WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 010
Banjir Darah Di Tambun Tulang
EMPAT
Dari Tua Gila, Wiro berusaha mendapat keterangan di mana letaknya bukit Tambun Tulang. Dulu sewaktu berangkat meninggalkan Pulau Jawa, dari seorang pelaut dia mendapat tahu bahwa Tambun Tulang adalah nama sebuah bukit yang terletak di Pulau Andalas.
Namun Tua Gila mengejeknya, malah mendamprat dan memaki-makinya.
"Orang gila! Bagusnya kau tak usah pergi ke situ. Kalaupun kau berhasil sampai ke sana, kau cuma datang mengantar nyawa…."
"Setiap bahaya maut adalah tantangan hidup yang harus kita hadapi," kata Wiro pula.
Tua Gila tertawa sinis. "Jangan bicara sombong. Orang gila, apa kau tahu artinya Tambun Tulang? Kalau aku kasih tahu baru bulu kudukmu merinding. Kalau tidak pingsan pasti kau terkencing-kencing karena ketakutan.
"Kalau aku begitu pengecutnya masakan aku berani ambil keputusan untuk mengadakan perjalanan," sahut Wiro karena merasa dihina sekali.
Tua Gila membelai janggutnya sebentar lalu berkata: "Nyalimu memangbesar, orang gila. Tapi percuma Saja keberanian yang luar biasa kalau kau tidak punya ilmu yang diandalkanl"
Wiro Sableng tertawa. Untuk kesekian kalinya, meskipun Tua Gila marah-marah dan mendampratnya, namun Wiro mengucapkan terima kasih kepada orang tua aneh berwajah angker itu dan minta diri.
"Apa?! Kau mau pergi?! Tidak bisa! Kau tetap berada dipulau ini sampai kau ada kemampuan untuk membuat urusan di Tambun Tulang."
Dua hal membuat Wiro Sableng terkejut.
Yang pertama ucapan Tua Gila yang mengatakan bahwa dia tak boleh meninggalkan pulau itu. Selama ber¬hari-hari bersama si orang tua aneh, baru hari itu dia tahu kalau dia berada di sebuah pulau. Pantas saja seringkali didengarnya suara menderu seperti ombak sedang angin keras sekali. Hal kedua yang mengejutkan Pendekar 212 ialah bahwa dia musti tinggal di pulau itu sampai dia ada kemampuan untuk ini, berarti bahwa Tua Gila si orang aneh bertampang angker itu hendak memberinya pelajaran ilmu silat? Melihat sikap dan ucapan-ucapannya agaknya Tua Gila mengetahui banyak hal tentang Tambun Tulang!
Tengah Pendekar 212 Wiro Sableng berpikir-pikir begitu rupa tiba-tiba Tua Gila membentaknya: "Coba perlihatkan beberapa jurus ilmu silatmu yang kau anggap paling hebat!"
"Apa maksudmu sebenarnya, orang tua?" tanya Wiro Sableng dengan hati meragu.
“Tak usah banyak tanya! Lekas perlihatkan!" bentak Tua Gila.
Wiro Sableng yang saat itu sudah sembuh dan berada dalam keadaan normal seperti sedia kala segera maklum bahwa orang tua aneh itu mempunyai maksud tertentu terhadapnya. Maka dia segera mainkan beberapa jurus ilmu silat tangan kosong yang dipelajarinya dari Eyang Sinto Gendeng!
Mula-mula dikeluarkannya jurus yang dinamakan "Segulung Ombak Menerpa Karang", menyusul "Ular Naga Menggelung Bukit", lalu Wiro balikkan badan dan lancarkan jurus "Dibalik Gunung Memukul Halilintar" dan yang keempat kalinya jurus yang dinamai "Membuka Jendela Memanah Rembulan". Semua gerakan itu dilakukannya dengan cepat hingga dalam sesaat saja dia sudah menyelesaikannya.
Tua Gila tertawa gelak-gelak. Sambil batuk-batuk kemudian dia berkata: "Coba kau ulangi lagi keempat jurus itu." Lalu dia mematahkan sebatang ranting dan berdiri empat langkah dihadapan Wiro Sableng.
Tahu kalau dirinya hendak diuji maka sewaktu bergerak kembali Wiro Sableng sengaja lipat gandakan tenaga dalam dan berkelebat dengan ilmu mengentengi tubuh yang sudah mencapai tingkat kesempurnaannya! Tubuh Pendekar 212 Wiro Sableng lenyap ditelan oleh gerakannya sendiri yang berkelebat merupakan bayang-bayang!
Pada waktu Wiro Sableng mengeluarkan jurus "Segulung Ombak Menerpa Karang" maka kedua tangannya kiri kanan memukul sebat sampai mengeluarkan suara angin yang deras,, betul-betul laksana ombak dahsyat memukul karang. Debu dan pasir serta batu-batu kerikil beterbangan. Semak belukar bergoyang-goyang!
Anehnya Si Tua Gila menyerangnya, Wiro Sableng lipat gandakan daya gerakannya. Jurus yang dinamai “Segulung Ombak Menerpa Karang" itu mengeluarkan angin pukulan yang laksana ganas mencari sasaran di kepala dan dada Tua Gila.
Tua Gila mendengus. Ranting di tangan kanannya lenyap dan gerakan memutar sedang tubuhnya sendiri jingkrak¬-jingkrakkan tak menentu macam monyet terbakar ekor! Anehnya meski gerakan si orang tua bertampang angker jingkrak-jingkrakkan tak karuan dan dilakukan sambil cengar-cengir mengejek namun jurus "Segulung Ombak Menerpa Karang" secara aneh dapat dielakkannya dengan mudah!
Wiro Sableng penasaran sekali. Tak pernah selama ini jurus yang dikeluarkannya itu sanggup dielakkan lawan demikian mudahnya! Karena dengan satu bentakan keras Wiro susul dengan jurus "Ular Naga Menggelung Bukit". Jurus ini didahului oleh satu tendangan dahsyat ke arah bawah perut. Namun ini hanyalah gerak tipu belaka. Bila lawan menangkis atau mengelak akan menyusul sambaran sepasang lengan ke arah leher atau pinggang. Sekali leher atau pinggang kena digelung oleh lengan yang berisi kekuatan tenaga dalam luar biasa itu, tak ampun lagi pasti akan putus dan orangnya akan konyol!
Dengan gerakan gerabak-gerubuk Tua Gila hindarkan tendangan,ke arah bawah perutnya. Juga dengan gerakan aneh macam begitu dia berhasil pula mengelakkan gelungan tangan lawan yang mengincar leher lalu turun ke arah pinggang!
"Edan!" maki Pendekar 212. Dalam lain kejap dia sudah melompat ke muka dan lancarkan jurus "Membuka Jendela Memanah Rembulan".
Tapi dia cuma menyerang tempat kosong karena si orang tua sudah lenyap dihadapannya dan terdengar suara dengus mengejeknya di belakang!
Wiro bersuit nyaring. Balikkan badan dengan cepat sambil lancarkan serangan dalam jurus "Dibalik Gunung Memukul Halilintar!"
Tapi lagi-lagi dengan gerakan aneh gerabak-gerubuk macam monyet mabuk si orang tua berhasil mengelakkan jurus serangan terakhir yang dilancarkan Wiro Sableng itu!
Wiro melompat mundur.
"Orang tua, aku mengaku kalah!" kata Wiro sejujurnya. Dia kagum sekali melihat kelihayan orang tua ini.
Tua Gila tertawa mengekeh dan sambit membuang ranting kering yang ditangannya dia berkata: "Aku tidak memikirkan soal menang atau kalah! Hanya tukang¬tukang judilah yang memikirkan kalah menang!"
Kemudian dia duduk di bawah pohon kelapa dengan masih tertawa mengekeh. "Dengan ilmu silat picisan itu kau mau pergi ke Tambun Tulang…? He… he… he… he…. Belum sampai mungkin kau sudah kojor!"
Wiro Sableng panas sekali hatinya. Ilmu silat warisan Eyang Sinto Gendeng yang selama ini dianggapnya hebat dan lihay kini dikatakan sebagai ilmu silat picisan! Betul¬betul Pendekar 212 jadi mengenas hatinya. Namun demikian adalah satu kenyataan bahwa dia tak sanggup menghadapi si orang tua dalam keempat jurus tadi! Ini membuktikan bahwa sepandai-pandainya manusia, masih ada manusia lain yang lebih pandai dari dia. Bahwa di luar langit ada langit lagi! Diam-diam Wiro menggerendeng sambil tundukkan kepala. Tapi ketika kepalanya ditundukkan, astaga, membeliaklah matanya karena terkejut!
Betapakah tidak! Baju putih yang dikenakannya ternyata robek besar diempat bagian! Wiro angkat kepala dan memandang tak berkesip pada si orang tua! Kalau saja benda di tangan Tua Gila tadi adalah sebatang pedang dan benar-benar dipakai untuk mencelakai dirinya, pastilah sudah sejak tadi nyawanya melayang ke akhirat! Betul-betul bahwa di luar langit ada langit lagi!
Tua Gila sementara itu tertawa terkekeh-kekeh sambil usap-usap janggutnya yang putih panjang.
"Sia-sia orang gila! Sia-sia kalau dengan ilmu yang kau miliki sekarang iri i kau hendak pergi ke Tambun Tulang! Kau akan mampus percuma!"
"Kalau begitu aku mohon petunjukmu, orang tua,"
kata Wiro Sableng pula.
"Apa? Siapa sudi kasih petunjuk pada orang gila macam kau!" damprat Tua Gila membuat Wiro untuk kesekian kalinya memaki dalam hati!
"Aku sudah lihat jurus-jurus silatmu yang tak berguna itu!" bicara lagi Tua Gila. "Sekarang coba keluarkan ilmu¬ilmu pukulan saktimu! Aku mau lihat apakah juga tak ada artinya?!"
Penasaran sekali Wira menyurut mundur delapan langkah. Kedua kakinya direnggangkan. Tenaga dalam segera dialirkan ke lengan kanan.
"Orang tua! Berdirilah)" seru Wiro Sableng ketika dilihatnya Tua Gila masih duduk di bawah pohon kelapa sambil cengar cengir seenaknya.
"Ah, untuk menerima.pukulanmu yang tak berguna kenapa musti berdiri segala?! Silahkan memukul, orang gila!"
Wiro kertakkan rahang dan lipat gandakan tenaga dalamnya. "Kalau kau mendapat celaka, jangan salahkan aku!" gerendeng Wiro. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas. Begitu tinju dihantamkan ke muka maka kelima jari membuka dan satu gumpalan angin keras menderu ke arah Tua Gila yang masih saja duduk tertawa¬tawa.
"Ah! Cuma pukulan kunyuk melempar buah! Tak ada gunanya bagiku!" ejek tua Gila. Tangan kirinya dilambaikan ke arah gumpalan angin yang hendak melabraknya. Terdengar suara berdentum, Wiro tersurut. tiga langkah ke belakang! Ketika dia memandang ke muka, si orang tua dilihatnya tertawa mengekeh dan masih tetap duduk di bawah pohon kelapa itu! .
Wiro merutuk setengah mati.
Kedua tangan diangkat ke atas.
"Tua Gila! Terima pukulanku yang kedua ini!" Kemudian tanpa tunggu lebih lama Wiro putar-putarkan kedua tangannya di udara. Gelombang angin yang tiada tara dahsyatnya menderu. Debu dan pasir beterbangan. Batu¬batu kerikil mental. Semak belukar luruh, daun-daun pohon berguguran bahkan banyak cabang-cabang dan rantingnya yang patah! Pakaian, rambut dan janggut Tua Gila kelihatan berkibar-kibar! Tapi anehnya dia tetap saja duduk di tempatnya, malah berkata’ "Ah, sejuknya pukulan angin puyuh ini. Mataku sampai-sampai mengantuk!" Dia menguap lalu letakkan kepalanya di atas lutut seperti sikap orang yang hendak tidur mencangkung!
"Edan!" maki Wiro Sableng. Pukulan angin puyuh segera diganti dengan pukulan angin es. Udara di atas pulau itu mendadak sontak menjadi dingin tiada terperikan. Binatang-binatang kecil seperti burung, jatuh menggelepar kaku. Sebaliknya si orang tua mendongak ke langit dan berkata seakan-akan pada dirinya sendiri; "Ah, panas sekali hari ini!.Tubuhku sampai keringatan!" Lalu Tua Gila kibas¬kibaskan pakaian putihnya. Dengan serta merta lenyaplah pengaruh pukulan angin es yang telah dilepaskan oleh Wiro Sableng!
"Orang gila! Apakah kau masih punya ilmu simpanan yang lain?!" seru Tua Gila dengan nada mengejek!
Wiro jambak-jambak rambutnya saking gemas.
"Ayo! Pukulan sinar matahari belum kau keluarkan! Sudah lama aku tidak melihat pukulan itu!"
Sebenarnya susah sejak tadi Wiro Sableng terkejut karena Tua Gila mengetahui setiap jurus pukulan yang hendak dilepaskannya. Bahkan kini kejutnya itu bertambah lagi sewaktu Tua Gila menyuruhnya mengeluarkan pukulan sinar matahari! Siapa sesungguhnya orang tua aneh ini, pikir Wiro tiada henti!
"Ayo! Kenapa jadi macam orang pikun?! Keluarkan pukulan sinar matahari!" berseru lagi Tua Gila.
Penasaran sekati Wiro alirkan seluruh tenga dalamnya ke tangan kanan. Mulutnya komat-kamit. Sekejap kemudian tangannya itu mulai dari siku sampai ke ujung-ujung jari berubah menjadi putih sekali! Lima kuku-kuku jarinya memijar menyilaukan laksana perak ditimpa sinar matahari!
Tua Gila untuk pertama kalinya berdiri dengan cepat. Matanya yang lebar memandang ke muka tak berkedip. Tubuhnya sedikit dibungkukkan dan pada saat dilihatnya Wiro memukulkan tangan kanan ke muka, orang tua ini dorongkan telapak tangan kanannya ke depan!
Dari tangan Wiro Sableng menderu satu larik besar sinar putih yang tiada terkirakan panasnya! Sebaliknya dari tangan Tua Gila berkiblat tujuh sinar pelangi yang menderu ganas dan memapasi sinar putih berkilau!
Terdengar suara berdentum yang teramat dahsyat!
Langit laksana robek!
Pulau itu laksana tenggelam ke dasar laut!
Dunia seperti mau kiamat!
Wiro Sableng mencelat sampai tiga tombak. Ketika dia berdiri mengimbangi badan, dadanya terasa sakit. Tenggorokannya gatal. Dia terbatuk tapi darah yang menyembur! Cepat-cepat Wiro telan sebutir pil! Lalu atur jalan darah dan nafasnya! Di seberangnya dilihat se¬pasang kaki Tua Gila amblas ke dalam tanah sedalam betis! Sambil batuk-batuk dan tertawa-tawa, orang tua itu cabut kedua kakinya.
"Ah… baru pukulanmu yang satu itu yang agak berguna dimataku!" kata Tua Gila. Perlahan-lahan dia duduk kembali di bawah pohon kelapa. Tiba-tiba dia berpaling ke kiri dan mendamprat keras: "Bocah sialan! Kau berani mengintai urusan orang! Pergi!"
Ternyata yang dibentak dan diusirnya itu adalah anak kecil yang tempo hari ditolong oleh Wiro di tengah lautan. Si anak dengari takut segera lari meninggalkan tempat itu.
Tua Gila mendongak ke langit. Saat itu sang surya telah menggelincir ke arah barat.
"Hem… sudah rembang pelang. Tentu pasang sudah naik”
Dia berpaling pada Wiro dan berdiri. Lalu katanya:
"Mari ikut aku ke pantai!"
Mula-mula Wiro merasa bimbang dan tetap berdiri di tempatnya. Tapi ketika Tua Gila membentaknya dengan mata melotot marah, maka dengan rasa ingin tahu apa yang hendak diperbuat orarig tua aneh itu akhirnya Wiro mengikut juga!
***
Next ...
Bab 5
Loc-ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245
0 Response to "Banjir Darah Di Tambun Tulang Bab 4"
Posting Komentar