WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 007
Tiga Setan Darah Dan Cambuk Api Angin
SEBELAS
SEPERTI telah dituturkan Setan Darah Pertama dengan memboyong murid Empu Tumapel meninggalkan tempat kediaman Setan Pikulan. Manusia bermuka merah ini langsung membawa Sekar ke gedungnya, membaringkan gadis itu di lantai salah sebuah kamar. Gedung tua itu hampir tidak berperabotan bahkan satu tempat tidurpun tak terdapat di sana! Saat itu Sekar masih berada dalam keadaan tertotok. Tak satupun yang dapat dibuat Sekar sewaktu dengan nafas kembang kempis dan nafsu menggelegak Setan Darah Pertama sambil menyeringai buruk membuka pakaian gadis itu satu demi satu! Gadis itu tertelentang di lantai kamar tanpa sehelai pakaianpun menutupi tubuhnya yang mulus itu kini. Senjata pemberian Empu Tumapel “Rantai Petaka Bumi” yang ditemui Setan Darah Pertama melilit di pinggang Sekar, diletakkan Setan Darah Pertama di sudut kamar. Setan Darah Pertama membasahi bibirnya dengan ujung lidah. Sepasang matanya laksana dikobari api, memandang tak berkedip pada tubuh Sekar yang menggeletak di lantai.
“Tubuh bagus… tubuh bagus! He… he… he… he….!” Setan Darah Pertama menyeringai. Kemudian tanpa menunggu lebih lama manusia bermuka merah ini membuka jubahnya. Jubah itu dilemparkannya ke sudut kamar! Sepasang tombak bermata dua dan pedang milik Pranajaya diletakkannya dekat kepala Sekar. Manusia ini baru saja berbaring dan menggelungi tubuh Sekar dengan kaki dan tangannya sewaktu laksana halilintar di siang hari bolong dia mendengar suara bentakan menggeledek dan bobolnya genteng di atas kamar itu!
“Setan Darah durjana! Rupanya kau bukan cuma tukang jagal manusia tapi juga laknat terkutuk tukang rusak kehormatan perempuan!”
Seperti seekor singa Setan Darah Pertama melompat dan menyambar pedang Ekasakti di atas lantai. Berdiri bulu kuduk Pranajaya menyaksikan manusia yang berdiri tanpa pakaian dihadapannya itu! Berdiri bulu kuduk bukan karena ngeri tapi karena merasa sangat geramnya ! Di lain pihak Setan Darah Pertama tidak pula kurang geramnya. Ternyata manusia yang menerobos masuk lewat genteng kamar bukan lain Pranajaya, pemuda tangan buntung yang memang tengah dicaricarinya!
“Budak bedebah! Dicari-cari tidak ketemu, sekarang datang sendiri antarkan nyawa!”
“Iblis bejat!” balas membentak Pranajaya.
“Bertiga dan mengeroyok kau memang unggul, tapi sekarang kita satu lawan satu!” Setan Darah Pertama tertawa buruk! Diacungkannya pedang Ekasakti yang ditangan kanannya.
“Kau lihat pedang ini huh?! Senjata milikmu ini sendiri yang akan menebas kau punya batang leher!” Habis berkata begitu Setan Darah Pertama menerjang ke muka. Tangannya bergerak, pedang menderu ke arah Pranajaya. Cepat-cepat si pemuda bertangan buntung melompat ke samping dan lepaskan pukulan angin sewu! Setan Darah Pertama yang tahu kehebatan ilmu pukulan tangan kosong ini buru-buru menyingkir dan menyambar jubah merahnya di sudut kamar! Kesempatan ini dipergunakan oleh Pranajaya untuk mengirimkan pukulan jotos sewu, satu ilmu pukulan yang diwarisinya dari Empu Blorok yang tak kalah hebatnya dengan ilmu pukulan angin sewu tadi! Angin keras pukulan Pranajaya membuat jubah Setan Darah Pertama mental sehingga pemiliknya tak berhasil mengambilnya! Dengan memaki terpaksa Setan Darah Pertama melompat lagi ke samping! Sewaktu Pranajaya mengintip di atas genteng dan menginjakkan kaki di lantai kamar itu sekaligus dia mengetahui bahwa gadis yang menggeletak di lantai kamar berada dalam keadaan tertotok. Karenanya ketika Setan Darah Pertama melompat ke samping, pemuda ini cepat cepat pergunakan tangan kirinya untuk melepaskan totokan di tubuh Sekar! Begitu tubuhnya lepas dari totokan begitu Sekar berteriak,
“Saudara awas!” Pranajaya mendengar suara sambaran angin dibelakangnya. Secepat kilat pemuda ini jatuhkan diri ke muka. Pedang Ekasakti membabat setengah jengkal di atas bahu kanannya! Prana terus menggulingkan diri dan dalam gerakan yang sudah diperhitungkan pemuda ini dalam berguling berhasil menyambar sepasang tombak bermata dua milik Setan Darah Pertama! Di lain pihak Sekar dengan sangat cepat segera mengenakan pakaiannya yang tadi sudah dipereteli Setan Darah Pertama. Dia merasa heran melihat pemuda bertangan buntung itu masih hidup malah dalam keadaan segar bugar. Apakah Wiro telah berhasil menolong pemuda ini? Tapi Wiro sendiri di mana sekarang?! Sekar tidak bisa berpikir lamalama. Begitu mengenakan pakaian, gadis ini segera mengambil Rantai Petaka Bumi miliknya yang diletakkan Setan Darah Pertama di sudut kamar! Sementara itu si pemuda tangan buntung terdengar membentak, “Iblis muka merah!” Prana acungkan sepasang tombak bermata dua yang keduanya sekaligus digenggamnya di tangan kanan.
“Kita samasama bersenjata sekarang! Mungkin senjata yang ditanganku ini yang akan lebih dulu mengambil nyawa pemiliknya sendiri!” Setan Darah Pertama kertakkan geraham. Tubuhnya berkelebat. Pedang di tangan manusia ini menabur sinar putih. Jurus yang dikeluarkan Tiga Setan Darah hebatnya luar biasa sekali karena dalam saat itu juga Pranajaya segera terbungkus serangan-serangan pedang Ekasakti miliknya sendiri! Pranajaya membentak keras. Gerakan murid Empu Blorok ini tak kalah sebat. Tubuhnya lenyap laksana bayang-bayang saja kini dan dua tombak bermata dua di tangannya menderu-deru. Dalam jurus pertama yang luar biasa hebatnya itu, senjata-senjata mereka beradu sampai empat kali berturut-turut dan memercikkan bunga api yang menyilaukan mata!
“Saudara! Kuharap kau suka mundur!” tiba-tiba Pranajaya mendengar seruan gadis yang tadi dilepaskannya totokannya.
“Manusia iblis laknat terkutuk ini harus mampus ditanganku!” Pranajaya mengerling dan melihat Sekar berdiri sambil memutar-mutar sebuah senjata berbentuk rantai yang ujungnya diganduli bola besi berduri! Tanpa perdulikan seruan si gadis Prana terus kirimkan serangan-serangan gencar terhadap Setan Darah Pertama. Dalam pertemuannya pertama kali di luar Kotaraja, Pranajaya memang tiada sanggup menghadapi Setan Darah Pertama, karena dia dikeroyok tiga. Namun,kali ini pertempuran jauh berbeda, satu lawan satu! Dan keluar biasaannya lagi ialah karena mereka bertempur dengan memegang senjata milik lawan masing-masing!
“Saudara! Mundurlah!” seru Sekar tidak sabar sewaktu pertempuran gencar itu memasuki jurus ke tiga. Gadis ini sudah tak dapat menahan kesabaran den dendam kesumatnya terhadap Setan Darah Pertama, manusia yang telah menelanjangi dan hampir saja merusak kehormatannya!
“Tidak bisa saudari!” seru Pranajaya membalas.
“Bangsat yang satu ini musti mampus ditanganku!”
“Nyawanya miliku!” teriak Sekar dan dia melompat ke muka sambil menyabetkan Rantai Petaka Bumi. Senjata itu menderu laksana angin topan, membuat kedua orang yang bertempur terpaksa sama melompat mundur ! Pranajaya penasaran sekali. Dia berpaling.
“Saudari kuharap, kau jangan mencampuri urusan ini. Kau telah selamat, sebaiknya lekas-lekas berlalu tinggalkan tempat ini!”
“Berlalu?!” sahut Sekar ketus!
“Sebelum kupecahkan kepala bangsat bermuka iblis ini aku tak akan tinggalkan tempat ini!”
”Aku tahu kebejatan yang telah dilakukannya yang membuat kau begitu inginkan jiwanya,” kata Pranajaya.
“Tapi itu tak seberapa….”
“Tak seberapa katamu?!” sentak Sekar dengan mata melotot!
“Manusia macam apa kau ini?! Perbuatan mesum terkutuk kau katakan hal yang tak seberapa!” Sementara kedua orang itu berdebat, Setan Darah Pertama memutar otak. Dia cuma seorang diri di situ, menghadapi dua lawan yang sama-sama inginkan jiwanya. Meski kedua lawan itu kini saling bertengkar namun bukan tidak mustahil keduanya akan sama-sama menggempurnya bersirebut cepat mencabut jiwanya! Dalam pertempuran beberapa jurus tadi Setan Darah Pertama telah pula dapat mengukur kehebatan Pranajaya. Satu lawan satu memang sukar juga baginya untuk menghadapi pemuda tangan buntung itu ! Satu-satunya jalan yang paling baik bagi Setan Darah Pertama saat itu ialah kabur dari situ dan kembali lagi bersama dua orang konco-konconya! Tanpa pikir panjang manusia bermuka merah ini segera menyambar jubahnya dan melompat ke atas genteng! Tapi kejut Setan Darah Pertama bukan olah-olah sewaktu dari atas genteng dari mana Pranajaya menerobos tadi bersiur angin laksana badai, melanda ke arahnya membuat tubuhnya terhempas hampir jatuh duduk di lantai kamar jika dia tidak cepat melompat ke samping dan jungkir balik dua kali berturut-turut. Sebelum dia mendongak ke atas sepasang telinga Setan Darah Pertama mendengar suara tertawa gelak-gelak! Sesosok tubuh muncul di atas atap dan duduk di palang kayu!
“Dua muda mudi bertengkar rebutkan jiwa manusia busuk! Si busuk cari kesempatan untuk larikan diri! Ha…. ha…. ha…. ha!” Prana dan Sekar menengadah ke atas genteng dan kedua orang ini sama-sama berseru,
“Wiro!”
Sekar terkejut sewaktu melihat Pranajaya kenal pada Wiro Sableng. Setan Darah Pertama memandang penuh amarah meluap ke atas genteng itu. Orang yang tertawa dan bicara serta duduk di atas itu bukan lain dari pemuda rambut gondrong yang sebelumnya telah membebaskan dan melarikan Pranajaya dari ruang batu karang yang kemudian bertempur sebentar dengan dia lalu larikan diri! Sambil kenakan jubahnya dengan cepat Setan Darah Pertama yang sebenarnya sudah semakin menciut nyalinya melihat kemunculan lawan baru ini, membentak keras,
“Bagus sekali! Semua musuhmusuhku sudah lengkap di sini! Silahkan turun pemuda sedeng!”
“Mulutmu terlalu besar! Apakah kambrat-kambratmu yang dua orang lainnya juga ada di sini heh?!”
“Tak usah banyak mulut! Jika punya nyali silahkan turun. Kalau tidak lekas minggat dari sini!” Mendengar ini Wiro Sableng tertawa gelak-gelak. Penasaran sekali Setan Darah Pertama berteriak memancing.
“Kalau kau tak berani baku hantam di sini, aku masih bersedia melayanimu di halaman luar!”
“Bertempur di halaman luar lalu cari kesempatan untuk larikan diri lagi…?!” Wiro Sableng tertawa lagi gelak-gelak! Setan Darah Pertama mendamprat dalam hati karena pancingannya diketahui lawan. Agaknya dia tak punya kesempatan lain daripada harus menghadapi ketiga musuhmusuhnya itu atau sekurang-kurangnya salah seorang dari mereka! Diam-diam Setan Darah Pertama salurkan seluruh tenaga dalamnya pada kedua ujung tangannya. Tiba-tiba dia membentak garang! Satu tangan meninju ke atas, tangan yang lain menjentik ke arah Pranajaya dan Sekar! Selarik besar sinar merah yang sangat panas menderu ke arah Pendekar 212 yang duduk ongkang-ongkang di atas atap kamar sedang lima larikan kecil sinar merah yang merupakan totokan-totokan beracun menyambar laksana kilat ke arah Sekar dan Pranajaya. Sekar putar Rantai Petaka Bumi, Prana menghindar ke samping sambil kiblatkan sepasang tombak bermata dua milik Setan Darah Pertama! Di atas genteng Wiro kelihatan gerakkan tangan kirinya. Satu angin dingin menderu memapasi angin merah panas Setan Darah Pertama dan membuat buyar serangan manusia muka merah itu. Penuh beringas Setan Darah Pertama melompat ke atas dan menyerang dengan pedang Ekasakti milik Pranajaya! Kini Wiro Sableng gerakkan tangan kanannya. Gumpalan angin keras menyambar ke arah Setan Darah Pertama. Inilah pukulan kunyuk melempar buah yang tak asing lagi dari Pendekar 212. Meski cuma mempergunakan setengah bagian saja dari tenaga dalamnya dalam melancarkan pukulan ini, namun tak urung Setan Darah Pertama terkejut hebat dan cepatcepat menyingkir ke samping dan kembali turun ke lantai. Keringat dingin memercik di muka manusia yang berwarna merah itu. Nyalinya benar-benar menciut! Ilmu pukulan apakah yang dimiliki dan telah dilepaskan tadi oleh si pemuda di atas genteng itu yang demikian hebatnya sehingga dia tiada sanggup menerimanya?!
“Setan muka merah, apakah kau betul-betul tidak tahu di mana dua kambratmu yang lain berada?!” tanya Wiro Sableng dari atas. ”Di mana mereka berada itu bukan urusanmu!” jawab Setan Darah Pertama keras sekedar untuk melenyapkan rasa bergidiknya. Wiro tertawa.
“Rupanya kau sendiri kurang begitu tahu. Biar aku tunjukkan di mana mereka berada!,” kata Pendekar 212 pula. Kedua tangannya kelihatan ke luar dari lowongan genteng. Sesaat kemudian bila tangan itu bergerak turun maka dua sosok tubuh manusia berjubah merah laksana dua batang pisang melesat ke bawah, jatuh dengan keras di atas lantai kamar dihadapan Setan Darah Pertama ! Muka Setan Darah Pertama berubah pucat. Bulu kuduknya berdiri. Kedua kambratnya itu menggeletak di lantai dengan kepala pecah, darah dan otak bermuncratan ! Sewaktu meninggalkan Pranajaya tadi, Wiro berhasil mencari keterangan di mana letak tempat kediaman Setan Pikulan. Karena lebih mengawatirkan keselamatan Sekar maka Pendekar 212 memutuskan lebih baik saat itu saja dia langsung ke tempat si Setan Pikulan. Tapi apa yang ditemuinya di situ mengejutkannya. Setan Pikulan menggeletak di sebuah kamar! Kedua tangannya buntung putus. Manusia ini tiada bergerak-gerak tapi masih hidup megap-megap. Dalam berpikir-pikir apa yang telah terjadi dengan Setan Pikulan dan terus mencari di mana Sekar berada akhirnya dia mendobrak sebuah kamar dan menemui Setan Darah Kedua tengah merusak kehormatan dua orang perempuan muda!
“Setan alas benar!” teriak Wiro. Hanya dalam dua jurus saja Setan Darah Pertama dibikin tak berdaya di makan totokan Wiro. Mula-mula manusia ini tak mau menerangkan di mana kawannya yang lain berada tapi setelah dipaksa akhirnya Wiro mengetahui juga dan mendapatkan Setan Darah Ketiga di kamar sebelah, juga tengah merusak kehormatan dua orang perempuan muda! Nasib Setan Darah Ketiga tidak beda dengan kawannya yang terdahulu. Satu jurus bertempur manusia ini segera kena ditotok oleh Wiro dan sekligus keduanya dibawa oleh Wiro ke gedung tua tempat kediaman Tiga Setan Darah. Kedatangannya di sana disambut oleh suasana yang tak terduga pula! Sekar dan Prana dilihatnya saling bertengkar sedang Setan Darah Pertama dalam keadaan telanjang bulat siap-siap hendak melarikan diri! Untuk beberapa lamanya muka Setan Darah Pertama masih memucat dan kedua lututnya goyah menyaksikan kematian dua orang koleganya itu di muka hidungnya sendiri. Putus asa karena mengetahui tak ada jalan untuk lari serta kalap melihat kematian kawan-kawannya, maka Tiga Setan Darah Pertama kiblatkan pedang Ekasakti dan mengamuk menerabas Sekar serta Pranajaya! Maka pertempuran seru segera terjadi.
“Sekar sebaiknya kau mundur saja!” Wiro berseru dari atas genteng.
“Tidak bisa Wiro. Bangsat ini hampir saja merusak kehormatanku!,” jawab Sekar seraya putar senjatanya dengan sebat.
“Aku mengerti. Tapi kau telah diselamatkan oleh Prana sedang Prana mempunyai dendam kesumat belasan tahun terhadap bangsat itu! Ayahnya dibunuh oleh Setan Darah Pertama itu!” Akhirnya Sekar mengalah juga dan ke luar dari kalangan pertempuran. Keputusasaan, kekalapan dan nyali yang telah melumer itulah yang bersarang di diri Setan Darah Pertama. Laksana banteng terluka manusia berjubah merah ini mengamuk hebat dan ganas sekali. Serangan-serangannya berbahaya dan penuh tipu-tipu licik. Namun itu semua tiada arti bagi Pranajaya yang menghadapi musuhnya itu dengan hati panas pula tapi kepala dingin penuh ketenangan ! Sembilan belas jurus berlalu cepat. Wiro bersiul-siul seenaknya.
“Pertempuran hebat!” seru pemuda dari gunung Gede itu.
“Ayo Prana! Lawanmu sudah mulai kewalahan! Satu dua jurus di muka pasti senjata milik iblis yang ditanganmu itu akan merenggut nyawanya!” Apa yang dikatakan Pendekar 212 menjadi kenyataan. Dalam jurus keduapuluh satu laksana seorang penari Pranajaya meliuk mengelakkan sambaran pedang Ekasakti yang dibabatkan Setan Darah Pertama kepinggangnya. Pedang itu membalik lagi dengan ganasnya. Prana geser kedua kaki dan tusukkan sekaligus kedua tombak yang dalam genggamannya ke muka Setan Darah Pertama. Iblis bermuka merah ini rundukkan kepala! Tapi tusukan tadi cuma tipu belaka, karena begitu pedang lawan lewat dan tusukan tombaknya tersorong ke muka dengan serta merta Pranajaya gebukkan sepasang tombak itu ke kepala Setan Darah Pertama! Setan Darah Pertama melompat ke samping! Tapi betapapun cepatnya dia tetap terlambat. Meski bisa selamatkan kepala namun dia tak sanggup menghindarkan bahunya dari hantaman senjata miliknya sendiri itu !
“Kraak!”
Tulang bahu Setan Darah Pertama yang sebelah kanan hancur remuk! Setan Darah Pertama melolong macam anjing! Tubuhnya miring dan terjerongkang ke lantai. Dalam keadaan seperti itu dia masih hendak menyapukan pedang di tangan kanannya ke kaki Prana, tapi senjata itu terlepas dari tangannya yang sudah tak ada daya kekuatan lagi! Empat mata tombak ditekankan oleh Pranajaya ke batang leher Setan Darah Pertama. Tenggorokan manusia muka merah ini kelihatan turun naik. Muka nya mengerenyit dan keringat membasahi sekujur tubuhnya.
“Setan Darah!,” desis Pranajaya.
“Apa kau masih ingat saat-saat sewaktu kau membunuh ayahku dulu?! Apa kau masih ingat sewaktu tangan kiriku ini kau buntungkan dulu?!”
“Orang muda..,” ujar Setan Darah Pertama, “kasihani diriku yang buruk ini! Kalau kau ampunkan jiwaku, kelak aku akan berikan hadiah besar serta jabatan tinggi di Istana !” Prana tertawa. Wiro Sableng mengekeh.
“Jangan dengar mulut kentut iblis itu, Prana!” memperingatkan Wiro. Pranajaya mengangguk.
“Manusia macam dia siapa yang mau percaya!,” menyahuti pemuda bertangan buntung itu. Prana lemparkan ke samping dua tombak milik Setan Darah Pertama dan membungkuk cepat mengambil pedangnya! Setan Darah Pertama gerakkan tubuhnya sedikit tapi ujung pedang kini menggantikan empat mata tombak yang menekan batang lehernya !
“Apa yang dulu kau lakukan terhadap bapakku, kini akan kau rasakan sendiri, Setan Darah!”
“Craas!”
Setan Darah Pertama meraung setinggi langit. Pedang Ekasakti membabat buntung mengerikan! Setan Darah Pertama melejanglejang! Dia berteriak, “Bunuh aku! Bunuh saja segera !”
“Rupanya kunyuk muka merah itu tidak takut mampus, Prana!” ejek Wiro dari atas genteng.
“Ya, karena dia akan ketemu dengan setan-setan yang jadi kambrat-kambratnya di neraka!” sahut Pranajaya. Kemudian dengan tak ampun lagi pemuda itu tusukkan ujung pedangnya ke batang leher Setan Darah Pertama. Manusia ini mengeluarkan suara seperti ayam disembelih. Tubuhnya masih melejang-lejang beberapa lama kemudian diam tak bergerak-gerak lagi tanda nyawanya sudah lepas meninggalkan tubuh!
“Sobat-sobat, urusan kita di sini sudah selesai. Mari segera tinggalkan tempat sialan ini!” seru Wiro Sableng. Sekar dan Prana saling berpandangan sebentar, kemudian si gadis melompat ke atas genteng disusul oleh Pranajaya. Namun baru saja ketiga orang itu sampai di halaman luar, terkejutlah mereka. Kira-kira lima puluh orang prajurit Kerajaan telah mengurung tempat itu dan delapan manusia aneh berdiri memencar, memandang dengan pandangan yang menggidikkan ke arah mereka. Salah seorang dari yang delapan ini berteriak. Suaranya melengking macam perempuan.
“Tikus-tikus bermuka manusia! Jangan harap kalian bisa berlalu hidup-hidup dari sini!”
***
SEPERTI telah dituturkan Setan Darah Pertama dengan memboyong murid Empu Tumapel meninggalkan tempat kediaman Setan Pikulan. Manusia bermuka merah ini langsung membawa Sekar ke gedungnya, membaringkan gadis itu di lantai salah sebuah kamar. Gedung tua itu hampir tidak berperabotan bahkan satu tempat tidurpun tak terdapat di sana! Saat itu Sekar masih berada dalam keadaan tertotok. Tak satupun yang dapat dibuat Sekar sewaktu dengan nafas kembang kempis dan nafsu menggelegak Setan Darah Pertama sambil menyeringai buruk membuka pakaian gadis itu satu demi satu! Gadis itu tertelentang di lantai kamar tanpa sehelai pakaianpun menutupi tubuhnya yang mulus itu kini. Senjata pemberian Empu Tumapel “Rantai Petaka Bumi” yang ditemui Setan Darah Pertama melilit di pinggang Sekar, diletakkan Setan Darah Pertama di sudut kamar. Setan Darah Pertama membasahi bibirnya dengan ujung lidah. Sepasang matanya laksana dikobari api, memandang tak berkedip pada tubuh Sekar yang menggeletak di lantai.
“Tubuh bagus… tubuh bagus! He… he… he… he….!” Setan Darah Pertama menyeringai. Kemudian tanpa menunggu lebih lama manusia bermuka merah ini membuka jubahnya. Jubah itu dilemparkannya ke sudut kamar! Sepasang tombak bermata dua dan pedang milik Pranajaya diletakkannya dekat kepala Sekar. Manusia ini baru saja berbaring dan menggelungi tubuh Sekar dengan kaki dan tangannya sewaktu laksana halilintar di siang hari bolong dia mendengar suara bentakan menggeledek dan bobolnya genteng di atas kamar itu!
“Setan Darah durjana! Rupanya kau bukan cuma tukang jagal manusia tapi juga laknat terkutuk tukang rusak kehormatan perempuan!”
Seperti seekor singa Setan Darah Pertama melompat dan menyambar pedang Ekasakti di atas lantai. Berdiri bulu kuduk Pranajaya menyaksikan manusia yang berdiri tanpa pakaian dihadapannya itu! Berdiri bulu kuduk bukan karena ngeri tapi karena merasa sangat geramnya ! Di lain pihak Setan Darah Pertama tidak pula kurang geramnya. Ternyata manusia yang menerobos masuk lewat genteng kamar bukan lain Pranajaya, pemuda tangan buntung yang memang tengah dicaricarinya!
“Budak bedebah! Dicari-cari tidak ketemu, sekarang datang sendiri antarkan nyawa!”
“Iblis bejat!” balas membentak Pranajaya.
“Bertiga dan mengeroyok kau memang unggul, tapi sekarang kita satu lawan satu!” Setan Darah Pertama tertawa buruk! Diacungkannya pedang Ekasakti yang ditangan kanannya.
“Kau lihat pedang ini huh?! Senjata milikmu ini sendiri yang akan menebas kau punya batang leher!” Habis berkata begitu Setan Darah Pertama menerjang ke muka. Tangannya bergerak, pedang menderu ke arah Pranajaya. Cepat-cepat si pemuda bertangan buntung melompat ke samping dan lepaskan pukulan angin sewu! Setan Darah Pertama yang tahu kehebatan ilmu pukulan tangan kosong ini buru-buru menyingkir dan menyambar jubah merahnya di sudut kamar! Kesempatan ini dipergunakan oleh Pranajaya untuk mengirimkan pukulan jotos sewu, satu ilmu pukulan yang diwarisinya dari Empu Blorok yang tak kalah hebatnya dengan ilmu pukulan angin sewu tadi! Angin keras pukulan Pranajaya membuat jubah Setan Darah Pertama mental sehingga pemiliknya tak berhasil mengambilnya! Dengan memaki terpaksa Setan Darah Pertama melompat lagi ke samping! Sewaktu Pranajaya mengintip di atas genteng dan menginjakkan kaki di lantai kamar itu sekaligus dia mengetahui bahwa gadis yang menggeletak di lantai kamar berada dalam keadaan tertotok. Karenanya ketika Setan Darah Pertama melompat ke samping, pemuda ini cepat cepat pergunakan tangan kirinya untuk melepaskan totokan di tubuh Sekar! Begitu tubuhnya lepas dari totokan begitu Sekar berteriak,
“Saudara awas!” Pranajaya mendengar suara sambaran angin dibelakangnya. Secepat kilat pemuda ini jatuhkan diri ke muka. Pedang Ekasakti membabat setengah jengkal di atas bahu kanannya! Prana terus menggulingkan diri dan dalam gerakan yang sudah diperhitungkan pemuda ini dalam berguling berhasil menyambar sepasang tombak bermata dua milik Setan Darah Pertama! Di lain pihak Sekar dengan sangat cepat segera mengenakan pakaiannya yang tadi sudah dipereteli Setan Darah Pertama. Dia merasa heran melihat pemuda bertangan buntung itu masih hidup malah dalam keadaan segar bugar. Apakah Wiro telah berhasil menolong pemuda ini? Tapi Wiro sendiri di mana sekarang?! Sekar tidak bisa berpikir lamalama. Begitu mengenakan pakaian, gadis ini segera mengambil Rantai Petaka Bumi miliknya yang diletakkan Setan Darah Pertama di sudut kamar! Sementara itu si pemuda tangan buntung terdengar membentak, “Iblis muka merah!” Prana acungkan sepasang tombak bermata dua yang keduanya sekaligus digenggamnya di tangan kanan.
“Kita samasama bersenjata sekarang! Mungkin senjata yang ditanganku ini yang akan lebih dulu mengambil nyawa pemiliknya sendiri!” Setan Darah Pertama kertakkan geraham. Tubuhnya berkelebat. Pedang di tangan manusia ini menabur sinar putih. Jurus yang dikeluarkan Tiga Setan Darah hebatnya luar biasa sekali karena dalam saat itu juga Pranajaya segera terbungkus serangan-serangan pedang Ekasakti miliknya sendiri! Pranajaya membentak keras. Gerakan murid Empu Blorok ini tak kalah sebat. Tubuhnya lenyap laksana bayang-bayang saja kini dan dua tombak bermata dua di tangannya menderu-deru. Dalam jurus pertama yang luar biasa hebatnya itu, senjata-senjata mereka beradu sampai empat kali berturut-turut dan memercikkan bunga api yang menyilaukan mata!
“Saudara! Kuharap kau suka mundur!” tiba-tiba Pranajaya mendengar seruan gadis yang tadi dilepaskannya totokannya.
“Manusia iblis laknat terkutuk ini harus mampus ditanganku!” Pranajaya mengerling dan melihat Sekar berdiri sambil memutar-mutar sebuah senjata berbentuk rantai yang ujungnya diganduli bola besi berduri! Tanpa perdulikan seruan si gadis Prana terus kirimkan serangan-serangan gencar terhadap Setan Darah Pertama. Dalam pertemuannya pertama kali di luar Kotaraja, Pranajaya memang tiada sanggup menghadapi Setan Darah Pertama, karena dia dikeroyok tiga. Namun,kali ini pertempuran jauh berbeda, satu lawan satu! Dan keluar biasaannya lagi ialah karena mereka bertempur dengan memegang senjata milik lawan masing-masing!
“Saudara! Mundurlah!” seru Sekar tidak sabar sewaktu pertempuran gencar itu memasuki jurus ke tiga. Gadis ini sudah tak dapat menahan kesabaran den dendam kesumatnya terhadap Setan Darah Pertama, manusia yang telah menelanjangi dan hampir saja merusak kehormatannya!
“Tidak bisa saudari!” seru Pranajaya membalas.
“Bangsat yang satu ini musti mampus ditanganku!”
“Nyawanya miliku!” teriak Sekar dan dia melompat ke muka sambil menyabetkan Rantai Petaka Bumi. Senjata itu menderu laksana angin topan, membuat kedua orang yang bertempur terpaksa sama melompat mundur ! Pranajaya penasaran sekali. Dia berpaling.
“Saudari kuharap, kau jangan mencampuri urusan ini. Kau telah selamat, sebaiknya lekas-lekas berlalu tinggalkan tempat ini!”
“Berlalu?!” sahut Sekar ketus!
“Sebelum kupecahkan kepala bangsat bermuka iblis ini aku tak akan tinggalkan tempat ini!”
”Aku tahu kebejatan yang telah dilakukannya yang membuat kau begitu inginkan jiwanya,” kata Pranajaya.
“Tapi itu tak seberapa….”
“Tak seberapa katamu?!” sentak Sekar dengan mata melotot!
“Manusia macam apa kau ini?! Perbuatan mesum terkutuk kau katakan hal yang tak seberapa!” Sementara kedua orang itu berdebat, Setan Darah Pertama memutar otak. Dia cuma seorang diri di situ, menghadapi dua lawan yang sama-sama inginkan jiwanya. Meski kedua lawan itu kini saling bertengkar namun bukan tidak mustahil keduanya akan sama-sama menggempurnya bersirebut cepat mencabut jiwanya! Dalam pertempuran beberapa jurus tadi Setan Darah Pertama telah pula dapat mengukur kehebatan Pranajaya. Satu lawan satu memang sukar juga baginya untuk menghadapi pemuda tangan buntung itu ! Satu-satunya jalan yang paling baik bagi Setan Darah Pertama saat itu ialah kabur dari situ dan kembali lagi bersama dua orang konco-konconya! Tanpa pikir panjang manusia bermuka merah ini segera menyambar jubahnya dan melompat ke atas genteng! Tapi kejut Setan Darah Pertama bukan olah-olah sewaktu dari atas genteng dari mana Pranajaya menerobos tadi bersiur angin laksana badai, melanda ke arahnya membuat tubuhnya terhempas hampir jatuh duduk di lantai kamar jika dia tidak cepat melompat ke samping dan jungkir balik dua kali berturut-turut. Sebelum dia mendongak ke atas sepasang telinga Setan Darah Pertama mendengar suara tertawa gelak-gelak! Sesosok tubuh muncul di atas atap dan duduk di palang kayu!
“Dua muda mudi bertengkar rebutkan jiwa manusia busuk! Si busuk cari kesempatan untuk larikan diri! Ha…. ha…. ha…. ha!” Prana dan Sekar menengadah ke atas genteng dan kedua orang ini sama-sama berseru,
“Wiro!”
Sekar terkejut sewaktu melihat Pranajaya kenal pada Wiro Sableng. Setan Darah Pertama memandang penuh amarah meluap ke atas genteng itu. Orang yang tertawa dan bicara serta duduk di atas itu bukan lain dari pemuda rambut gondrong yang sebelumnya telah membebaskan dan melarikan Pranajaya dari ruang batu karang yang kemudian bertempur sebentar dengan dia lalu larikan diri! Sambil kenakan jubahnya dengan cepat Setan Darah Pertama yang sebenarnya sudah semakin menciut nyalinya melihat kemunculan lawan baru ini, membentak keras,
“Bagus sekali! Semua musuhmusuhku sudah lengkap di sini! Silahkan turun pemuda sedeng!”
“Mulutmu terlalu besar! Apakah kambrat-kambratmu yang dua orang lainnya juga ada di sini heh?!”
“Tak usah banyak mulut! Jika punya nyali silahkan turun. Kalau tidak lekas minggat dari sini!” Mendengar ini Wiro Sableng tertawa gelak-gelak. Penasaran sekali Setan Darah Pertama berteriak memancing.
“Kalau kau tak berani baku hantam di sini, aku masih bersedia melayanimu di halaman luar!”
“Bertempur di halaman luar lalu cari kesempatan untuk larikan diri lagi…?!” Wiro Sableng tertawa lagi gelak-gelak! Setan Darah Pertama mendamprat dalam hati karena pancingannya diketahui lawan. Agaknya dia tak punya kesempatan lain daripada harus menghadapi ketiga musuhmusuhnya itu atau sekurang-kurangnya salah seorang dari mereka! Diam-diam Setan Darah Pertama salurkan seluruh tenaga dalamnya pada kedua ujung tangannya. Tiba-tiba dia membentak garang! Satu tangan meninju ke atas, tangan yang lain menjentik ke arah Pranajaya dan Sekar! Selarik besar sinar merah yang sangat panas menderu ke arah Pendekar 212 yang duduk ongkang-ongkang di atas atap kamar sedang lima larikan kecil sinar merah yang merupakan totokan-totokan beracun menyambar laksana kilat ke arah Sekar dan Pranajaya. Sekar putar Rantai Petaka Bumi, Prana menghindar ke samping sambil kiblatkan sepasang tombak bermata dua milik Setan Darah Pertama! Di atas genteng Wiro kelihatan gerakkan tangan kirinya. Satu angin dingin menderu memapasi angin merah panas Setan Darah Pertama dan membuat buyar serangan manusia muka merah itu. Penuh beringas Setan Darah Pertama melompat ke atas dan menyerang dengan pedang Ekasakti milik Pranajaya! Kini Wiro Sableng gerakkan tangan kanannya. Gumpalan angin keras menyambar ke arah Setan Darah Pertama. Inilah pukulan kunyuk melempar buah yang tak asing lagi dari Pendekar 212. Meski cuma mempergunakan setengah bagian saja dari tenaga dalamnya dalam melancarkan pukulan ini, namun tak urung Setan Darah Pertama terkejut hebat dan cepatcepat menyingkir ke samping dan kembali turun ke lantai. Keringat dingin memercik di muka manusia yang berwarna merah itu. Nyalinya benar-benar menciut! Ilmu pukulan apakah yang dimiliki dan telah dilepaskan tadi oleh si pemuda di atas genteng itu yang demikian hebatnya sehingga dia tiada sanggup menerimanya?!
“Setan muka merah, apakah kau betul-betul tidak tahu di mana dua kambratmu yang lain berada?!” tanya Wiro Sableng dari atas. ”Di mana mereka berada itu bukan urusanmu!” jawab Setan Darah Pertama keras sekedar untuk melenyapkan rasa bergidiknya. Wiro tertawa.
“Rupanya kau sendiri kurang begitu tahu. Biar aku tunjukkan di mana mereka berada!,” kata Pendekar 212 pula. Kedua tangannya kelihatan ke luar dari lowongan genteng. Sesaat kemudian bila tangan itu bergerak turun maka dua sosok tubuh manusia berjubah merah laksana dua batang pisang melesat ke bawah, jatuh dengan keras di atas lantai kamar dihadapan Setan Darah Pertama ! Muka Setan Darah Pertama berubah pucat. Bulu kuduknya berdiri. Kedua kambratnya itu menggeletak di lantai dengan kepala pecah, darah dan otak bermuncratan ! Sewaktu meninggalkan Pranajaya tadi, Wiro berhasil mencari keterangan di mana letak tempat kediaman Setan Pikulan. Karena lebih mengawatirkan keselamatan Sekar maka Pendekar 212 memutuskan lebih baik saat itu saja dia langsung ke tempat si Setan Pikulan. Tapi apa yang ditemuinya di situ mengejutkannya. Setan Pikulan menggeletak di sebuah kamar! Kedua tangannya buntung putus. Manusia ini tiada bergerak-gerak tapi masih hidup megap-megap. Dalam berpikir-pikir apa yang telah terjadi dengan Setan Pikulan dan terus mencari di mana Sekar berada akhirnya dia mendobrak sebuah kamar dan menemui Setan Darah Kedua tengah merusak kehormatan dua orang perempuan muda!
“Setan alas benar!” teriak Wiro. Hanya dalam dua jurus saja Setan Darah Pertama dibikin tak berdaya di makan totokan Wiro. Mula-mula manusia ini tak mau menerangkan di mana kawannya yang lain berada tapi setelah dipaksa akhirnya Wiro mengetahui juga dan mendapatkan Setan Darah Ketiga di kamar sebelah, juga tengah merusak kehormatan dua orang perempuan muda! Nasib Setan Darah Ketiga tidak beda dengan kawannya yang terdahulu. Satu jurus bertempur manusia ini segera kena ditotok oleh Wiro dan sekligus keduanya dibawa oleh Wiro ke gedung tua tempat kediaman Tiga Setan Darah. Kedatangannya di sana disambut oleh suasana yang tak terduga pula! Sekar dan Prana dilihatnya saling bertengkar sedang Setan Darah Pertama dalam keadaan telanjang bulat siap-siap hendak melarikan diri! Untuk beberapa lamanya muka Setan Darah Pertama masih memucat dan kedua lututnya goyah menyaksikan kematian dua orang koleganya itu di muka hidungnya sendiri. Putus asa karena mengetahui tak ada jalan untuk lari serta kalap melihat kematian kawan-kawannya, maka Tiga Setan Darah Pertama kiblatkan pedang Ekasakti dan mengamuk menerabas Sekar serta Pranajaya! Maka pertempuran seru segera terjadi.
“Sekar sebaiknya kau mundur saja!” Wiro berseru dari atas genteng.
“Tidak bisa Wiro. Bangsat ini hampir saja merusak kehormatanku!,” jawab Sekar seraya putar senjatanya dengan sebat.
“Aku mengerti. Tapi kau telah diselamatkan oleh Prana sedang Prana mempunyai dendam kesumat belasan tahun terhadap bangsat itu! Ayahnya dibunuh oleh Setan Darah Pertama itu!” Akhirnya Sekar mengalah juga dan ke luar dari kalangan pertempuran. Keputusasaan, kekalapan dan nyali yang telah melumer itulah yang bersarang di diri Setan Darah Pertama. Laksana banteng terluka manusia berjubah merah ini mengamuk hebat dan ganas sekali. Serangan-serangannya berbahaya dan penuh tipu-tipu licik. Namun itu semua tiada arti bagi Pranajaya yang menghadapi musuhnya itu dengan hati panas pula tapi kepala dingin penuh ketenangan ! Sembilan belas jurus berlalu cepat. Wiro bersiul-siul seenaknya.
“Pertempuran hebat!” seru pemuda dari gunung Gede itu.
“Ayo Prana! Lawanmu sudah mulai kewalahan! Satu dua jurus di muka pasti senjata milik iblis yang ditanganmu itu akan merenggut nyawanya!” Apa yang dikatakan Pendekar 212 menjadi kenyataan. Dalam jurus keduapuluh satu laksana seorang penari Pranajaya meliuk mengelakkan sambaran pedang Ekasakti yang dibabatkan Setan Darah Pertama kepinggangnya. Pedang itu membalik lagi dengan ganasnya. Prana geser kedua kaki dan tusukkan sekaligus kedua tombak yang dalam genggamannya ke muka Setan Darah Pertama. Iblis bermuka merah ini rundukkan kepala! Tapi tusukan tadi cuma tipu belaka, karena begitu pedang lawan lewat dan tusukan tombaknya tersorong ke muka dengan serta merta Pranajaya gebukkan sepasang tombak itu ke kepala Setan Darah Pertama! Setan Darah Pertama melompat ke samping! Tapi betapapun cepatnya dia tetap terlambat. Meski bisa selamatkan kepala namun dia tak sanggup menghindarkan bahunya dari hantaman senjata miliknya sendiri itu !
“Kraak!”
Tulang bahu Setan Darah Pertama yang sebelah kanan hancur remuk! Setan Darah Pertama melolong macam anjing! Tubuhnya miring dan terjerongkang ke lantai. Dalam keadaan seperti itu dia masih hendak menyapukan pedang di tangan kanannya ke kaki Prana, tapi senjata itu terlepas dari tangannya yang sudah tak ada daya kekuatan lagi! Empat mata tombak ditekankan oleh Pranajaya ke batang leher Setan Darah Pertama. Tenggorokan manusia muka merah ini kelihatan turun naik. Muka nya mengerenyit dan keringat membasahi sekujur tubuhnya.
“Setan Darah!,” desis Pranajaya.
“Apa kau masih ingat saat-saat sewaktu kau membunuh ayahku dulu?! Apa kau masih ingat sewaktu tangan kiriku ini kau buntungkan dulu?!”
“Orang muda..,” ujar Setan Darah Pertama, “kasihani diriku yang buruk ini! Kalau kau ampunkan jiwaku, kelak aku akan berikan hadiah besar serta jabatan tinggi di Istana !” Prana tertawa. Wiro Sableng mengekeh.
“Jangan dengar mulut kentut iblis itu, Prana!” memperingatkan Wiro. Pranajaya mengangguk.
“Manusia macam dia siapa yang mau percaya!,” menyahuti pemuda bertangan buntung itu. Prana lemparkan ke samping dua tombak milik Setan Darah Pertama dan membungkuk cepat mengambil pedangnya! Setan Darah Pertama gerakkan tubuhnya sedikit tapi ujung pedang kini menggantikan empat mata tombak yang menekan batang lehernya !
“Apa yang dulu kau lakukan terhadap bapakku, kini akan kau rasakan sendiri, Setan Darah!”
“Craas!”
Setan Darah Pertama meraung setinggi langit. Pedang Ekasakti membabat buntung mengerikan! Setan Darah Pertama melejanglejang! Dia berteriak, “Bunuh aku! Bunuh saja segera !”
“Rupanya kunyuk muka merah itu tidak takut mampus, Prana!” ejek Wiro dari atas genteng.
“Ya, karena dia akan ketemu dengan setan-setan yang jadi kambrat-kambratnya di neraka!” sahut Pranajaya. Kemudian dengan tak ampun lagi pemuda itu tusukkan ujung pedangnya ke batang leher Setan Darah Pertama. Manusia ini mengeluarkan suara seperti ayam disembelih. Tubuhnya masih melejang-lejang beberapa lama kemudian diam tak bergerak-gerak lagi tanda nyawanya sudah lepas meninggalkan tubuh!
“Sobat-sobat, urusan kita di sini sudah selesai. Mari segera tinggalkan tempat sialan ini!” seru Wiro Sableng. Sekar dan Prana saling berpandangan sebentar, kemudian si gadis melompat ke atas genteng disusul oleh Pranajaya. Namun baru saja ketiga orang itu sampai di halaman luar, terkejutlah mereka. Kira-kira lima puluh orang prajurit Kerajaan telah mengurung tempat itu dan delapan manusia aneh berdiri memencar, memandang dengan pandangan yang menggidikkan ke arah mereka. Salah seorang dari yang delapan ini berteriak. Suaranya melengking macam perempuan.
“Tikus-tikus bermuka manusia! Jangan harap kalian bisa berlalu hidup-hidup dari sini!”
***
Next ...
Bab 12
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245
Bab 12
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245
0 Response to "Tiga Setan Darah Dan Cambuk Api Angin Bab 11"
Posting Komentar