WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 010
Banjir Darah Di Tambun Tulang
TUJUH
Suasana di pasar itu pun hebohlah! Golok di tangan Mayang berkiblat kian kemari dengan suara menderu. Dalam tempo yang singkat kelihatanlah bagaimana Gempar Bumi terbungkus sambaran golok yang menyerangnya ke seluruh bagian tubuhl Gempar Bumi sendiri tiada menyangka kalau si gadis memiliki kehebatan begitu rupa. Tapi dia tidak jerih. Dengan senyum mengejek Gempar Bumi menghadapi si gadis dengan tangan kosong dan buka jurus pertahanan. Senjata lawan lewat di depan pinggangnya. Jurus pertahanan diganti kini dengan jurus serangan. Tangan kanan dengan cepat menyelusup ke dada mayang, siap untuk menjamah buah dadanya yang padat montok!
"Wuuut!"
Tersirap darah Gempar Bumi sewaktu golok di tangan sang dara membatik laksana kilat! Kalau saja dia tidak cepat-cepat menarik pulang tangannya, pastilah akan terbabat putus!
Mayang sendiri dengan gigih terus menyerbu. Sambaran¬sambaran goloknya laksana hujan mencurah! Gempar Alam tidak mau main-main lagi. Hatinya heran dari mana si gadis memiliki ilmu kepandaian begini rupa! Jika ditinjau jelas sekali ilmu silatnya lebih tinggi satu dua tingkat dari ayahnya sendiri! Tentu dia telah berguru pada seorang jago silat, pikir Gempar Bumi.
Dalam waktu singkat sepuluh jurus telah berlalu dan Gempar Bumi masih berada di bawah angin. Laki-laki ini mengomel dalam hati. Dia membentak keras dan sekejap saja berubahlah jurus-jurus ilmu silatnya. Tubuhnya ber¬kelebat kian ke mari membuat bayang-bayang hitam. Satu jurus kemudian terdengar pekik Mayang.
Lengan kanannya kena dipukul oleh lawan. Golok terlepas mental dan di saat itu pula, dara ini merasakan tubuhnya kaku tegang tak kuasa digerakkan. Ternyata sewaktu memukul lengan kanan lawan, sekaligus Gempar Bumi menotok dada Mayang dengan jari-jari tangan kirinya!
"Manusia haram jadah! Beranimu hanya sama perempuan!" bentak Pagar Alam yang tergeletak duduk di tanah bersandar ke peti.
Gempar Bumi tertawa mengekeh!
"Anakmu hebat juga, Pagar Alam! Walau kau menolak lamaranku tempo hari, tapi saat ini terpaksa kau harus menyerahkan Mayang bulat-bulat ke tanganku!" Laki-laki berpakaian hitam ini tertawa lagi
"Keparat! Kau mau bikin apa?!" hardik Pagar Alam seraya hendak berdiri. Tapi tubuhnya terduduk kembali. Sepasang kakinya yang terebus matang tak kuasa untuk ditegakkan! Darah laki-laki ini bergejolak marah. Pelipisnya mengembung!
"Bikin apa lagi kalau bukan mau membawanya ketempatku!" jawab. Gempar Bumi seraya melangkah ke arah Mayang.
"Anjing baju hitami Kalau kau berani menjamah tubuhnya kupecahkan kepalamu!"
Gempar Bumi menyeringai!
"Berdiripun kau tak mampu! Bagaimana mau membunuh aku?!" Dan dia melangkah lagi mendekati Mayang.
Tapi begitu tangannya diulurkan untuk meraih pinggang sang dara tiba-tiba "buuk!" Punggungnya dihantam orang dari belakang yang kerasnya cukup membuat Gempar Bumi mengerenyitkan kulit kening kesakitan! Dia berpaling dengan cepat dan berkeretekanlah geraham-gerahamnya! Ternyata yang meninju punggungnya tadi bukan lain anak laki-laki kecil adik Mayang!
"Buyung! Berlalulah dari hadapanku kalau tak ingin kena tempelak!" bentak Gempar Bumi. "Orang jahat! Kalau kau berani membawa lari kakakku, aku akan…." "Akan apa?!" tanya Gempar Bumi seraya bertolak pinggang.
Si anak menjawab dengan menyerang marah. Tinjunya yang kecil tapi cukup keras dihantamkan ke perut Gempar Bumi. Tapi tentu saja Gempar Bumi bukan tandingan si buyung kecil ini. Ditangkapnya lengan anak itu lalu dipuntirnya ke belakang hingga si anak menjerit-jerit kesakitan dan coba menendang paha Gempar Bumi dengan tumitnya! Gempar Bumi mendorongnya ke muka hingga hampir saja dia jatuh menyungkur tanah!
Tiba-tiba si anak melihat golok yang dipakai kakaknya untuk menyerang Gempar Bumi. Dengan cepat dia membungkuk dan mengambil senjata itu lalu membalik menyerang Gempar Bumi kembali!
"Tikus cilik tak tahu diunlung!" maki Gempar Bumi dan sebelum senjata itu sampai ke dekat tubuhnya, tangan kanannya sudah bergerak.
"Plaak!
Si anak terpekik.
Bibirnya pecah dan berdarah. Dua buah giginya mencelat mental Tubuhnya terpelanting satu tombak dan menggelusur di tanah tanpa sadarkan diri!
"Bangsat rendah! Terima ini!" teriak Pagar Alam dengan amarah mendidih. Dijangkaunya keris yang terletak di atas peti lalu dilemparkannya ke arah Gempar Bumi. Senjata itu melesat mencari sasaran di batang leher Gempar Bumi!
Yang diserang ganda tertawa. Setengah jengkal lagi ujung keris akan menembus tenggorokannya, laki-laki ini gerakkan tangan kanannya! Dan sesaat kemudian kelihatanlah bagaimana dengan mudahnya senjata itu dijepit di antara jari tengah dan jari telunjuk! Itulah ilmu menjepit senjata yang lihay! Semua orang yang menyaksikan hal ini sama leletkan lidah kagum, tapi bila mereka ingat siapa Gempar Bumi adanya, maka kekaguman itu mendadak sontak berubah menjadi kebencian!
Gempar Bumi timang-timang beberapa kali keris itu. Tiba-tiba tangannya itu digerakkan dan "cup!" Senjata itu menancap di peti di mana Pagar Alam duduk bersandar, hanya setengah senti dari telinga kirinya!
Gempar Bumi tertawa gelak-gelak!
"Jika tidak mengingat kau bapaknya Mayang pasti sudah kutembus keningmu dengan senjata itu!" katanya. Lalu dia menambahkan: "Tapi dilain hari jika kau masih tidak tahu tingginya Gunung Merapi dan dalamnya Ngarai Sianok, aku tak akan ampuni jiwamu!"
Habis berkala demikian Gempar Bumi melompat ke¬hadapan Mayang. Dan kini tak satu orangpun yang bisa atau berani menolong gadis yang hendak dilarikan itu!
Tangan kanan bergerak meraih pinggang Mayang dengan ketat! Tapi mendadak raihan itu terlepas kembali. Dari balik gerombol orang banyak di tepi jalan melesat sebuah benda kecil menghantam sambungan siku Gempar Bumi. Kulit di lengan siku itu lecet. Sekujur lengan kanan Gempar Bumi tergetar dan rasa sakit membuat dia melepaskan raihannya! Tak seorangpun agaknya yang mengetahui kejadian itu selain Gempar Bumi sendiri! Laki laki ini memandang berkeliling dengan geram, mencari-cari siapakah manusia yang telah melemparkan benda itu! Tapi siapa yang hendak diduga diantara orang sebanyak itu?! Dan ketika ditelitinya ternyata benda kecil yang dipakai untuk menghantam tangannya itu adalah hanya sebutir kerikil yang besarnya tak sampai seujung jari kelingking! Nyatalah ada seorang pandai yang telah turun tangan.
Sementara itu semua orang, termasuk Pagar Alam dan Mayang sendiri merasa heran kenapa Gempar Bumi tak jadi meneruskan niatnya melarikan dara itu! Gempar bumi berdiri bimbang seketika. Tiba-tiba laksana kilat tubuh Mayang sudah disambarnya dan dengan cepat membawa gadis itu ke atas kuda! Dengan tangan kiri Gempar Bumi menepuk pinggul binatang itu. Rasanya
sekali tepuk saja kuda itu akan segera melompat dan lari! Tapi kali ini kuda itu jangankan melompat dan lari, bergerakpun tidak!
Gempar Bumi menepuk sekali lagi lebih keras.
"Ayo! Larilah!"
Tapi binatang itu tetap berdiri di tempatnya. Keempat kakinya tak bergeser sedikitpun! Hanya kepala dan lehernya saja yang digerak-gerakkan. Kemudian binatang ini meringkik beberapa kali!
"Ayo lari!" bentak Gempar Bumi.
Tetap saja kuda itu tegak di tempatnya! Di samping rasa heran dan penasaran kekejutan juga timbul di hati Gempar Bumi Ketika diperiksanya dengan cepat ternyata keempat kaki kudanya telah ditotok! Dan empat butir kerikil kelihatan tak jauh dari kaki-kaki binatang Ini! Tanpa tunggu lebih lama Gempar Bumi melompat dari punggung kuda terus lari. Namun sekali inipun dia tak mampu lari jauh karena sebutir kerikil lagi menyelusup menembus kaki pakaiannya terus menghantam belakang lutut kaki kanannya! Dengan serta meria kaki kanan itu ke semutan dan lemas sukar digerakkan!
Gempar Bumi yang tahu gelagat bahwa dia benar benar berhadapan dengan seorang lihay yang tersem bunyi di antara manusia banyak di tengah pasar itu perlahan-lahan turunkan tubuh Mayang. Orang ramai masih tak tahu apa yang telah terjadi. Sementara itu sepasang mata Mayang memandang ke tanah. Dilihatnya sebutir kerikil dekat kaki kanan Gempar Bumi. Gadis bermata tajam dan memiliki ilmu yang cukup tinggi ini untuk pertama kalinya mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi. Dan bila dia memandang paras laki-laki itu sangat berubah!
Gempar Bumi menyadari kalau diteruskannya niat untuk melarikan Mayang, pasti orang pandai yang ter sembunyi diantara manusia banyak dipasar itu akan turun tangan dan lebih mencelakainya lagi! Lemparan lemparan batu kerikil tadi bukan lain merupakan peringatan keras terhadapnya!
Perlahan-lahan Gempar Bumi berpaling pada Pagar Alam dan berkata dengan suara lantang: "Pagar Alam, biarlah hari ini aku berlaku baik hati padamu! Anakmu
kubebaskan! Tapi ingat, aku akan datang kembali untuk mengambilnya!"
Gempar Bumi lepaskan totokan pada keempat kaki kudanya lalu naik ke punggung binatang itu. Sebelum berlalu dilepaskannya totokan di dada Mayang kemudian cepat-cepat menghilang dari tempat itu.
Di jalan yang buruk penuh dengan lobang-lobang demikian rupa bendi itu tak dapat berjalan cepat. Apalagi barang-barang. Ketiga penumpang itu bukan lain daripada Pagar Alam, Mayang dan adik gadis ini. Mereka dalam perjalanan pulang. Karena nasib buruk yang menimpa Pagar Alam, orang-orang di pasar telah bermurah hati memberi, sumbangan uang lebih banyak kepadanya hingga pendapatannya hari itu tiga kali lipat lebih besar dari biasanya! Namun uang yang sedemikian banyak tidak menggembirakan hati Pagar Alam. Pikirannya risau bila dia ingat si Gempar Bumi keparat itu. Cepat atau lambat pasti dia akan datang kembali untuk mengambil Mayang dengan paksa lalu melarikannya! Dimakluminya bahwa Gempar Bumi bukan tandingannya, juga bukan lawan anaknya. Sekalipun mereka mengeroyok laki-kaki itu tetap saja mereka tak akan mampu mengalahkannya! Ini hal pertama yang merisaukan hati Pagar Alam. Hal kedua ialah keadaan kakinya itu. Meski sudah diobati oleh anak gadisnya tapi dalam seminggu dua minggu pasti tak akan sembuh! Sementara itu bendi yang mereka tumpangi berjalan juga menempuh jalan buruk dan sunyi Kedua tepi jalan ditumbuhi semak belukar lebat dan di belakang semak belukar itu berderetan pohon-pohon besar tinggi.
Bendi bergerak terus dan mereka bicara-bicara juga. Kusir bendi sudah sejak lama tak mencampuri lagi pembicaraan kedua beranak itu. Tali kekang kuda dipe¬gangnya dengan terkantuk-kantuk. Hembusan angin yang sejuk ditengah hari itu memang menimbulkan rasa kantuk. Tiba-tiba Pagar Alam dan Mayang hentikan pembicaraan mereka.
Di kejauhan terdengar derap kaki kuda, makin lama makin keras. Dari balik tikungan dihadapan mereka muncul seorang penunggang kuda berpakaian serba hitam. Pada bagian dada bajunya terpampang lukisan kepala harimau berwarna kuning. Ketika penunggang kuda itu tambah dekat, berubahlah paras seisi bendi itu! Pagar Alam meraba hulu keris yang tersisip di pinggangnya.
Mayang mengeluarkan golok dari dalam peti sedang kusir bendi bersiap-siap dengan sebatang besi yang tergeletak di lantai bendi dekat kakinya! Si penunggang kuda bukan lain dari Gempar Bumi adanya!
Gempar Bumi hentikan kudanya. Kusir bendi pun telah pula menghentikan kendaraannya.
"Sekarang kuharap kau tak usah banyak rewel Pagar Alam!" kata Gempar Bumi dengan nada keren.
"Anakmu akan kuambil!"
"Kau manusia yang paling tidak bermalu di dunia ini. Gempar Bumi! Pinanganmu ditolak! Aku kau celakai dan kini kembali kau memaksa untuk melarikan anakku!"
Gempar Bumi tertawa sinis. "Mulutmu masih tetap besar! Aku hargai nyalimu! Tapi agar tidak lebih celaka kuharap kau serahkan anakmu secara baik-baik! Kalau tidak terpaksa aku memberi hajaran yang lebih keras padamu!"
"Kau boleh bawa anakku, Gempar Bumi," desis Pagar Alam. "Tapi… langkahi dulu mayatku!" Dan Pagar Alam menghunus kerisnya!
Gempar Bumi tertawa bergelak dan menyentakkan tali kekang kudanya. Sesaat kemudian kuda dan bendipun telah bersisi-sisian.
"Turun dari bendi itu Mayang!" perintah Gempar Bumi.
Pagar Alam beringsut ke samping kereta sebelah kanan. Dalam jarak yang cukup dekat itu tanpa banyak bicara lagi keris di tangan kanannya dihunjamkan cepat cepat ke muka Gempar Bumi!
"Manusia tolol!" maki Gempar Bumi. Sekali dia gerakkan tangan kanan memukul lengan Pagar Alam, mentallah keris laki-laki itu sedang lengan yang kena dipukul kelihatan bengkak matang biru! Pagar Alam merintih kesakitan.
Dalam pada itu dari samping menderu satu sambaran golok ke arah batok kepala Gempar Bumi. Ternyata Mayang telah melancarkan serangan yang pertama sambil melompat dari bendi. Adiknya juga tak tinggal diam. Dengan sebatang kayu anak laki-laki ini mengemplang ke arah bahu kanan Gempar Bumi sementara Pagar Alam mengambil sebuah lembing dari dalam peti. Si Malin kusir bendi meski tak ada sangkut paut dalam urusan itu, tapi memang sudah sejak lama membenci ter¬hadap Gempar Bumi tak ayal lagi segera mengambil batang besi dari lantai bendi dan menyerang Gempar Bumi dari belakang!
Diserang begitu rupa Gempar Bumi marah bukan main! Dia berteriak: "Jangan menyesal kalau kalian kuhajar babak belur!" Lalu dia melompat dengan cepat dan gerakkan kedua tangannya.
Dua orang terpekik! Yang pertama anak laki-laki Pagar Alam. Kayu di tangan anak itu mental. Tangannya yang kecil laksana tanggal dan persendiannya. Tubuhnya mencelat dan terguling di tanah, kepalanya terbentur roda kereta terus pingsan!
Orang kedua yang terpekik ialah Malin si kusir bendi. Gempar Bumi yang merasakan sambaran angin di belakangnya sudah maklum kalau dia mendapat serangan dari arah itu. Karenanya begitu melompat dari punggung kuda Gempar Bumi laksana kilat hantamkan sikut kanannya ke belakang!
"Kraak!"
Suara "Kraak" itu hampir tak kedengaran karena pekik
setinggi langit yang ke luar dari tenggorokan Malin! Tulang iganya sebetah kanan patah dua buah. Tubuhnya mental sampai satu tombak. Begitu jatuh dia sudah tak sadarkan diri lagi! Pertempuran kini berjalan jauh dari kereta. Meskipun Pagar Alam memegang sebuah lem¬ bing namun dia tak bisa berbuat suatu apa karena dia tak bisa berdiri apalagi berjalan dan turun dari kereta. Otomatis pertempuran itu kini hanya berjalan satu lawan satu yaitu Gempar Bumi menghadapi Mayang. Tingkat kepandaian Mayang jauh lebih rendah dari lawannya. Maka dalam setengah jurus saja gadis berparas jelita yang telah membuat Gempar Bumi tergila-gila itu ter-desak hebat.
"Gadis cantik!" kata Gempar Bumi dengan senyum mengejek. "Kalau saja kau serahkan dirimu secara baik¬baik, pastilah…."
"Wuuut!"
Gempar Bumi tak bisa melanjutkan ucapannya. Se¬buah benda panjang berdesing ke arahnya. Ternyata lembing yang dilemparkan dengan sebat oleh Pagar Alam dari atas bendi! Gempar Bumi rundukkan kepala.
Lembing itu lewat di alas kepalanya. Pada saat yang sama kaki kanan Mayang menderu ke arah dadanya.
"Mayang! Terpaksa kuakhiri segala kehebatannya ini!” kata Gempar Bumi. Ditangkapnya kaki kanan dara itu. Dengan kalap Mayting membacok ke bawah. Gempar Bumi angkat kaki sang dara. Akibatnya Mayang terpaksa tarik pulang bacokan goloknya karena kalau diteruskan pasti akan membabat kaki kanannya sendiri! Begitu se¬rangan ditarik, begitu Gempar Bumi gerakkan tangan kiri. Maka terampaslah golok di tangan Mayang. Gempar Bumi lepaskan kaki kanan lawan. Dengan tangan itu dia segera hendak menotok tubuh Mayang. Tapi secepat kilat si gadis jatuhkan diri di tanah lalu berguling. Ketika bangun lagi di tangannya sudah tergenggam lembing yang tadi dilemparkan ayahnya!
"Batang lehermu dulu kutambus baru aku larikan diri!" jawab Mayang lalu kirimkan satu tusukan kilat ke leher lawannya!
Gempar Bumi bergerak untuk merampas senjata itu tapi tusukan lembing kini berubah menjadi satu kem¬plangan yang ganas ke arah batok kepalanya! Penasaran Gempar Bumi sambut hantaman lembing dengan pukulan lengan kiri. Lembing patah dua! Bagian yang runcing mental ke udara sedang yang lainnya masih tergenggam di tangan Mayang dan dengan patahan lembing itu si gadis bertahan mati-matian. Tapi sampai beberapa lamakah dia dapat mempertahankan diri?!
***
Next ...
Bab 8
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245
0 Response to "Banjir Darah Di Tambun Tulang Bab 7"
Posting Komentar