum teh jelas sudah baginya bahwa ditempat atau diarah yang ditujunya itu tengah terjadi pertempuran karena telinganya menangkap suara beradunya senjata. Ketika dia sampai dekat sebuah tikungan tajam meskipun dia sudah menduga tadi bahwa disitu terjadi pertempuran, tapi adalah tidak disangkanya sama sekali kalau yang bertempur itu adalah seorang perempuan berpakaian dan berkerudung ungu melawan empat orang laki laki!
Melihat kepada potongan tubuh serta kegesitannya sipemuda segera bisa memastikan bahwa perempuan itu masih muda. Meski muda tapi dengan gerakannya yang gesit serta ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi sigadis masih dapat mengimbangi serangan keempat lawannya!
Gadis berpakaian ungu itu memegang sebilah rencong perak sedang lawan lawannya yang mengeroyok bersenjatakan tombak pendek bercagak dua, pedang, keris dan rantai berduri. Sewaktu melihat pertempuan ini yang bukan saja tidak seimbang tapi juga karena empat laki laki melawan seorang dara muda, maka memakilah sipemuda berambut gondrong. Hati kesatrianya bergejolak untuk segera turun tangan membantu sigadis.
Namun setelah memperhatikan sejenak dan melihat kenyataan bahwa gadis berkerudung ungu itu dengan rencong mustikanya dapat mengimbangi kehebatan ilmu silat empat orang lawannya yang tangguh itu, maka sipemuda membatalkan niatnya dan melompat kesebuah tebing untuk menikmati jalannya pertempuran yang seru itu!
Jurus demi jurus berlalu penuh ketegangan. Si pemuda rambut gondrong diatas tebing melihat bagaimana dara berbaju ungu mulai terdesak oleh tekanan tekanan serangan keempat lawannya. Sementara itu hujan rintik2 mulai turun dan kemudian berganti dengan hujan lebat. Kilat sambar menyambar sedang guntur gelegar-menggelegar! Sipemuda diatas tebing kalau tadi dia cemas akan kehujanan kali ini sama sekali tidak memperdulikan hujan yang mengguyurnya hingga basah kuyup dari rambut sampai ke kepala!
Si pemuda mengatupkan mulutnya rapat rapat ketika dalam satu jurus yang berkecamuk hebat salah seorang pengeroyok yaitu yang bersenjatakan tombak besi pendek bercagak dua berhasil menjepit dan memutar senjata sigadis hingga rencong perak itu terlepas mental dan dirampas!
Sigadis agaknya marah sekali melihat senjatanya berhasil dirampas lawan lalu menjentikkan kelima jarinya kemuka. Lima sinar merah kekuningan menderu.
Tapi sang dara terpaksa menarik pulang tangannya karena salah seorang lawan menebas dengan pedang!
"Ilmu pukulan gadis itu kelihatannya hebat sekali!"
berkata sipemuda diatas tebing dalam hatinya.
Dibawahnya sementara itu terdengar suara bentakan salah seorang pengeroyok:"Sebaiknya kau menyerah saja! Niscaya kami akan memperlakukan kau secara baik baik!"
Sigadis terdengar memaki lalu laksana seekor burung walet melompat keudara, mematahkan sebuah cabang pohon dan melayang turun kembali menyerbu keempat lawannya!
"Gadis hebat!" kata pemuda diatas tebing.
"Nyali besar, kepandaian tinggi sayang parasnya ditutup!"
Dibawah hujan lebat itu pertempuran berkeamuk kembali. Namun bagaimanapun hebatnya sigadis memainkan cabang pohon itu sebagai senjatanya, lambat laun, jurus demi jurus cabang kayu itupun gundul daunnya dan semakin pendek akibat tebasan tebasan senjata keempat lawannyal Disatu gebrakan yang tegang, laki laki yang memegang rantai berduri berhasil menghancurkan cabang pohon ditangan sigadis hingga untuk kedua kalinya kini sang dara bertangan kosong!
"Apakah kau masih belum mau menyerah cara baik baik?!" sipemuda diatas tebing mendengar laki laki yang bersenjatakan tombak pendek bertanya pada sigadis.
"Lebih baik mampus dari menyerah pada tikus tikus macam kalian!" semprot sigadis lalu menggerakkan kedua tangannya. Sepuluh larik sinar merah kekuningan menderu dibawah lebatnya hujan! Keempat pengeroyok melompat mundur lalu secepat kilat menyerbu kembali! Dan kali ini sang gadis tak punya daya lagi untuk bertahan! Dalam satu jurus yang penuh ketegangan kaki sang dara terpeleset. Tubuhnya terbanting kekiri!
Pemuda rambut gondrong diatas tebing memencongkan hidungnya lalu garuk garuk kepala. Laksana anak panah lepas dari busurnya dia melesat turun.
Suara bentakannya mengalahkan deru hujan lebat:"Manusia manusia edan! Masakan beraninya mengeroyok seorang perempuan! sungguh tidak bermalu!"
Keempat orang itu terkejut. Belum habis kejut mereka tahu tahu satu gelombang angin menerpa dan tubuh mereka terbanting kebelakang sampai lima enam langkah! Gadis baju ungu tak menyia-nyiakan kesempatan segera melompat keluar dari kalangan pertempuran!
***


Next ...
Bab 10

Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245






Related Posts :

0 Response to "Raja Rencong Dari Utara Bab 9"

Posting Komentar