WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 014
Sepasang Iblis Betina
DUA BELAS
SEHABIS meninggalkan kuil tua di lembah liar itu, Dewa Maling Baju Hitam tak hentinya merasa geli dalam hati akan kebodohan pangeran Ranablambang yang telah kena ditipunya. Di samping ahli mencuri, Dewa Maling adalah seorang licik yang teramat jahat hatinya. Begitu Tombak Trisula berada di tangannya segera dia pergi ke seorang tukang tempa dan disuruhnya membuat sebuah tombak yang bentuknya persis seperti Tombak Trisula yang asli. Kemudian Tombak Trisula yang palsu itulah yang diserahkannya pada Ranablambang.
"Dasar tolol!", kata Dewa Maling dalam hati, "kini aku punya kesempatan untuk jadi Raja Pajang! Jadi Raja Pajang! Jadi Raja, bukan main!".
Saking gembira dan geli akan ketololan Ranablambang di puncak sebuah bukit Dewa Maling tertawa gelak-gelak seorang diri.
"Orang gila dari manakah yang tertawa disiang bolong begini rupa!" satu suara tinggi membentak. Dua sosok bayangan bekelebat!
Dewa Maling Baju Hitam terkejut, menghentikan tawanya dan memandang berkeliling. Berubahlah paras Dewa Maling Baju Hitam sewaktu melihat dua orang gadis berjubah kuning berdiri dikiri kanannya. Siapa yang tak kenal dengan Sepasang Iblis Betina yang berparas cantik tapi berhati lebih kejam dari iblis?!
Untuk menghilangkan rasa terkejut dan kegentaran hatinya Dewa Maling buru-buru menjura hormat dan berkata.
"Ah, Sepasang Iblis Betina kiranya. Harap dimaafkan kalau suara tertawaku mengganggu ketenteraman kalian. Tapi hari ini aku benar-benar gembira…"
"Apa yang menyebabkan kau gembira?" tanya Nilamaharani.
"Anu . . . . hem …. aku menemukan sebuah kantung berisi perhiasan", jawab Dewa Maling dan sesudah itu laki-laki ini memaki ketololannya dalam hati. Mengapa dia harus menjawab begitu rupa?
Bukankah seribu jawaban lainnya bisa diberikannya. Hatinya tercekat sewaktu Nilamaharani bertanya lagi. "Mana coba kulihat kantung itu!"
Dengan masih memaki dalam hati Dewa Maling mengeluarkan kantung yang dimaksudkannya lalu diserahkannya pada Nilamaharani. Si gadis memeriksa isi kantung itu. Ternyata memang isinya perhiasan.
"Nasibmu memang beruntung, Dewa Maling. Namun sayang benda ini bukan rejekimu. Iblis-iblis di neraka telah menentukan agar perhiasan ini diserahkan padaku!".
Berubahlah paras Dewa Maling.
"Ah, rupanya memang demikian" kata Dewa Maling, "tapi lebih cocok lagi kalau perhiasan itu kita bagi dua saja …"
"Tutup mulut licikmu!" Nilamahadewi menukas. "Sekarang ayo lekas serahkan Tombak Trisula yang asli kepadaku!"
Dewa Maling Baju Hitam laksana disengat kalajengking. Dia undur beberapa langkah lalu tertawa.
"Kau bicara apakah, Iblis Betina?"
Nilamahadewi balas tertawa tapi penuh kesinisan. Dan gadis ini kemudian membentak. "Kau jangan berpura-pura pilon! Jangan berlagak tidak tahu! Ayo lekas serahkan Tombak Trisula itu!" Nilamahadewi mengulurkan tangan kanannya.
"Tombak Trisula? Tombak Trisula apa …? Aku betul-betul tidak mengerti!" kata Dewa Maling masih berpura-pura sedang hatinya tambah tidak enak. Naga-naganya bahaya perselisihan tak mungkin lagi dihindarkan. Walau bagaimanapun dia tak bakal menyerahkan Tombak Trisula tersebut. Yang membuat dia heran ialah bagaimana Iblis berbaju kuning ini mengetahui bahwa Tombak Trisula tumbal Kerajaan yang asli ada padanya!
Nilamahadewi mendengus dan pandangan matanya berubah angker.
"Tombak Trisula yang kau curi dari Istana Pajang! Ayo, kau masih mau dusta?!"
"Oh … sungguh telingamu tajam sekali, sungguh matamu terang sekali!" sahut Dewa Maling pula sambil memainkan senyum. "Jika tombak tersebut yang kau maksudkan, sayang telah kuserahkan pada Pangeran Ranablambang karena dialah yang menyuruh aku untuk mencurinya."
"Dan sebagai upahnya kau dihadiahi perhiasa dalam kantong tadi bukan? Yang kau katakan kau temui di tengah jalan?!" ujar Nilamaharani.
Nilamahadewi menimpali. "Terhadap lain orang kau boleh bicara dusta! Tapi terhadap kami awas!"
"Sungguh mati Tombak Trisula sudah kuserahkan pada Pangeran Ranablambang.
Pembantunya yang bernama Pandemang menyaksikan sendiri hal itu", kata Dewa Maling masih mempertahankan kedustaannya sedapat-dapatnya.
Nilamahadewi tertawa tinggi.
"Memang… memang telah kau serahkan pada si Ranablambang, tapi bukan tombak Trisula yang asli, melainkan yang palsu!".
Berobahlah paras Dewa Maling Baju Hitam. Tanpa membuang tempo lagi dia berkata,
"Maafkan aku Sepasang Iblis Betina. Karena masih ada lain urusan aku mohon diri!"
Habis berkata begitu Dewa Maling Baju Hitam cepat-cepat hendak berlalu. Tapi…
"Eeee … ee… ee! Mau ke mana Dewa Maling?! Apa kau tidak punya telinga? Mana Tombak Trisula itu?!" tanya Nilamahadewi dan cepat menghadang jalan Dewa Maling.
"Maaf Iblis Betina, aku tak bisa bicara panjang lebar lagi. Jika kau inginkan Tombak Trisula, mintalah langsung pada Pangeran Ranablambang."
"Kurang ajar! Masih berani mempermainkan aku!" teriak Nilamahadewi marah. Dia menerjang ke depan seraya mendorongkan telapak tangan kirinya. Serangkum angin keras menyambar ke dada Dewa Maling Baju Hitam. Yang diserang cepat berkelit, menjatuhkan diri lalu berguling aneh di tanah dan sesaat kemudian dia sudah berada lima belas tombak jauhnya dari kedua dara berbaju kuning itu!
"Caramu lari boleh juga! Tapi jangan harap bisa kabur mentah-mentah dari hadapanku!"
kertak Nilamahadewi. Dengan mempergunakan ilmu lompatan yang disebut "katak sakti melompati gunung", tubuhnya laksana terbang di udara dan sesaat kemudian sudah menghadang di hadapan Dewa Maling Baju Hitam.
Kaget Dewa Maling Baju Hitam bukan alang kepalang. Tahu bahwa pertempuran tak dapat dihindar dan untuk laripun tak mungkin, begitu berhadap-hadapan Dewa Maling segera mengirimkan satu tendangan ke uluhati Nilamahadewi. Serangan ini dengan mudah bisa dikelit oleh Nilamahadewi namun dia terperdaya. Tendangan yang dilancarkan lawan hanyalah tipuan belaka karena di saat dia bergerak mengelak, satu jotosan keras dari samping kiri hampir saja meremukkan batok kepalanya kalau dari jurusan lain kakaknya tidak datang membantu!
"Dasar iblis! Beraninya main keroyok!" bentak Dewa Maling marah dan penasaran.
"Kau berani memaki, bagus! Kupuntir lehermu!" teriak Nilamaharani.
"Majulah kalian berdua! Aku tidak takut!" jawab Dewa Maling Baju Hitam. Baru saja dia berkata begitu selarik sinar berkilauan menyambar membuat kedua lawannya tersentak kaget dan mundur!
Temyata Dewa Maling Baju Hitam telah mengeluarkan Tombak Trisula dan dengan senjata itu menyerang kedua lawannya. Karena Tombak Trijula adalah senjata sakti yang tak bisa dibuat main maka Nilamaharani dan adiknya harus berlaku hati-hati. Masih untung tombak mustika itu berada di tangah lawan seperti Dewa Maling, kalau di tangan seorang lawan yang jauh lebih tinggi kelihayannya pasti mereka akan mengalami kesulitan. Menghadapi Dewa Malingpun saat itu keduanya tak mau bertindak gegabah.
Tombak Trisula di tangan Dewa Maling bersiut-siut laksana hujan mencurah. Sepasang Iblis Betina bergerak gesit. Hanya bayangan warna baju mereka yang kuning kini yang kelihatan berkelebat kian kemari. Dewa Maling mempercepat putaran serahgannya. Dia tahu dirinya berada di atas angin dan kedua lawan tak berani maju mendekatinya. Enam jurus berlalu.
Tiba-tiba terdengar suara dua pekik yang keras dan menegakkan bulu roma. Di saat itu pula bayangan-bayangan kuning lenyap dari hadapan Dewa Maling. Sepasang Iblis Betina laksana gaib. Dewa Mating berlaku cerdik. Dia tak mau menghentikan putaran tombak yang sekaligus melindungi tubuhnya. Sambil terus berbuat begitu sepasang matanya berputar memandang berkeliling dengan tajam. Sebelum dia berhasil mengetahui di mana kedua lawannya berada mendadak setiup angin dingin berhembus keras dari samping kiri.
Dewa Maling terkejut. Tombak Trisula hampir saja terlepas dari tangan kanannya. Namun dia selamat dari pukulan "es iblis" yang amat berbahaya yang telah dilepaskan oleh Nilamaharani dari atas cabang pohon di sebelah kiri sana. Sebenarnya tombak mustika itulah yang telah menyelamatkan Dewa Maling. Kalau hanya mengandalkan kekuatannya sendiri mungkin dia sudah mendapat celaka saat itu.
Baru terlepas dari bahaya maut itu, Dewa Maling dibikin kaget lagi oleh kiblatan sinar kuning yang datang dari samping kanan. Sekali lagi Tombak Trisula dibabatkannya. Meskipun kali ini untuk kedua kalinya dia berhasil menyelamatkan diri namun Dewa Maling menjadi gugup sewaktu dari depan dan dari belakang kembali setiup angin dingin luar biasa menyambar dan dari depan selarik sinar kuning menderu. Hanya ada dua jalan untukc menyelamatkan diri dari dua serangan ganas meminta jiwa itu.
Pertama memutar Tombak Trisula. Namun ini masih memberi kesempatan salah satu serangan akan melanda tubuhnya Dewa Maling yaitu bila gerakannya menangkis kalah cepat dengan perbawa dua serangan tersebut. Cara kedua ialah dengan melompat ke atas! Dan cara inilab memang yang paling baik. Tanpa membuang tempo lagi Dewa Maling menjejakkan kedua kakinya. Sambil memutar Tombak Trisula di sekeliling tubuhnya, Dewa Maling melesat ke udara setinggi tujuh tombak.
"Buk"!
Satu pukulan keras menghantam bahu kanan Dewa Maling. Tulang selangkanya patah remuk. Jerit Dewa Maling setinggi langit. Ketika dia terguling di tanah dan bangun dengan tertatih-tatih baru disadarinya bahwa Tombak Trisula tak ada lagi dalam genggaman tangan kanannya!. Dia memandang ke depan. Senjata mustika itu kini dilihatnya berada di tangan Nilamaharani yang berdiri dengan bertolak pinggang dan menyunggingkan senyum mengejek!
Dewa Maling menggerutu setengah mati! Pada waktu dia melompat ke udara tadi. Nilamaharani yang berada di belakangnya tanpa diperhitungkan lagi oleh Dewa Maling, telah menyusupkan satu pukulan tapi tangan yang keras dan sekaligus berhasil merampas Tombak Trisula dari tangan Dewa Maling.
"Manusia-manusia haram jadah," maki Dewa Maling secara menggerakkan tangan mengeluarkan senjatanya yakni sebuah suling berwarna hijau, dan mendekatkannya ke bibir. Sebelum Dewa Maling meniup senjata itu, Nilamaharani telah menyerbu dengan Tombak Trisula!
"Keparat!", maki Dewa Maling. Dia terpaksa melompat jauh dan sejak detik itu tak punya kesempatan lagi untuk mempergunakan suling hijaunya karena setiap saat dia dibikin sibuk oleh serangan Tombak Trisula yang menderu ditambah pula dengan pukulan-pukulan tangan kosong Nilamahadewi yang ikut bantu kakaknya!
"Kalau aku bertahan terus, lama-lama aku bisa mampus percuma di sini," membatin Dewa Maling Baju Hitam.
Sambil mengelakkan satu tusukan tombak yang dilancarkan Nilamaharani, dengan gerakan yang tidak kelihatan oleh kedua lawannya, Dewa Maling mengambil sebuah benda sebesar tutup botol berwarna hitam.
"Betina-betina edan!" teriak Dewa Maling Baju Hitam kemudian. "Jika kalian benar-benar lihay, tangkislah senjata rahasiaku ini!"
Lalu dengan tangan kirinya Dewa Maling Baju Hitam melemparkan benda tersebut. Nilamaharani juga menyangka bahwa benda hitam itu betul-betul satu senjata rahasia, tak ayal lagi segera menyapu dengan Tombak Trisula. Begitu benda hitam dan Tombak risula beradu, terdengar suara letupan dan asap hitam yang amat tebal bertebar dengan cepatnya di seluruh tempat, menghalangi pemandangan mata yang bagaimanapun tajamnya.
"Kurang ajar! Kita tertipu!" seru Nilamaharani. Dan betul saja. Ketika asap hitam lenyap, Dewa Maling Baju Hitampun tak tampak lagi mata hidungnya di situ!
***
Next ...
Bab 13
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 00424


0 Response to "Sepasang Iblis Betina Bab 12"
Posting Komentar