WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 185
Jabang Bayi Dalam Guci
ENAM
ORANG berambut hitam panjang berpakaian hijau memang adalah gadis bernama Jaka Pesolek yang selama Ini dikenal sebagai satu-satunya manusia memiliki kepandaian aneh luar biasa. Yaitu mampu menangkap petir.
Dengan gerakan kilat Jaka Pesolek kembangkang dua tangan lalu sett..sett…sett…sett! empat ujung tali hitam tahu-tahu sudah berada dalam cekalannya lalu dengan kecepatan luar biasa dibuntal demikian rupa malah digulung-gulung ke tubuhnya sendirl seperti bermain-main!.
"Petir jeleki Tidak ada apa-apanya!" Si gadis berteriak lalu dia melesat ke arah sebuah pohon besar di kiri luar tembok istana. Tubuh diputar.
"Retttt!"
Empat tali hitam yang menggulung tubuh terbuka lalu dengan cepat ganti digulung ke batang pohon.
sambil tertawa haha-hihi Jaka Pesolek melayang turun ke tanah. Mulutnya lagi-lagi berucap.
"Petir jelek! Tidur saja kalian di batang pohon itu! Sialan! Hanya membuang-buang waktuku saja.
Baru saja si gadis keluarkan ucapan tiba-tiba greek…greekk….greekkl Empat tali hitam yang digulung pada batang pohon bergeletar keras seperti ada yang menyentakkan. Di lain kejap batang pohon putus di tiga tempat lalu tumbang dengan suara bergemuruh. Empat tali hitam melesat ke udara, membentuk asap lalu lenyap dari pandangan mata di malam gelap!
Wajah cantik Jaka Pesolek berubah pucat menyaksikan apa yang terjadi dengan batang pohon.
"Kalau aku yang mengalami! Oala!" Si gadis cepat tekap bagian bawah perutnya. Lalu dia meraba ke belakang, memegang bungkusan kain hitam yang dipanggulnya. "Aku harus cepat pergi dari sini Sebagian waktuku sudah lenyap percuma gara-gara petir hitam sialan itu!"
Wiro cepat melompat ke arah tembok dekat pintu gerbang yang runtuh. Saat itu dikelilingi oleh Permaisuri dan anak-anak serta beberapa orang Abdi Dalem, Raja Mataram berusaha berdiri sambil bersandar ke bagian tembok yang masih utuh. Tangan kanan terkulai ke bawah karena patah di bagian lengan akibat tendangan salah satu mahluk api.
"Yang Mulia, izinkan saya mengobati lengan Yang Mulia yang patah." Berkata Wiro begitu sampai di hadapan Raja Mataram.
"Terima kasih. Aku lebih suka kalau bisa masuk dulu ke dalam Istana bersama semua orang yang ada di sini sekarang juga." Jawab Raja Mataram.
"Jangan dulu masuk Istana. Saya kawatlr masih ada mahluk atau orang jahat di sekitar sini yang secara tak terduga bisa melakukan serangan lagi." Jawab Wiro pula.
Raja Mataram terdiam sejurus. Sepasang mata menatap ke arah kejauhan. Orang-orang itu, mengapa mereka mengejar gadis yang tadi telah menolongku."
Berkata Raja sambil menatap ke arah Jaka Pesolek yang berlari meninggalkan tempat itu tapi dicegah dan berusaha dikejar oleh Ratu Randang, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi. Sebenarnya dengan kecepatan gerakan kilat yang dimilikinya Jaka Pesolek tidak mungkin akan terkejar. Namun akhirnya di satu tempat si gadis hentikan lari, menunggu kedatangan tiga orang yang mengejarnya.
"Hal! Kalian bertiga, mengapa mengejarku?" Bertanya Jaka Pesolek.
"Gadis gendeng! Masih bisa bertanya! Waktu di tepi telaga yang ada air terjunnya, kau tiba-tiba lenyap begitu saja!" Berkata Ratu Randang.
Kunti Ambiri mendekati Jaka Pesolek lalu berkata.
"Waktu itu aku memberikan sehelai pakaian hijau padamu pengganti pakaian merahmu yang robek amburadul tak karuan. Waktu itu kau pergi ke balik semak belukar untuk berganti pakaian. Lalu kami mendengar suara teriakanmu minta tolong. Begitu kami menyelidik ke balik semak belukar, kau tidak ada lagi di tempat itu. Apa yang terjadi? Nyatanya kau sekarang mengenakan pakaian yang aku berikan."
"Anu, anu…panjang ceritanya. Waktuku sangat berharga. Apa kalian tidak lebih mementingkan menolong Raja dan keluarganya lebih dulu? Aku harus pergi."
"Kalau kau berani pergi sebelum memberi keterangan, aku tarik anumu sampai putus!"
Kunti Ambiri mengancam dan ulurkan tangan ke bawah perut Jaka Pesolek. Si gadis cepat bersurut mundur sambil tekap auratnya sebelah bawah. Sambil senyum-senyum dia berkata.
"Jangan ditarik, apa lagi sampai putus! Nanti aku tidak bisa jantan tidak bisa betina iagi! Hik…hik…hik!"
"Sahabat Jaka Pesolek, kau membawa bungkusan kain hitam! Apa isinya?" Bertanya Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal.
"Anu…anu…."
"Anu…anu! Mengapa kau sekarang bicara seperti itu!
Menyebut anu anu terus-terusan?!" Sentak Ratu Randang.
"Anu, eh maksudku Nek, bungkusan ini isinya benda luar biasa berharga. Ada sangkut paut dengan si anu yang menemuiku di balik semak belukar ketika aku tengah berganti pakaian."
"Gadis sial! Siapa si anu yang kau maksudkan?"
Tanya Ratu Randang kesal dengan mata mendelik.
"Dia…Itu lelaki gagah yang menemuiku di balik semak belukar.
Kulitnya putih, wajahnya jernih. Dia tampan sekali.
Jubahnya sama warnanya dengan pakaian yang aku kenakan. Di kepalanya bertengger semacam mahkota aneh berbentuk atap rumah terbuat dari emas."
Ratu Randang. Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi saling pandang. "Teruskan ceritamu," kata si nenek pula.
"Lelaki itu apik dan gagah. Tapi sayang ketika aku diam-diam meraba ke bawah perutnya ternyata di bagian itu cuma licin-licin saja. Berarti walau penampilan sebagai seorang lelaki gagah, dia sebetulnya bukan laki-laki karena tidak punya anu!"
"Masakan kau berani melakukan itu?" Ujar Sakuntaladewi.
"Ih, aku ini kan cantik. Mana ada lelaki yang tidak mau aku poles anunya. Hik…hik…hik!"
"Jaka Pesolekl Jangan berceloteh tak karuan.
Ceritakan apa yang telah terjadi I" Kunti Ambiri berkata setengah membentak.
Jaka Pesolek senyum-senyum lalu menuturkan.
Waktu aku berada di balik semak belukar, dalam keadaan nyaris bugil karena tengah berganti pakaian tiba-tiba si anu itu muncul! Tentu saja aku menjerit melihat ada orang gagah berada di hadapanku. Aku merinding, tapi merinding senang. Hik…hik!"
"Kau pasti merayunya!" Tuduh Ratu Randang pula.
"Kalau saja kalian tidak ada di dekat telaga, mungkin hal itu aku lakukan. hik…hik…hik. Belum sempat aku mengenakan pakaian hijau yang diberikan sahabat Kunti Ambiri, lelaki itu merangkul pinggangku. Aku dipanggul lalu dilarikan ke satu tempat. Ternyata dia tidak bermaksud jahat Lebih dulu dia menyuruhku berpakaian.
Kemudian dia mengatakan kalau sangat membutuhkan pertolongan seseorang yang mampu bertindak cepat seperti diriku. Dia minta aku mencari seorang bernama Ken Parantili.."
"Astaga! Itu adalah selir pertama dari Penguasa Atap Langit!” Kata Kunti Ambiri terkejut.
"Betul sekali!" Menyahut Jaka Pesolek. "Dan lelaki gagah itu adalah sang Penguasa sendiri!"
Kembali tiga orang di hadapan Jaka pesolek saling bertatap pandang.
"Pertolongan apa yang diinginkan Penguasa Atap Langit?" Sakuntaladewi bertanya.
"Dia memberikan bungkusan Ini padaku." Jaka Pesolek turunkan bungkusan kain hitam di punggung.
Lalu dia melangkah mendekati tiga orang di hadapannya sambil membuka bungkusan kain hitam.
Sakuntaladewi, Ratu Randang dan Kunti Ambiri ulurkan kepala, melihat isi bungkusan kain hitam. Di dalam bungkusan terdapat sebuah keranjang terbuat dari anyaman daun pisang segar dan hijau. Perlahanlahan Jaka Pesolek membuka penutup keranjang.
Walau keadaan agak gelap tapi jelas terlihat di dalam keranjang daun pisang itu ada air. Lalu di dalam air ada sebuah benda aneh, lebih besar sedikit dari kepalan tangan manusia, berwarna merah dan tiada henti berdenyut.
"Benda apa itu?" Tanya Ratu Randang sementara Sakuntaladewi dan Kunti Ambiri tentu saja ingin tahu pula.
"Jantung! Jantung manusiai" Jawab Jaka Pesolek.
Tiga orang di hadapan si gadis bersurut mundur.
Wajah berubah.
"Edan!" Rutuki Ratu Randang.
"Jangan bicara ngacok!" Hardik Kunti Ambiri.
"Aku tidak edan! Aku tidak bicara ngacokl Ini Jantung manusia! Jantungnya Ken Parantili Selir pertama Penguasa Atap Langit!"
Mendengar ucapan Jaka Pesolek, Ratu Randang, Kunti Ambiri dan sakuntaladewi meski masih belum percaya tetap saja mereka merasa tengkuk masingmasing menjadi merinding dingin!
"Aneh, mengapa Penguasa Atap Langit memberikan jantung Ken Parantili padamu?" Tanya Ratu Randang.
"Apa mau diserahkan pada Kesatria Panggilan atau seseorang yang menjadi musuhnya?"
***
Dengan gerakan kilat Jaka Pesolek kembangkang dua tangan lalu sett..sett…sett…sett! empat ujung tali hitam tahu-tahu sudah berada dalam cekalannya lalu dengan kecepatan luar biasa dibuntal demikian rupa malah digulung-gulung ke tubuhnya sendirl seperti bermain-main!.
"Petir jeleki Tidak ada apa-apanya!" Si gadis berteriak lalu dia melesat ke arah sebuah pohon besar di kiri luar tembok istana. Tubuh diputar.
"Retttt!"
Empat tali hitam yang menggulung tubuh terbuka lalu dengan cepat ganti digulung ke batang pohon.
sambil tertawa haha-hihi Jaka Pesolek melayang turun ke tanah. Mulutnya lagi-lagi berucap.
"Petir jelek! Tidur saja kalian di batang pohon itu! Sialan! Hanya membuang-buang waktuku saja.
Baru saja si gadis keluarkan ucapan tiba-tiba greek…greekk….greekkl Empat tali hitam yang digulung pada batang pohon bergeletar keras seperti ada yang menyentakkan. Di lain kejap batang pohon putus di tiga tempat lalu tumbang dengan suara bergemuruh. Empat tali hitam melesat ke udara, membentuk asap lalu lenyap dari pandangan mata di malam gelap!
Wajah cantik Jaka Pesolek berubah pucat menyaksikan apa yang terjadi dengan batang pohon.
"Kalau aku yang mengalami! Oala!" Si gadis cepat tekap bagian bawah perutnya. Lalu dia meraba ke belakang, memegang bungkusan kain hitam yang dipanggulnya. "Aku harus cepat pergi dari sini Sebagian waktuku sudah lenyap percuma gara-gara petir hitam sialan itu!"
Wiro cepat melompat ke arah tembok dekat pintu gerbang yang runtuh. Saat itu dikelilingi oleh Permaisuri dan anak-anak serta beberapa orang Abdi Dalem, Raja Mataram berusaha berdiri sambil bersandar ke bagian tembok yang masih utuh. Tangan kanan terkulai ke bawah karena patah di bagian lengan akibat tendangan salah satu mahluk api.
"Yang Mulia, izinkan saya mengobati lengan Yang Mulia yang patah." Berkata Wiro begitu sampai di hadapan Raja Mataram.
"Terima kasih. Aku lebih suka kalau bisa masuk dulu ke dalam Istana bersama semua orang yang ada di sini sekarang juga." Jawab Raja Mataram.
"Jangan dulu masuk Istana. Saya kawatlr masih ada mahluk atau orang jahat di sekitar sini yang secara tak terduga bisa melakukan serangan lagi." Jawab Wiro pula.
Raja Mataram terdiam sejurus. Sepasang mata menatap ke arah kejauhan. Orang-orang itu, mengapa mereka mengejar gadis yang tadi telah menolongku."
Berkata Raja sambil menatap ke arah Jaka Pesolek yang berlari meninggalkan tempat itu tapi dicegah dan berusaha dikejar oleh Ratu Randang, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi. Sebenarnya dengan kecepatan gerakan kilat yang dimilikinya Jaka Pesolek tidak mungkin akan terkejar. Namun akhirnya di satu tempat si gadis hentikan lari, menunggu kedatangan tiga orang yang mengejarnya.
"Hal! Kalian bertiga, mengapa mengejarku?" Bertanya Jaka Pesolek.
"Gadis gendeng! Masih bisa bertanya! Waktu di tepi telaga yang ada air terjunnya, kau tiba-tiba lenyap begitu saja!" Berkata Ratu Randang.
Kunti Ambiri mendekati Jaka Pesolek lalu berkata.
"Waktu itu aku memberikan sehelai pakaian hijau padamu pengganti pakaian merahmu yang robek amburadul tak karuan. Waktu itu kau pergi ke balik semak belukar untuk berganti pakaian. Lalu kami mendengar suara teriakanmu minta tolong. Begitu kami menyelidik ke balik semak belukar, kau tidak ada lagi di tempat itu. Apa yang terjadi? Nyatanya kau sekarang mengenakan pakaian yang aku berikan."
"Anu, anu…panjang ceritanya. Waktuku sangat berharga. Apa kalian tidak lebih mementingkan menolong Raja dan keluarganya lebih dulu? Aku harus pergi."
"Kalau kau berani pergi sebelum memberi keterangan, aku tarik anumu sampai putus!"
Kunti Ambiri mengancam dan ulurkan tangan ke bawah perut Jaka Pesolek. Si gadis cepat bersurut mundur sambil tekap auratnya sebelah bawah. Sambil senyum-senyum dia berkata.
"Jangan ditarik, apa lagi sampai putus! Nanti aku tidak bisa jantan tidak bisa betina iagi! Hik…hik…hik!"
"Sahabat Jaka Pesolek, kau membawa bungkusan kain hitam! Apa isinya?" Bertanya Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal.
"Anu…anu…."
"Anu…anu! Mengapa kau sekarang bicara seperti itu!
Menyebut anu anu terus-terusan?!" Sentak Ratu Randang.
"Anu, eh maksudku Nek, bungkusan ini isinya benda luar biasa berharga. Ada sangkut paut dengan si anu yang menemuiku di balik semak belukar ketika aku tengah berganti pakaian."
"Gadis sial! Siapa si anu yang kau maksudkan?"
Tanya Ratu Randang kesal dengan mata mendelik.
"Dia…Itu lelaki gagah yang menemuiku di balik semak belukar.
Kulitnya putih, wajahnya jernih. Dia tampan sekali.
Jubahnya sama warnanya dengan pakaian yang aku kenakan. Di kepalanya bertengger semacam mahkota aneh berbentuk atap rumah terbuat dari emas."
Ratu Randang. Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi saling pandang. "Teruskan ceritamu," kata si nenek pula.
"Lelaki itu apik dan gagah. Tapi sayang ketika aku diam-diam meraba ke bawah perutnya ternyata di bagian itu cuma licin-licin saja. Berarti walau penampilan sebagai seorang lelaki gagah, dia sebetulnya bukan laki-laki karena tidak punya anu!"
"Masakan kau berani melakukan itu?" Ujar Sakuntaladewi.
"Ih, aku ini kan cantik. Mana ada lelaki yang tidak mau aku poles anunya. Hik…hik…hik!"
"Jaka Pesolekl Jangan berceloteh tak karuan.
Ceritakan apa yang telah terjadi I" Kunti Ambiri berkata setengah membentak.
Jaka Pesolek senyum-senyum lalu menuturkan.
Waktu aku berada di balik semak belukar, dalam keadaan nyaris bugil karena tengah berganti pakaian tiba-tiba si anu itu muncul! Tentu saja aku menjerit melihat ada orang gagah berada di hadapanku. Aku merinding, tapi merinding senang. Hik…hik!"
"Kau pasti merayunya!" Tuduh Ratu Randang pula.
"Kalau saja kalian tidak ada di dekat telaga, mungkin hal itu aku lakukan. hik…hik…hik. Belum sempat aku mengenakan pakaian hijau yang diberikan sahabat Kunti Ambiri, lelaki itu merangkul pinggangku. Aku dipanggul lalu dilarikan ke satu tempat. Ternyata dia tidak bermaksud jahat Lebih dulu dia menyuruhku berpakaian.
Kemudian dia mengatakan kalau sangat membutuhkan pertolongan seseorang yang mampu bertindak cepat seperti diriku. Dia minta aku mencari seorang bernama Ken Parantili.."
"Astaga! Itu adalah selir pertama dari Penguasa Atap Langit!” Kata Kunti Ambiri terkejut.
"Betul sekali!" Menyahut Jaka Pesolek. "Dan lelaki gagah itu adalah sang Penguasa sendiri!"
Kembali tiga orang di hadapan Jaka pesolek saling bertatap pandang.
"Pertolongan apa yang diinginkan Penguasa Atap Langit?" Sakuntaladewi bertanya.
"Dia memberikan bungkusan Ini padaku." Jaka Pesolek turunkan bungkusan kain hitam di punggung.
Lalu dia melangkah mendekati tiga orang di hadapannya sambil membuka bungkusan kain hitam.
Sakuntaladewi, Ratu Randang dan Kunti Ambiri ulurkan kepala, melihat isi bungkusan kain hitam. Di dalam bungkusan terdapat sebuah keranjang terbuat dari anyaman daun pisang segar dan hijau. Perlahanlahan Jaka Pesolek membuka penutup keranjang.
Walau keadaan agak gelap tapi jelas terlihat di dalam keranjang daun pisang itu ada air. Lalu di dalam air ada sebuah benda aneh, lebih besar sedikit dari kepalan tangan manusia, berwarna merah dan tiada henti berdenyut.
"Benda apa itu?" Tanya Ratu Randang sementara Sakuntaladewi dan Kunti Ambiri tentu saja ingin tahu pula.
"Jantung! Jantung manusiai" Jawab Jaka Pesolek.
Tiga orang di hadapan si gadis bersurut mundur.
Wajah berubah.
"Edan!" Rutuki Ratu Randang.
"Jangan bicara ngacok!" Hardik Kunti Ambiri.
"Aku tidak edan! Aku tidak bicara ngacokl Ini Jantung manusia! Jantungnya Ken Parantili Selir pertama Penguasa Atap Langit!"
Mendengar ucapan Jaka Pesolek, Ratu Randang, Kunti Ambiri dan sakuntaladewi meski masih belum percaya tetap saja mereka merasa tengkuk masingmasing menjadi merinding dingin!
"Aneh, mengapa Penguasa Atap Langit memberikan jantung Ken Parantili padamu?" Tanya Ratu Randang.
"Apa mau diserahkan pada Kesatria Panggilan atau seseorang yang menjadi musuhnya?"
***
Pustaka Ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245
0 Response to "Jabang Bayi Dalam Guci Bab 6"
Posting Komentar