WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode 185
Jabang Bayi Dalam Guci
EMPAT BELAS
MATAHARI pagi mulai memupus kesejukan di puncak bukit yang ditumbuhi pepohonan jati rata-rata berusia lebih dari lima puluh tahun. Resi Kali Jagat Ampusena berlari laksana terbang. Sepasang kasut putih pemberian mahluk gaib yang dipanggilnya dengan sebutan Roh Putih memang luar biasa. Tanpa kasut itu tak mungkin baginya bergerak laksana kilat dan mampu menemui Ken Parantili dalam waktu demikian cepat.
Pagi itu dia merasa cukup lega karena sebagian tugas yang ada di pundaknya telah dapat dilaksanakan.
Dari semua itu, tugas paling utama adalah mendapatkan jabang bayi yang kini berada di dalam guci tembus pandang. Guci yang dibungkus dalam kain hitam, dikempit di tangan kanan seolah mendukung seorang bayi benaran. Selanjutnya, sesuai pesan Roh Putih pada waktu dia mendapatkan guci yang terbuat dari seratus mutiara putih itu, dia harus membawa guci ke satu tempat aman, di simpan di tempat itu selama enam bulan.
Resi Kali Jagat berhenti di depan sebatang pohon Jati yang dua buah cabangnya saling bersilang. Inilah tanda aneh yang menjadi petunjuk bahwa dia tidak datang ke tempat yang salah karena dibukit itu ada ratusan pohon jati dan bentuknya hampir mirip satu sama lain.
Setelah merenung sesaat di depan pohon, Resi Kali Jagat membuat gerakan seperti orang mengetuk pintu pada batang pohon. Setelah mengetuk tiga kali mulutnya berucap.
"Orang sakti penghuni Pohon Jati Peliharaan Para Dewa, aku mohon pintu masuk ke dalam Rumah Ketenteraman dan Keselamatan dibuka."
Resi Kali Jagat Ampusena menunggu. Ketika tak ada jawaban maka dia mengetuk batang pohon Jati dan kembali berkata.
"Orang sakti penghuni Pohon Jati Peliharaan Para Dewa, aku mohon pintu masuk ke dalam Rumah Ketenteraman dan Keselamatan dibuka."
Tiba-tiba batang pohon Jati bergetar. Di sebelah atas daun pohon bergoyang-goyang bergemerisik dan dua cabang yang bersilang saling bergesek mengeluarkan suara aneh. Begitu getaran dan gesekan berhenti terdengar suara perempuan bertanya. Suara itu begitu merdu dan keluar dari dalam tanah di bawah pohon jati.
"Tamu yang datang ketika sang surya baru saja naik dan puncak bukit Jati diberkati kehangatan yang menyegarkan, katakan siapa dirimu. Apakah kau bernama dan apakah kau mempunyai gelar?"
Resi Kali Jagat sesaat terdiam tapi wajahnya menyimpulkan senyum.
"Orang sakti Penghuni Pohon Jati Peliharaan Para Dewa, aku adalah Kali Jagat Ampusena. Aku tidak bergelar dan aku adalah seorang Resi."
Dari dalam tanah terdengar suara seperti orang menarik nafas karena tercekat "Kali Jagat Ampusena, setengah abad tidak pemah bertemu, tiba-tiba saja kau muncul. Gerangan apa yang membawamu ke sini? Apakah sepasang kasut putih itu yang telah menuntunmu ke mari?"
Resi Kali Jagat Ampusena usap guci putih yang dibungkus kain hitam yang dibawanya. Dia memandang ke bawah memperhatikan ke dua kakinya.
Dalam hati dia berkata. "Berada jauh di dalam tanah tapi dia tahu kalau aku mengenakan sepasang kasut putih. Pertanda ilmu kesaktiannya sudah jauh lebih tinggi dari masa lalu."
Setelah mengusap wajahnya sang resi berkata memberi tahu. "Aku datang membawa sesuatu yang sangat berharga untuk dititipkan."
" "Hemmm" Orang perempuan di dalam tanah bergumam. "Apakah kau membawa satu peti emas atau satu peti berlian untuk dititipkan? Ketahuilah Rumah Ketenteraman dan Keselamatan tidak menerima bendabenda seperti itu."
"Aku tahu, justru aku tidak datang membawa emas berlian atau batu permata berharga. Aku datang membawa satu mahluk bernyawa yang berada dalam kesengsaraan, yang perlu diselamatkan dan ingin aku titipkan selama enam bulan."
"Mahluk bernyawa yang kau maksud, apakah dia semacam roh, mahluk jejadian, manusia atau hewan?" Perempuan di dalam tanah di bawah pohon bertanya.
"Yang aku bawa adalah satu jabang bayi laki-laki.
Mohon diberi tahu apakah Penghuni Pohon Peliharaan Para Dewa mau menerima titipan?"
Baru saja Resi Kali Jagat Ampusena memberi tahu benda apa yang dibawanya tiba-tiba di dalam rimba belantara pohon Jati itu menggelegar suara gongggongan anjing. Begitu dahsyatnya hingga tanah bergetar, pohon jati bergoyang-goyang. Walau sangat terkejut namun Resi Kali Jagat berusaha tenang. Guci di tangan kiri dikempit erat-erat Tiba-tiba wutt…wuttt. Lima sosok merah melayang turun dari atas pohon. Di lain kejap lima ekor anjing besar berbulu merah sudah mengelilingi Resi Kali Jagat Binatang ini memiliki kepala bundar, tak seperti anjing yang biasanya berkepala dan bermoncong panjang.
Selain itu dari sela mulut kiri kanan mencuat taring besar panjang dan lancip, berwarna merah menyala.
Empat ekor anjing merah tiba-tiba membuat lompatan menyerang kaki, tubuh serta kepala sang Resi. Sementara anjing merah ke lima melesat ke arah tangan kiri sang Resi yang mengempit bungkusan kain hitam berisi guci putih tembus pandang dimana tersimpan jabang bayi laki-laki Ken Parantili. Melihat hal ini Resi Kali Jagat Ampusena segera maklum.
Kemunculan lima anjing merah aneh adalah sematamata hendak merampas atau membunuh jabang bayi yang dibawanya.
Dengan cepat Resi Kali Jagat melompat ke udara.
Tanpa membuat gerakan tiba-tiba kaki kanan yang memakai kasut putih melesat ke depan.
"Buukk!"
Salah seekor anjing yang menyerang bagian tubuhnya mencelat mental mengeluarkan suara meraung keras lalu terkapar di tanah. Perut jebol pecah namun tidak ada isi perut atau darah yang menyembur keluarl Sang Resi tidak memperhatikan lagi apa yang kemudian terjadi dengan binatang itu. Dia terus melesat ke atas dan mematahkan satu cabang kecil pohon Jati.
Cabang pohon kemudian di putar diatas kepala, dipergunakan sebagai senjata untuk bertahan.
"Bukkk!" Kembali ada anjing merah yang jadi korban yaitu yang menyerang ke arah kepalanya.
Binatang ini menggelepar di tanah dengan kepala pecah.
Meski berhasil menghabisi dua anjing merah, tiga anjing lainnya masih merupakan ancaman besar.
Salah seekor dari tiga binatang itu berhasil menendang jatuh cabang pohon di tangan kanan sang Resi lalu mencakar ganas hingga selempang kain putih sang Resi robek besar di bagian dada. Untungnya cakaran tidak sampai mengenai tubuh si orang tua. Sebaliknya anjing yang menyerang harus menerima tendangan di bagian kepala dan dalam keadaan kepala remuk binatang ini terbanting ke tanah tak bernafas lagi.
Anjing ke empat menyalak ganas. Mata mendelik, dua kaki depan menyambar dan dari sepasang mata menyembur keluar cahaya merah. Ketika Resi Kali Jagat berusaha mengelakkan serangan anjing ke lima melesat ke arah kempitan tangan kirinya!
"Breett!"
Kain hitam pembungkus guci putih berisi jabang bayi robek besar. Sambil meraung dahsyat anjing ke lima membuat gerakan dengan ke dua kaki depan. Seolah memiliki dua tangan seperti manusia dia melesat menyambar guci putih dan berhasil!
Resi Kali Jagat berseru kaget. Dia cepat mengejar namun terhalang oleh serangan anjing ke empat yang telah melesatkan dua larik cahaya merah dari sepasang matanya. Orang tua Ini hanya punya satu pilihan. Terus mengejar menyelamatkan guci atau menghadapi serangan anjing ke empat Resi Kali Jagat memilih yang pertama. Dengan nekad dia melesat ke arah anjing yang membawa lari guci dalam bungkusan kain hitam.
Anehnya binatang itu kini berlari seperti manusia. Dua kaki belakang menjejak tanah, dua kaki sebelah atas memegang guci!
"Binatang pencuri! Kembalikan guci atau aku terpaksa membunuhmu seperti aku telah membunuh tiga temanmu!"
Teriakan mengancam Resi Kali Jagat tidak dlperdulikan oleh anjing merah yang telah menggondol guci putih berisi jabang bayi. Resi Kali Jagat juga tidak perdulikan lagi serangan dua larik sinar merah. Sambil kebutkan ke belakang ujung pakaian yang berupa selempang kain putih dia terus mengejar. Dari ujung kain putih melesat keluar cahaya kebiruan, menghadang datangnya serangan dua larik sinar merah yang hanya tinggal beberapa jengkal dari kepala dan tubuh Resi Kali Jagat
"Blaarr!"
Dua larik cahaya merah bentrokan di udara dengan cahaya biru, mengeluarkan suara letusan keras Resi Kali Jagat terhuyung keras ke depan, nyaris tersungkur jatuh kalau dia tidak cepat mengimbangi diri dan terus melakukan pengejaran.
Ternyata cahaya biru ilmu kesaktian yang keluar dari ujung selempang kain putih Resi Kali Jagat tidak mampu membendung dua hantaman sinar merah.
Begitu cahaya biru musnah bertaburan menjadi asap, dua larik sinar merah masih terus menerobos dan menghantam ke arah sang Resi.
Hanya sesaat lagi tubuh Resi Kali Jagat Ampusena akan leleh dihantam dua larik sinar merah tiba-tiba udara di atas bukit berubah gelap. Lalu terdengar suara plaak…plaak! Sembilan pohon jati besar roboh bergemuruh. Anjing merah ke empat yang tadi menyerang Resi Kali Jagat dengan dua larik sinar merah meraung keras. Satu benda besar lebar berwana coklat kehitaman menghantam tubuhnya laksana tembok raksasa jatuh menimpa.
"Plaakk!"
Sosok besar anjing merah yang menyerang Resi Kali Jagat amblas lenyap ke dalam tanah. Sang Resi hanya sekilas melihat apa yang terjadi di belakangnya.
"Plaak! Plaak!"
Mahluk raksasa bersayap lebar melesat ke udara dan lenyap di langit luas. Resi Kali Jagat terus mengejar anjing merah yang memboyong guci putih. Namun binatang itu berlari cepat sekali laksana setan berkelebat Kesaktian kasut putih ternyata tidak bisa menandingi kehebatan lari si mahluk aneh. Agaknya anjing yang satu ini memiliki kepandaian lebih tinggi dibanding empat anjing lainnya.
"Celaka, aku tak mungkin mengejarnya!" Resi Kali Jagat merasa dadanya berdenyut sakit dan nafasnya sesak.lni adalah akibat bentrokan tenaga sakti dan tenaga dalam dengan dua cahaya merah. Sang Resi tersungkur di tanah namun masih sempat memanjatkan doa. "Dewa Agung, saya mohon pertolongan.
Selamatkan jabang bayi dalam guci putih Itu." Doa sang Resi ternyata didengar oleh Yang Maha Kuasa.
Dari dalam tanah sekonyong-konyong mencuat keluar dua tangan berbentuk tulang belulang. Berwarna sangat merah laksana bara menyala dan menebar hawa luar biasa panas.
Dua tangan dengan cepat mencekal sepasang kaki anjing merah yang tengah berlari cepat.
***
Pagi itu dia merasa cukup lega karena sebagian tugas yang ada di pundaknya telah dapat dilaksanakan.
Dari semua itu, tugas paling utama adalah mendapatkan jabang bayi yang kini berada di dalam guci tembus pandang. Guci yang dibungkus dalam kain hitam, dikempit di tangan kanan seolah mendukung seorang bayi benaran. Selanjutnya, sesuai pesan Roh Putih pada waktu dia mendapatkan guci yang terbuat dari seratus mutiara putih itu, dia harus membawa guci ke satu tempat aman, di simpan di tempat itu selama enam bulan.
Resi Kali Jagat berhenti di depan sebatang pohon Jati yang dua buah cabangnya saling bersilang. Inilah tanda aneh yang menjadi petunjuk bahwa dia tidak datang ke tempat yang salah karena dibukit itu ada ratusan pohon jati dan bentuknya hampir mirip satu sama lain.
Setelah merenung sesaat di depan pohon, Resi Kali Jagat membuat gerakan seperti orang mengetuk pintu pada batang pohon. Setelah mengetuk tiga kali mulutnya berucap.
"Orang sakti penghuni Pohon Jati Peliharaan Para Dewa, aku mohon pintu masuk ke dalam Rumah Ketenteraman dan Keselamatan dibuka."
Resi Kali Jagat Ampusena menunggu. Ketika tak ada jawaban maka dia mengetuk batang pohon Jati dan kembali berkata.
"Orang sakti penghuni Pohon Jati Peliharaan Para Dewa, aku mohon pintu masuk ke dalam Rumah Ketenteraman dan Keselamatan dibuka."
Tiba-tiba batang pohon Jati bergetar. Di sebelah atas daun pohon bergoyang-goyang bergemerisik dan dua cabang yang bersilang saling bergesek mengeluarkan suara aneh. Begitu getaran dan gesekan berhenti terdengar suara perempuan bertanya. Suara itu begitu merdu dan keluar dari dalam tanah di bawah pohon jati.
"Tamu yang datang ketika sang surya baru saja naik dan puncak bukit Jati diberkati kehangatan yang menyegarkan, katakan siapa dirimu. Apakah kau bernama dan apakah kau mempunyai gelar?"
Resi Kali Jagat sesaat terdiam tapi wajahnya menyimpulkan senyum.
"Orang sakti Penghuni Pohon Jati Peliharaan Para Dewa, aku adalah Kali Jagat Ampusena. Aku tidak bergelar dan aku adalah seorang Resi."
Dari dalam tanah terdengar suara seperti orang menarik nafas karena tercekat "Kali Jagat Ampusena, setengah abad tidak pemah bertemu, tiba-tiba saja kau muncul. Gerangan apa yang membawamu ke sini? Apakah sepasang kasut putih itu yang telah menuntunmu ke mari?"
Resi Kali Jagat Ampusena usap guci putih yang dibungkus kain hitam yang dibawanya. Dia memandang ke bawah memperhatikan ke dua kakinya.
Dalam hati dia berkata. "Berada jauh di dalam tanah tapi dia tahu kalau aku mengenakan sepasang kasut putih. Pertanda ilmu kesaktiannya sudah jauh lebih tinggi dari masa lalu."
Setelah mengusap wajahnya sang resi berkata memberi tahu. "Aku datang membawa sesuatu yang sangat berharga untuk dititipkan."
" "Hemmm" Orang perempuan di dalam tanah bergumam. "Apakah kau membawa satu peti emas atau satu peti berlian untuk dititipkan? Ketahuilah Rumah Ketenteraman dan Keselamatan tidak menerima bendabenda seperti itu."
"Aku tahu, justru aku tidak datang membawa emas berlian atau batu permata berharga. Aku datang membawa satu mahluk bernyawa yang berada dalam kesengsaraan, yang perlu diselamatkan dan ingin aku titipkan selama enam bulan."
"Mahluk bernyawa yang kau maksud, apakah dia semacam roh, mahluk jejadian, manusia atau hewan?" Perempuan di dalam tanah di bawah pohon bertanya.
"Yang aku bawa adalah satu jabang bayi laki-laki.
Mohon diberi tahu apakah Penghuni Pohon Peliharaan Para Dewa mau menerima titipan?"
Baru saja Resi Kali Jagat Ampusena memberi tahu benda apa yang dibawanya tiba-tiba di dalam rimba belantara pohon Jati itu menggelegar suara gongggongan anjing. Begitu dahsyatnya hingga tanah bergetar, pohon jati bergoyang-goyang. Walau sangat terkejut namun Resi Kali Jagat berusaha tenang. Guci di tangan kiri dikempit erat-erat Tiba-tiba wutt…wuttt. Lima sosok merah melayang turun dari atas pohon. Di lain kejap lima ekor anjing besar berbulu merah sudah mengelilingi Resi Kali Jagat Binatang ini memiliki kepala bundar, tak seperti anjing yang biasanya berkepala dan bermoncong panjang.
Selain itu dari sela mulut kiri kanan mencuat taring besar panjang dan lancip, berwarna merah menyala.
Empat ekor anjing merah tiba-tiba membuat lompatan menyerang kaki, tubuh serta kepala sang Resi. Sementara anjing merah ke lima melesat ke arah tangan kiri sang Resi yang mengempit bungkusan kain hitam berisi guci putih tembus pandang dimana tersimpan jabang bayi laki-laki Ken Parantili. Melihat hal ini Resi Kali Jagat Ampusena segera maklum.
Kemunculan lima anjing merah aneh adalah sematamata hendak merampas atau membunuh jabang bayi yang dibawanya.
Dengan cepat Resi Kali Jagat melompat ke udara.
Tanpa membuat gerakan tiba-tiba kaki kanan yang memakai kasut putih melesat ke depan.
"Buukk!"
Salah seekor anjing yang menyerang bagian tubuhnya mencelat mental mengeluarkan suara meraung keras lalu terkapar di tanah. Perut jebol pecah namun tidak ada isi perut atau darah yang menyembur keluarl Sang Resi tidak memperhatikan lagi apa yang kemudian terjadi dengan binatang itu. Dia terus melesat ke atas dan mematahkan satu cabang kecil pohon Jati.
Cabang pohon kemudian di putar diatas kepala, dipergunakan sebagai senjata untuk bertahan.
"Bukkk!" Kembali ada anjing merah yang jadi korban yaitu yang menyerang ke arah kepalanya.
Binatang ini menggelepar di tanah dengan kepala pecah.
Meski berhasil menghabisi dua anjing merah, tiga anjing lainnya masih merupakan ancaman besar.
Salah seekor dari tiga binatang itu berhasil menendang jatuh cabang pohon di tangan kanan sang Resi lalu mencakar ganas hingga selempang kain putih sang Resi robek besar di bagian dada. Untungnya cakaran tidak sampai mengenai tubuh si orang tua. Sebaliknya anjing yang menyerang harus menerima tendangan di bagian kepala dan dalam keadaan kepala remuk binatang ini terbanting ke tanah tak bernafas lagi.
Anjing ke empat menyalak ganas. Mata mendelik, dua kaki depan menyambar dan dari sepasang mata menyembur keluar cahaya merah. Ketika Resi Kali Jagat berusaha mengelakkan serangan anjing ke lima melesat ke arah kempitan tangan kirinya!
"Breett!"
Kain hitam pembungkus guci putih berisi jabang bayi robek besar. Sambil meraung dahsyat anjing ke lima membuat gerakan dengan ke dua kaki depan. Seolah memiliki dua tangan seperti manusia dia melesat menyambar guci putih dan berhasil!
Resi Kali Jagat berseru kaget. Dia cepat mengejar namun terhalang oleh serangan anjing ke empat yang telah melesatkan dua larik cahaya merah dari sepasang matanya. Orang tua Ini hanya punya satu pilihan. Terus mengejar menyelamatkan guci atau menghadapi serangan anjing ke empat Resi Kali Jagat memilih yang pertama. Dengan nekad dia melesat ke arah anjing yang membawa lari guci dalam bungkusan kain hitam.
Anehnya binatang itu kini berlari seperti manusia. Dua kaki belakang menjejak tanah, dua kaki sebelah atas memegang guci!
"Binatang pencuri! Kembalikan guci atau aku terpaksa membunuhmu seperti aku telah membunuh tiga temanmu!"
Teriakan mengancam Resi Kali Jagat tidak dlperdulikan oleh anjing merah yang telah menggondol guci putih berisi jabang bayi. Resi Kali Jagat juga tidak perdulikan lagi serangan dua larik sinar merah. Sambil kebutkan ke belakang ujung pakaian yang berupa selempang kain putih dia terus mengejar. Dari ujung kain putih melesat keluar cahaya kebiruan, menghadang datangnya serangan dua larik sinar merah yang hanya tinggal beberapa jengkal dari kepala dan tubuh Resi Kali Jagat
"Blaarr!"
Dua larik cahaya merah bentrokan di udara dengan cahaya biru, mengeluarkan suara letusan keras Resi Kali Jagat terhuyung keras ke depan, nyaris tersungkur jatuh kalau dia tidak cepat mengimbangi diri dan terus melakukan pengejaran.
Ternyata cahaya biru ilmu kesaktian yang keluar dari ujung selempang kain putih Resi Kali Jagat tidak mampu membendung dua hantaman sinar merah.
Begitu cahaya biru musnah bertaburan menjadi asap, dua larik sinar merah masih terus menerobos dan menghantam ke arah sang Resi.
Hanya sesaat lagi tubuh Resi Kali Jagat Ampusena akan leleh dihantam dua larik sinar merah tiba-tiba udara di atas bukit berubah gelap. Lalu terdengar suara plaak…plaak! Sembilan pohon jati besar roboh bergemuruh. Anjing merah ke empat yang tadi menyerang Resi Kali Jagat dengan dua larik sinar merah meraung keras. Satu benda besar lebar berwana coklat kehitaman menghantam tubuhnya laksana tembok raksasa jatuh menimpa.
"Plaakk!"
Sosok besar anjing merah yang menyerang Resi Kali Jagat amblas lenyap ke dalam tanah. Sang Resi hanya sekilas melihat apa yang terjadi di belakangnya.
"Plaak! Plaak!"
Mahluk raksasa bersayap lebar melesat ke udara dan lenyap di langit luas. Resi Kali Jagat terus mengejar anjing merah yang memboyong guci putih. Namun binatang itu berlari cepat sekali laksana setan berkelebat Kesaktian kasut putih ternyata tidak bisa menandingi kehebatan lari si mahluk aneh. Agaknya anjing yang satu ini memiliki kepandaian lebih tinggi dibanding empat anjing lainnya.
"Celaka, aku tak mungkin mengejarnya!" Resi Kali Jagat merasa dadanya berdenyut sakit dan nafasnya sesak.lni adalah akibat bentrokan tenaga sakti dan tenaga dalam dengan dua cahaya merah. Sang Resi tersungkur di tanah namun masih sempat memanjatkan doa. "Dewa Agung, saya mohon pertolongan.
Selamatkan jabang bayi dalam guci putih Itu." Doa sang Resi ternyata didengar oleh Yang Maha Kuasa.
Dari dalam tanah sekonyong-konyong mencuat keluar dua tangan berbentuk tulang belulang. Berwarna sangat merah laksana bara menyala dan menebar hawa luar biasa panas.
Dua tangan dengan cepat mencekal sepasang kaki anjing merah yang tengah berlari cepat.
***
Jabang Bayi Dalam Guci Bab 15
Pustaka Ganesha mengucapkan Terima Kasih kepada Alm. Bastian Tito yang telah mengarang cerita silat serial Wiro Sableng. Isi dari cerita silat serial Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek.Dengan Nomor: 004245
0 Response to "Jabang Bayi Dalam Guci Bab 14"
Posting Komentar